Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang lembaga penyiaran serta stakeholder terkait untuk terlibat dalam FGD (focus grup diskusi) bertajuk “Batasan Siaran Kekerasaan dalam Program Jurnalistik”, Kamis, 22 Oktober 2015. FGD tersebut menghadirkan narasumber dari Komisioner KPI Pusat dan Anggota Dewan Pers.

Di awal diskusi, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad menekankan pentingnya perlindungan bagi publik dari tayangan yang berdampak buruk. Karena itu, setiap informasi yang disampaikan ke public harus memberikan rasa aman, tenang dan nyaman. “Memang publik berhak untuk untuk tahu setiap fakta yang terjadi. Namun fakta tersebut harus dikemas dengan gambar yang baik dan tidak mengerikan,” katanya.

Di dalam presentasinya, Idy menjelaskan tujuan pembatasan dan pelarangan tayangan kekerasaan di layar kaca yakni untuk memberikan perlindungan terhadap public khususnya anak dan remaja, memberikan kenyamanan publik menerima siaran, tidak menimbulkan ketakutan, kengerian atau perasaan traumatik.

Selain itu, upaya pembatasan itu untuk mencegah pengaruh dari dampak yang diakibatkan tayangan tersebut karena anggapan bahwa tayangan seperti itu adalah hal yang biasa. “Kita juga tidak ingin tayangan tersebut justru menambah memperburuk kondisi dan menonjolkan provokasi. Kami ingin tayangan jurnalistik itu lebih mengedepankan positif dan jurnalistik damai,” papar Idy.

Sementara itu, Anggota Dewan Pers Stanley Adi Prasetyo dalam presentasinya mengemukakan jika masih banyak stasiun televisi menggunakan adegan kekerasan sebagai hal pokok pada setiap tayangannya. Menurutnya adegan kekerasan menyebar dalam berbagai jenis program acara seperti berita, animasi anak, drama dewasa, drama sinetron, olahraga bahkan realty show.

Stanley khawatir dampak yang terjadi akibat tayangan kekerasaan khususnya bagi anak-anak. Mereka, kata Stanley, akan merasa terbiasa dengan tindak kekerasan dan bukan tak mungkin anak-anak akan melakukan tindak kekerasan tanpa rasa takut.

Menurut Stanley, diperlukan upaya untuk mencegah hal itu yakni dengan mengajak lembaga penyiaran untuk menghentikan atau moratorium semua pemberitaan tentang kekerasan, memperketat kepatuhan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik dan P3SPS hingga melakukan literasi media. ***

 

Jakarta - Sekira seratus mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa (21/10/2015), mengunjungi kantor KPI Pusat. Kunjungan itu bertujuan untuk studi lapangan terkait regulasi penyiaran.

Rombongan yang dipimpin dosen mata kuliah Media Komunikasi Dakwah Imam Suprabowo ini diterima oleh Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho di ruang rapat KPI Pusat. 

Pada kesempatan itu Fajar menjelaskan tugas dan fungsi KPI Pusat sesuai amanat undang-undang no. 32 tahun 2002 tentang penyiaran. “KPI adalah representasi publik terkait penyiaran. Namun dalam KPI tidak sendiri, regulasi penyiaran di Indonesia diatur oleh dua regulator, disamping KPI ada juga Menkominfo. 

“Frekuensi sebagai ranah publik merupakan sumber daya alam terbatas yang pemanfaatannya harus ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Maka siaran televisi maupun radio harus mencakup empat fungsi media, mendidik, memberikan informasi, menghibur dan melakukan kontrol sosial,” jelas Fajar.

Dalam menjalankan tugasnya, KPI Pusat terbagi menjadi tiga bidang, Kelembagaan, Pengawasan Isi Siaran dan Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran. "Kami mengawasi siaran televisi berjaringan selama 24 jam. Dengan empat shift kerja, analis bertugas memantau dan mencatat pelanggaran isi siaran. Panduan yang kami gunakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang juga menjadi panduan industri penyiaran," kata Fajar.

Forum berlangsung cair, beberapa mahasiswa tak segan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai tugas KPI dan isu dunia penyiaran, khususnya soal mekanisme penjatuhan sanksi dan pedoman penyiaran. 

Imam menyampaikan keresahannya terhadap perilaku pemilik media yang memanfaatkan medianya untuk kepentingan pribadi dan golongannya, baik itu secara bisnis maupun politik. Fajar menjelaskan, sesuai UU Penyiaran pasal 36 ayat 4 isi siaran seharusnya menjaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.

Fajar melanjutkan, dalam pemilihan umum 2014 KPI menemukan banyak pelanggaran siaran yang terkait pasal tersebut, bahkan pada akhirnya KPI sempat melayangkan surat rekomendasi pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran kepada Menkominfo terhadap dua stasiun televisi yang memanfaatkan siarannya untuk kepentingan politik golongan tertentu.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan Fokus Grup Diskusi (FGD) tentang pengaturan iklan pengobatan alternatif di lembaga penyiaran, Selasa, 13 Oktober 2015. Diskusi ini dihadiri Kementerian Kesehatan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Konsul Kedokteran, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Di awal diskusi, Komisioner KPI Pusat S. Rahmat Arifin menyatakan bagaimana iklan atau acara pengobatan alternatif di lembaga penyiaran setelah berlakunya PP 103 tahun 2014. Pasalnya, menurut Pasal 67 ayat 2 dalam PP tersebut menyebutkan penyehat tradisional dan panti sehat dilarang mempublikasikan dan mengiklankan pelayanan kesehatan tradisional empiris yang diberikan.

Berdasarkan keterangan dalam presentasi yang disampaikan Rahmat, pelayanan kesehatan tradisional empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. Sedangkan panti sehat adalah tempat yang digunakan untuk melakukan perawatan kesehatan tradisional empiris. Dalam kesempatan itu, Rahmat menanyakan apa definisi empiris menurut pandangan PP tersebut.

Sementara Murti Utami Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenkes menekankan adanya pembenahan pemberian izin untuk tayangan iklan kesehatan tradisional disingkat Kestrad. Menurutnya ada beberapa kementerian yang juga mengeluarkan izin siaran tersebut. “Setiap siaran atau iklan pelayanan kesehatan tradisional harus mengikuti ketentuan di dalam PP 103 tahun 2014,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengusulkan dibentuknya gugus bersama antara instansi terkait pengawasan siaran pengobatan tradisional di lembaga penyiaran. Selain itu, perlu dibuat  surat edaran bersama terkait hal ini.

Di akhir diskusi, Komisioner KPI Pusat Rahmat berharap segera mungkin dibuat rapat koordinasi atau gugus tugas tersebut. Kemudian dilakukan sosialisasi mengenai keputusan bersama dengan terlebih dahulu membuat aksinya. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan rapat korodinasi dengan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) dan Direktorat Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika, guna membahas status hukum dari PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI), di kantor KPI Pusat (16/10).  Koordinasi ini dilakukan mengingat KPI sendiri telah menerima dua berkas pengajuan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) dari dua entitas yang beda untuk frekwensi yang sama, atas nama PT CTPI.

PT CTPI sendiri, dalam catatan KPI akan habis IPP - nya pada 16 Oktober 2016. Sesuai perintah regulasi, setahun sebelum habisnya izin yang diberikan negara untuk pengelolaan frekwensi dalam penyelenggaraan penyiaran, lembaga penyiaran wajib menyampaikan surat permohonan untuk memperpanjang izin. 

KPI membutuhkan kejelasan status hukum dari PT CTPI, mengingat terdapat dua kubu yang merasa berhak terhadap pengelolaan izin siaran televisi ini. Dalam rapat tersebut, Ketua KPI Pusat Judhariksawan menjelaskan, bahwa KPI masih menunggu keputusan dari Menteri Komunikasi dan Informatika untuk PT CTPI ini. 

Hal senada disampaikan Azimah Subagijo Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran. Menurutnya, KPI baru akan melakukan proses evaluasi terhadap PT CTPI jika sudah ada kejelasan hukum yang mengikat terhadap kepemilikan televisi tersebut. Hadir dalam acara tersebut, komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Bekti Nugroho dan Fajar Arifianto, komisioner bidang pengawasan isi siaran Agatha Lily dan S. Rahmat Arifin, serta komisioner bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran Amirudin dan Danang Sangga Buwana

Jakarta - Evaluasi terhadap izin penyelenggaraan penyiaran televisi-televisi swasta sudah mulai dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.  Diantaranya dengan memanggil jajaran CEO televisi swasta  yang akan melakukan perpanjangan izin untuk membahas bersama-sama tentang program tayangan televisi tersebut selama 10 (sepuluh) tahun ini.

Hari ini (12/10) KPI Pusat bersama jajaran CEO Viva Group yang membawahi TV One dan ANTV, membahas program kedua televisi tersebut yang hadir di tengah masyarakat. Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, memberikan apresiasi pada program-program ANTV dan TV One yang  bermuatan positif dan diharapkan dapat  dipertahankan. Selain itu, KPI juga menyampaikan cuplikan-cuplikan program dua televisi tersebut, yang mendapat sorotan lantaran melanggar Pedoman Perilaku Penyian dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).

Pada pertemuan di kantor KPI Pusat tersebut, hadir Anindya Bakrie, Ardiansyah Bakrie dan Erick Tohir yang didampingi jajaran direksi dari TV One dan AN TV. Dalam pertemuan tersebut, Erick Tohir menegaskan komitmen kebangsaan dari TV One dan AN TV, sebagai salah satu pemain di industri penyiaran. Namun demikian Erick menyampaikan pula harapannya, agar regulasi dalam dunia penyiaran juga dapat menjangkau pelaku-pelaku dari asing. “Kami berhadap ada standar yang berbeda terhadap masing-masing jenis industri penyiaran,” ujar Erick. Dirinya memberikan contoh antara stasiun televisi lokal dan jaringan, serta lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran publik, dan lembaga penyiaran.

Kesempatan tersebut juga digunakan oleh KPI menyampaikan data pemenuhan program lokal minimal sepuluh persen pada AN TV dan TV One. “Meskipun kedua televisi ini masih belum memenuhi ketentuan minimal tersebut, kehadiran program lokal pada keduanya telah menunjukkan peningkatan, sejak KPI umumkan mulai mengawasi pelaksanaan program lokal,” ujar Azimah Subagijo, Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran.

Kepada TV One, KPI secara khusus mengingatkan soal pelaksanaan penyiaran pemilu kepala daerah. “Berkaca pada pemilu yang lalu, penyiaran yang dilakukan TV One dan Metro TV menyebabkan KPI harus melayangkan surat evaluasi izin penyelenggaraan penyiaran,” ujar Danang Sangga Buwana, Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran.

Dalam evaluasi yang akan diberikan oleh KPI nanti terhadap seluruh lembaga penyiaran yang mengajukan perpanjangan izin, aka nada raport terhadap tiap-tiap program. Jika raport berwarna merah, berarti KPI berharap program tersebut dihentikan.JIka raport berwarna kuning, artinya program tersebut harus mendapatkan perhatian khusus untuk diperbaiki lagi. Sedangkan raport yang berwarna hijau menandakan program tersebut aman dan baik.

Di ujung pertemuan, Ketua KPI Pusat mengingatkan kembali pada jajaran CEO dari Viva Group ini tentang amanah frekwensi yang diberikan kepada mereka untuk dikelola dengan benar. “Kita semua berharap, amanah pengelolaan frekwensi oleh TV One dan AN TV ini dapat mendukung bangsa ini ke arah yang lebih baik,” tegas Judha.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.