Jakarta -- Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berlangsung secara daring yang digelar khusus membahas Peraturan KPI (PKPI) tentang sanksi denda siaran menghasilkan tiga keputusan (rekomendasi), Rabu (27/12/2023). 

Tiga rekomendasi yang disepakati yakni: Pertama, membentuk rancangan PKPI tentang Pengenaan Sanksi Denda Administratif Pelanggaran Isi Siaran. Kedua, melakukan pembahasan lanjutan terkait besaran persentase denda pelanggaran. Ketiga, menindaklanjuti rancangan PKPI tentang Pengenaan Sanksi Denda Administratif Pelanggaran Isi Siaran pada tahapan harmonisasi dan pengundangan dalam berita negara.

Rekomendasi ini dibacakan langsung Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, sekaligus menutup kegiatan Rakornas KPI di akhir tahun 2023 yang dihadiri seluruh Ketua dan perwakilan KPID dari 33 Provinsi. Rakornas ini merupakan kelanjutan Rakornas pada 14 November 2023 yang diskorsing.

Saat membuka acara, Ubaidillah menyampaikan, forum ini dimaksudkan menyamakan persepsi seluruh pihak bahwa pembahasan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) terkait penyiaran adalah untuk tertib penyiaran. “Kami menginginkan agar aturan atau kebijakan lainnya yang dibuat bisa menghasilkan dan mendorong layanan informasi yang layak dan sesuai kebutuhan publik,” katanya. 

Penyamaan pandangan ini, lanjut Ubaidillah, agar tidak ada salah paham bahwa aturan ini dibuat bukan untuk menekan lembaga penyiaran. KPI sangat memahami jika kondisi lembaga penyiaran saat ini sedang tidak baik-baik saja akibat persaingan dengan media baru.

“Maka semua yang ada di sini harus terus terang dan berkata jujur bahwa perlu adanya titik temu yang bisa mempertemukan kepentingan industri penyiaran tanpa menghilangkan peran industri penyiaran untuk memberikan manfaat kepada masyarakat melalui informasi yang disiarkannya,” ujar Ketua KPI Pusat. 

Hal senada juga disampaikan Koordinator bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran, Muhammad Hasrul Hasan. Menurutnya, penyusunan Peraturan KPI terkait sanksi denda ini bukan untuk menakut–nakuti lembaga penyiaran. Aturan ini justru untuk mendorong peningkatan kualitas siaran lembaga penyiaran. 

“Sebagai pengingat untuk teman-teman lembaga penyiaran agar berhati–hati dalam memproduksi program isi siaran yang lebih baik dan berkualitas di TV maupun radio,” kata Hasrul.

Sementara itu, Koordinator bidang Kelembagaan sekaligus Anggota KPI Pusat, I Made Sunarsa, menjelaskan mekanisme pembuatan aturan yang dilakukan pihaknya termasuk tahap harmonisasi dengan pihak-pihak terkait. Terkait pelaksanaan Rakornas, disampaikannya jika forum ini sebagai bagian dari keputusan pleno. 

Dia juga menyampaikan, pentingnya menjalankan mekanisme dan prosedur tersebut agar ketika aturan tersebut dibuat tidak ada pihak yang kontra atau tidak mengakuinya. “Dinamikanya kami jalani semua. Memang panjang tapi ini ikhtiar bersama untuk menciptakan penyiaran Indonesia yang baik, maju dan berkualitas,” papar I Made Sunarsa. 

Sebelum pelaksanaan Rakornas, KPI telah menjalani berbagai agenda kegiatan termasuk membuka beberapa forum pertemuan dengan kementerian, asosiasi dan lembaga penyiaran. Rencananya, dalam cepat, KPI akan segera menjalankan semua rekomendasi yang diputuskan dalam Rakornas ini. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis untuk program siaran iklan “KB Andalan” di iRadio. Iklan yang dikategorikan sebagai siaran iklan dewasa ini disiarkan iRadio pada waktu di luar jam siaran dewasa. Tindakan tersebut telah melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.

Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran pertama untuk stasiun iRadio yang telah dilayangkan beberapa waktu lalu. 

Berdasarkan keterangan dalam surat teguran, KPI Pusat mendapatkan pengaduan dari masyarakat terkait penayangan iklan tersebut. Dari aduan tersebut disampaikan bahwa siaran iklan “KB Andalan” iRadio kedapatan disiarkan pada pukul 07.17 WIB tanggal 24 November 2023. Padahal aturan waktu untuk siaran kategori dewasa termasuk iklan dewasa antara pukul 22.00-03.00 waktu setempat.

Atas pelanggaran itu, iRadio terjerat 7 pasal di P3SPS. Pasal-pasal itu antara lain terkait pasal perlindungan dan kepentingan anak, penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasan, aturan periklanan dan etika pariwara serta aturan penayangan iklan kategori dewasa seperti alat kontrasepsi.

Menanggapi sanksi dan pelanggaran tersebut, Anggota KPI Pusat Tulus Santoso menjelaskan bahwa setiap program siaran dengan klasifikasi R (remaja) dilarang menampilkan iklan obat-obatan untuk meningkatkan kemampuan seksual, iklan jasa pelayanan seks, iklan pakaian dalam yang menampilkan visualisasi pakaian dalam, iklan alat tes kehamilan, iklan kondom dan atau alat pencegahan kehamilan lain, promo program siaran yang masuk klasifikasi dewasa, iklan majalah dan tabloid yang ditujukan bagi pembaca dewasa, dan iklan alat pembesar payudara dan alat vital. 

“Program siaran iklan produk dan jasa untuk dewasa yang berkaitan dengan obat dan alat kontrasepsi, alat deteksi kehamilan, dan vitalitas seksual hanya dapat disiarkan pada klasifikasi D (dewasa) yakni antara pukul 22.00 hingga pukul 03.00 waktu setempat,” ujar Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Selasa (19/12/2023) kemarin.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat Aliyah menyampaikan bahwa penayangan iklan dewasa di lembaga penyiaran harus mengikuti aturan dalam P3SPS. Peraturan ini, lanjutnya, wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan untuk anak dengan menyiarkan program tersebut pada jam yang tepat. 

“Lembaga penyiaran termasuk radio wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran,” tambah Aliyah.

Kemudian, lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara. Lembaga penyiaran juga wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang periklanan dan berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia. 

Dalam kesempatan itu, Tulus meminta seluruh lembaga penyiaran agar lebih berhati-hati dan memahami acuan-acuan yang ada dalam P3SPS. Hal ini penting untuk menghindari terjadinya pelanggaran pada saat tayang atau siaran. “Kami harap kejadian ini menjadi pelajaran untuk lembaga penyiaran lainnya. Semoga hal ini tidak terulang,” tandasnya. ***

 

 

Bekasi - Ruang diskusi antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator dengan lembaga penyiaran baik televisi dan radio, selalu terbuka, dalam rangka menjaga sehatnya ruang publik pada ranah penyiaran. Di penghujung tahun 2023, KPI Pusat berikhtiar melakukan perbaikan kualitas penyiaran dengan mengajak pengelola televisi dan radio melihat masalah isi siaran sepanjang 2023. Bagi KPI sendiri, banyaknya sanksi bukanlah sebuah prestasi, justru nol sanksi menunjukkan kepatuhan lembaga penyiaran atas peraturan perundang-undangan yang ada. Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan hal tersebut di awal diskusi “Pencegahan Masalah Isi Siaran pada Lembaga Penyiaran Melalui Pembinaan Tematik” , yang digelar KPI Pusat bersama lembaga penyiaran, (15/12). Forum ini sendiri merupakan usaha KPI mencegah terjadinya pelanggaran isi siaran, selain mengeluarkan surat edaran atau penetapan Peraturan KPI (PKPI). 

Pertemuan ini membahas temuan dan potensi pelanggaran sepanjang 2023, termasuk juga isu-isu penyiaran yang mendominasi. Anggota KPI Pusat sekaligus Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso mengatakan, forum kali ini akan membahas soal pembatasan program siaran asing, siaran bermuatan lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), penggolongan program siaran dan surat tanda lulus sensor (STLS), siaran politik, siaran jurnalistik, siaran iklan dan siaran bermuatan kekerasan dan seksualitas. 

 

Tulus menyinggung masih minimnya program siaran animasi lokal di televisi. Apa yang kemudian menjadi kendala bagi lembaga penyiaran dalam memenuhi ketentuan batasan program siaran asing? tanya Tulus. Menyambut pertanyaan ini, perwakilan lembaga penyiaran menyampaikan pembatasan program siaran asing cukup menyulitkan industri. Produksi animasi dalam negeri saat ini lebih mahal dibanding animasi asing. Ditambah lagi, ketersediaan episode animasi dalam negeri tidak dapat dipastikan. Secara hitung-hitungan ekonomi, program siaran asing memang lebih mudah didapat untuk membantu keberlangsungan industri penyiaran. 

Tulus menilai dominasi animasi asing untuk program anak harusnya dapat dicarikan penggantinya lewat program lokal. “Tidak harus animasi juga, apalagi ternyata biayanya menjadi lebih mahal dari program asing,” ujarnya. Misalnya seperti di Youtube, ada banyak konten anak yang dibuat dari aktivitas bermain mereka sehari-hari tapi muatannya kreatif dan positif. Sehingga tidak harus ambil dari luar dan persentase siaran lokal dari dalam negeri dapat terpenuhi,” ujarnya. 

Masih terkait siaran asing, Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Aliyah mengatakan, hadirnya keseimbangan antara program asing dan dalam negeri prinsipnya untuk memberi ruang bagi kreativitas dan inovasi anak negeri yang memproduksi tayangan. Selain itu, kebijakan tentang persentase tayangan program asing dan lokal diatur secara rinci dalam undang-undang penyiaran. “Saya setuju bahwa upaya bersama dari industri, pemerintah, dan masyarakat sangat diperlukan dalam mengatasi tantangan ini dan mendorong pertumbuhan industri animasi lokal,”ungkapnya. Semoga dengan upaya bersama, animasi lokal dapat lebih dikenal dan diapresiasi di tingkat nasional dan internasional. 

Sementara itu, pertanyaan tentang konten LGBT juga disampaikan oleh lembaga penyiaran, termasuk soal regulasi yang memayungi pembatasan tersebut. Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza yang juga hadir menegaskan, prinsipnya promosi LGBT dilarang muncul di televisi. “Hal ini juga melanggar komitmen perlindungan anak dan remaja,” ujarnya. Terkait regulasi yang menjadi sandaran, Aliyah mengungkap hal tersebut diatur dalam Surat Edaran KPI yang dikeluarkan di tahun 2016. Pertemuan juga membahas lebih rinci tentang yang boleh dan tidak boleh soal muatan LGBT di televisi dan radio. Diantaranya penampilan laki-laki bergaya keperempuanan, atau juga menampilkan panggilan-panggilan khusus bagi kelompok tersebut. “Yang pasti promosi LGBT di televisi tidak boleh, termasuk juga konten mengenai transpuan,” ujar Evri Rizqi Monarshi selaku Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan. 

 

Bahasan lain yang juga dimintakan penjelasan kepada KPI adalah soal penggolongan program siaran yang klasifikasinya berbeda antara KPI dan Lembaga Sensor Film (LSF). Perwakilan lembaga penyiaran juga menanyakan soal siaran iklan Keluarga Berencana yang pernah mendapat teguran dari KPI Pusat. Yang terakhir adalah pembahasan materi kekerasan, termasuk adegan berdarah-darah dalam tayangan. Ubaidillah yang pernah menjadi tim pemantauan KPI Pusat mengaku beberapa kali mendapati sebuah film nasional yang isinya penuh dengan kekerasan, kata-kata kasar, dan adegan berdarah. Sekalipun ditayangkan pada waktu tengah malam, KPI tetap menjatuhkan sanksi. Termasuk juga peningkatan sanksi ketika film yang sama ditayangkan kembali namun masih punya muatan kekerasan, meski dengan kadar yang lebih kecil. “Akhirnya, film tersebut diputar lagi dengan adegan yang bersih dari unsur-unsur yang dilanggar. Dari sana kita dapat mengambil pelajaran, ternyata bisa kok dihapus kekerasannya dan penonton tetap mengerti jalan cerita,” tuntasnya. 

 

 

 

 

Soreang – Melimpahnya pemberitaan dari media baru ataupun media sosial akan mengayakan kebutuhan informasi masyarakat. Namun demikian, tidak semua pemberitaan dari media tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Karenanya, harus ada verifikasi dan validasi berita dari lembaga maupun media yang sudah dijamin secara hukum.

Pandangan tersebut disampaikan Anggota Komisi I DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, dalam sambutan kuncinya sebelum membuka kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) dengan tema “Antisipasi Disinformasi untuk Penyiaran Indonesia yang Sehat dan Berkualitas” di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (18/12/2023).

Menurutnya, hal-hal itu harus diketahui dan dipahami masyarakat. Sehingga mereka akan mampu melakukan pemilahan terhadap pemberitaan yang diterima. “Tidak semua berita dari media baru atau media sosial itu benar. Jika masyarakat sudah mampu melakukan proses verifikasi tersebut, tentunya yang akan dikonsumsi merupakan berita yang baik dan benar,” kata Cucun Ahmad.

Penekanan tentang pentingnya proses veriikasi maupun validasi informasi ini sangat beralasan. Salah satu kekhawatiran terbesar Cucun dari melimpahnya informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tersebut adalah berita yang berisikan pesan-pesan memecah belah (disintegrasi). 

“Pada 2023 ini saja, Kementerian Komunikasi dan Informatika (kemenkominfo) telah melakukan take down ataupun blok pada ribuan konten hoaks. Ini salah satu fungsi negara untuk hadir menjamin adanya informasi yang baik dan berkualitas,” katanya di depan ratusan peserta GLSP yang datang dari sejumlah wilayah di Kabupaten Bandung.

Dalam kesempatan itu, Anggota DPR RI ini mengapresiasi langkah KPI menggelar berbagai kegiatan literasi di berbagai daerah di tanah air. Menurutnya, kegiatan ini sejalan dengan upaya negara mengasah kemampuan masyarakat dalam memblokade informasi yang tidak benar seta memencah belah. 

“Akan menjadi tantangan KPI dalam pelaksanaan melakukan screening dan validasi informasi tersebur. KPI juga perlu melakukan berbagai pendekatan dan kegiatan yang efektif dan pemberdayaan masyarakat seluruh indonesia. GLSP oleh KPI ini bagi pemirsa menjadi sangat utama agar tujuan penyiaran indonesia yang berkualitas tercapai,” ujar Cucun Ahmad mengakhiri sambutannya. 

Setelah sambutan dari Cucun Ahmad, acara dilanjutkan dengan sesi paparan dari narasumber GLSP diantaranya Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa, Ketua KPID Jawa Barat Adyana Slamet, dan Akademisi Hirni Kifa Hazefa.

Dalam presentasinya, Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa menyampaikan pentingnya proses verifikasi terhadap berita yang berasal dari media baru atau sosial. Verifikasi ini bisa melalui media-media yang dapat dipercaya seperti TV dan radio. “TV dan radio ini di bawah pengawasan KPI, jadi dapat dipastikan beritanya dapat dipertanggungjawabkan. Jika pun ada hal-hal yang tidak sesuai jika ditemukan, bisa dilaporkan ke KPI Pusat dan KPID,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua KPID Jawa Barat Adyana Slamet, menguraikan tugas penting dari keberadaan KPI yakni meminimalisir bahaya atau dampak dari siaran TV dan radio. Menurutnya, siaran dari media ini harus mengacu pada aturan yang berlaku yakni UU Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI. 

“Ibu-ibu punya hak dan tanggung jawab mendapatkan program siaran yang sehat. Maka kalau ada program yang menayangkan kekerasan atau tidak menempatkan perempuan sesuai harkat dan martabat, silahkan laporkan ke kami,” tandasnya.

Dalam acara GLSP di akhir tahun ini, turut hadir Ketua KPI Pusat Ubaidillah, Anggota KPI Pusat Evri Rizqi Monarshi, I Made Sunarsa dan Mimah Susanti. ***/Foto: Agung R

 

 

Bekasi - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan selalu hadir sebagai problem solver dari setiap permasalahan sekaligus perekat bagi seluruh insan penyiaran di Indonesia. Hal ini dikarenakan penyiaran memiliki area sendiri dalam menyukseskan hajatan demokrasi, Pemilihan Umum di Indonesia. Sinergi yang baik antara KPI dan penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sangat berkaitan dengan pemanfaatan ruang udara di Indonesia dalam menciptakan iklim demokrasi yang sehat. Untuk itu, KPI harus mempertahankan integritasnya dalam mengawal dunia penyiaran.

Pesan ini disampaikan Abdul Kharis Almasyhari selaku Wakil Ketua Komisi I DPR RI saat membuka kegiatan Pencegahan Masalah Isi Siaran pada Lembaga Penyiaran Melalui Pembinaan Tematik, yang digelar KPI Pusat dengan menghadirkan perwakilan televisi dan radio sebagai peserta kegiatan, (15/12).   Pada kesempatan ini KPI mendiskusikan masalah konten siaran yang mendominasi temuan, aduan ataupun sanksi yang dikeluarkan sepanjang tahun 2023. Anggota KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso mengatakan, setidaknya da tiga kategori bahasan yang akan dibahas. Harapannya, di tahun mendatang, masalah ini sudah clear atau jelas bagi lembaga penyiaran, sehingga pelanggaran pun dapat dihindari. 

Adapun tujuh masalah tersebut tentang siaran jurnalistik, siaran politik, siaran iklan, penggolongan program siaran dan surat tanda lulus sensor (STLS), muatan kekerasan dan seksualitas, program siaran asing dan siaran yang bermuatan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Pada kesempatan ini hadir pula Ketua KPI Pusat Ubaidillah, Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza, Koordinator Bidang Pengembangan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) Muhammad Hasrul Hasan, Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Mimah Susanti dan Evri Rizki Monarshi, dan Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Aliyah. 

Saat membahas siaran politik, Aliyah mengingatkan tentang prinsip keberimbangan. “Jika mengundang calon anggota legislatif (caleg) dalam sebuah program, harus dapat mengikutsertakan seluruh perwakilan partai politik,”ujarnya. Dia mencontohkan sebuah program yang menghadirkan caleg perempuan dari berbagai partai politik, di salah satu televisi. Menurutnya, hal ini sangat dibolehkan, karena memberi ruang yang sama bagi semua pihak yang ikut jadi kontestan Pemilu. Uraian Aliyah ini menjawab pertanyaan peserta tentang kemungkinan menghadirkan salah satu caleg tanpa perlu menyebutkan asal partai ataupun nomor urut. 

Terkait program siaran jurnalistik, Tulus mengingatkan beberapa prinsip penting yang harus dijaga oleh pelaksana program. Misalnya, urai Tulus, saat meliput peristiwa kecelakaan lalu lintas, pertengkaran berujung caci maki tidak perlu tampil di layar televisi. Kemudian, untuk liputan kebencanaan, sudah saatnya televisi tidak lagi mengeksploitasi kesedihan dan kemalangan. “Kita harus belajar dari negara Jepang yang menjadikan liputan kebencanaan untuk kampanye mengembalikan semangat dan optimisme, bangkit dari musibah,” ujarnya. 

Catatan lain soal siaran jurnalistik juga disampaikan Evri Rizkqi Monarshi. Menurutnya, prinsip perlindungan anak dan perempuan tidak boleh diabaikan. Misalnya saat penggerebekan tempat lokalisasi, ujarnya. Selain itu, Evri mengingatkan kehati-hatian pada penayangan berita harus dilakukan juga saat materi berita diulang untuk program lain di waktu yang berbeda. 

Sementara itu Mimah Susanti menyinggung sanksi yang baru dijatuhkan KPI untuk program infotainment. Menurutnya, lembaga penyiaran seharusnya sudah paham tentang pentingnya program siaran yang bermanfaat. “KPI tidak melihat sisi manfaat dari tayangan yang kami jatuhkan sanksi kemarin,” ujar Santi. Tidak ada pentingnya membawa perseteruan artis di media sosial ke layar televisi, apalagi kalau pembawa acara tidak mengambil peran apapun.  

Pembahasan tentang masalah isi siaran bersama lembaga penyiaran, baik televisi dan radio, menjadi upaya dialogis KPI untuk memberi pemahaman tentang regulasi penyiaran. Harapannya, pengelola program siaran dapat memastikan konten yang hadir di ruang publik sudah sesuai dengan koridor perundang-undangan. Termasuk juga, dalam rangka Pemilu 2024 mendatang, lembaga penyiaran dapat memerankan peran sebagai pemberi informasi yang jernih, valid dan berimbang, demi kualitas demokrasi negeri yang akan menjalankan pestanya dua bulan ke depan. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.