Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bersama 9 (sembilan) perguruan tinggi menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) tentang Survey  Indeks Kualitas program Siaran Televisi tahun 2015 di 9 (sembilan) kota besar di Indonesia, (DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Maluku, Bali dan Kalimantan Selatan), (26/2).  Survey ini dilakukan KPI untuk mendapatkan gambaran secara kualitatif tentang kualitas tayangan televisi sepanjang tahun 2015.

Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan, hasil dari survey yang melibatkan perguruan tinggi, KPI Daerah dan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia ini akan menjadi tolak ukur gambaran program televisi yang hadir di tengah masyarakat. “KPI akan menjadikan sebagai bahan evaluasi dan dasar pengambilan keputusan terhadap program siaran, baik dalam rangka penjatuhan sanksi ataupun pemberian apresiasi,” ujar Judha.

Dari survey ini, KPI juga akan mendapatkan masukan tentang program-program siaran televisi dari masyarakat yang tersebar di 9 (sembilan) provinisi. Sebagai lembaga negara independen yang lahir dari undang-undang penyiaran, KPI juga berkepentingan untuk memastikan penyiaran diselenggarakan sejalan dengan regulasi. KPI melihat hasil survey ini dapat mengurangi kesenjangan antara kebijakan televisi dalam menayangkan program siaran, harapan masyarakat tentang tayangan televisi yang berkualitas, serta arah  bagi terselenggaranya penyiaran sesuai regulasi.

Survey ini diharapkan dapat digunakan pula oleh lembaga penyiaran dalam menciptakan program-program yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. “Dari survey ini juga akan terlihat keselarasan penyelenggaraan penyiaran dengan amanat regulasi penyiaran,” tegas Judha. Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran secara tegas menyebutkan tentang asas, tujuan, fungsi dan arah penyelenggaraan penyiaran.

Sebagai kegiatan komunikasi massa, penyiaran memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Sedangkan penyelenggaraan penyiaran diantaranya bertujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera.

Jakarta - Tayangan Infotainment di televisi masih mengumbar aib pribadi dan konflik rumah tangga selebriti. Padahal Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat telah mengeluarkan surat edaran yang melarang hadirnya muatan-muatan dewasa pada infotainment, karena umumnya infotainment merupakan program siaran dengan klasifikasi Remaja (R).  Untuk itu, pada 23 Februari 2015, KPI Pusat mengeluarkan surat teguran kepada 12 infotainment yang tayang di televisi, yaitu:

1.    Seleb on Cam (Global TV)
2.    Fokus Selebriti (Global TV)
3.    Obsesi (Global TV)
4.    Go Spot (RCTI)
5.    Silet (RCTI)
6.    Hot Kiss (Indosiar)
7.    Kiss (Indosiar)
8.    Pose (MNC TV)
9.    Tuntas (MNC TV)
10.    Seleb Expose (Trans 7)
11.    Selebrita Pagi (Trans 7)
12.    Selebrita Siang (Trans 7)

Pada seluruh infotainment tersebut  didominasi bahasan mengenai perselingkuhan selebriti, kasus pelecehan seksual anak selebriti, serta konflik perseteruan selebriti. Bahkan, untuk kasus perselingkuhan selebriti antara Adam Suseno dengan Titin Karisma, KPI menemukan beberapa infotainment menjadikannya sebagai bahasan yang rutin dalam beberapa episode.

Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, menyayangkan sikap lembaga penyiaran yang tidak memperhatikan dengan baik surat edaran KPI tentang muatan infotainment. Dua belas infotainment yang mendapatkan teguran dari KPI Pusat tersebut telah melakukan pelanggaran yang berlapis atas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Diantaranya pelanggaran norma kesopanan dan kesusilaan, penghormatan terhadap hak privasi, perlindungan remaja serta penggolongan program siaran.

Judha menjelaskan, bahwa penempatan infotainment pada jam tayang Remaja (R), memiliki konsekuensi tunduk pada aturan tentang program siaran Remaja. “Itu berarti, tidak boleh menayangkan muatan dewasa,” ujar Judha. P3 & SPS secara tegas menyebutkan bahwa program siaran dengan klasifikasi Remaja (R), dilarang menampilkan materi yang mengganggu perkembangan fisik dan psikis remaja, seperti seks bebas, gaya hidup konsumtif, hedonistik dan/ atau horor. Karenanya, tayangan tentang perselingkuhan dengan pengakuan yang menggambarkan tentang hubungan sex bebas antara laki-laki dan perempuan di luar ikatan pernikahan, merupakan pelanggaran atas ketentuan program siaran Remaja (R).

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) menjatuhkan teguran tertulis kepada program Insert Siang yang tayang di Trans TV. Hal tersebut dilakukan KPI setelah menemukan adanya pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI tahun 2012 pada tayangan tanggal 8 Februari 2015 pukul 11.15 WIB.

Dalam program tersebut, Insert Siang menampilkan artis Cita Citata yang mengenakan busana bernuansa etnik Papua dan mengatakan kalimat yang tidak memberikan penghormatan kepada perbedaan suku dan ras. KPI juga menilai tayangan tersebut tidak memperhatikan norma kesopanan di dalam masyarakat yang sepatutnya dijunjung tinggi.

Dari hasil analisa dan pemantauan KPI, jenis tayangan ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan terhadap nilai-nilai kesukuan dan ras serta norma kesopanan. KPI juga menerima aduan dari masyarakat yang keberatan dengan ucapan yang muncul dalam tayangan ini. 

Pada surat sanksi administrasi yang disampaikan KPI Pusat kepada Direktur Utama PT.  Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV), menyebutkan bahwa tayangan ini melanggar pasal 6 dan pasal 9 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) Standar Program Siaran.

Ketua KPI Pusat Judhariksawan berharap, pihak Trans TV melakukan perbaikan terhadap program siaran tersebut agar sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS dan menjadikannya sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat teguran untuk Trans TV terkait pelanggaran pada program siaran “Insert Siang” yang ditayangkan oleh stasiun tersebut pada 8 Februari 2015 pukul 11.15 WIB. Demikian dijelaskan dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, Selasa, 17 Februari 2015.

Dalam surat disampaikan, program tersebut menampilkan Cita Citata yang mengenakan busana bernuansa etnik Papua dan berkata “cantik sih masih tetep, harus dicantikkin mukanye, nggak kaya Papua ‘kan?”

Anggota KPI Pusat Agatha Lily menilai, tayangan tersebut tidak mencerminkan penghormatan terhadap perbedaan suku dan ras serta tidak memperhatikan norma kesopanan di dalam masyarakat yang sepatutnya dijunjung tinggi. “Jenis tayangan ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan terhadap nilai-nilai kesukuan dan ras serta norma kesopanan,” katanya.

KPI Pusat memutuskan tayangan tersebut melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 6 dan Pasal 9 serta Standar Program Siaran Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1). Berdasarkan pelanggaran tersebut, KPI Pusat memberikan sanksi administratif Teguran Tertulis.

Diakhir surat teguran itu, KPI menekankan agar Trans TV melakukan perbaikan terhadap program siaran tersebut supaya sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS dan menjadikannya sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran.***

Bogor - Forum Rapat Bersama (FRB) antara Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI) memutuskan untuk mengadakan pertemuan khusus -- sebagai forum konsultasi -- dalam rangka menyelesaikan kasus-kasus proses perizinan. Hal ini dimaksudkan agar keputusan di FRB jelas dan memenuhi azas kepastian hukum.

“Kami menyambut gembira atas putusan ini. Kami berharap kasus-kasus yang muncul dapat satu-persatu terselesaikan, sehingga masyarakat dapat segera memperoleh manfaat dari kehadiran lembaga penyiaran di daerahnya”, ujar Azimah, Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran pada saat FRB di Gedung LIPI Bogor (17/2).

Penyelesaian kasus-kasus dalam proses perizinan ini memang memerlukan koordinasi yang intensif antara KPI dengan Kemenkominfo RI. Sebab berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran, kewenangan, tugas dan kewajiban antara KPI dengan Kominfo itu berbeda. Namun perbedaan tersebut dijembatani dengan adanya Nota Kesepahaman (MoU), Perjanjian Kerjasama dan dengan membentuk Tim Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal).

Amirudin yang juga merupakan komisioner bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran pun menambahkan, sejumlah kasus itu antara lain terkait dengan banyaknya lembaga penyiaran yang masih mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP)-Prinsip tetapi sudah mati dan belum mengurus Izin Stasiun Radio (ISR) untuk uji coba siaran. Juga soal keberadaan Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) yang belum memiliki Peraturan Daerah (Perda), atau sebaliknya sudah memiliki Perda, tetapi frekuensinya sudah dipakai LPP RRI sebagai stasiun relai.

Itu semua memerlukan penanganan khusus, agar segera mendapatkan kepastian. Sementara pelayanan perizinan memerlukan asas cepat, akurat, adil, dan akuntabel sebagaimana yang diinginkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Rachmat Widayana, Direktur Operasi Sumber Daya, Ditjen SDPPI Kominfo sepakat dengan Amirudin. “Prinsip cepat, tepat, mudah, dan berkekuatan hukum serta mensegerakkan untuk memberikan putusan (diterima/ditolak) atas permohonan IPP ini perlu terus menjadi kredo dalam pelayanan perizinan penyiaran,” tegasnya.

FRB 5 (lima) provinsi DKI, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, NTB dan Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Rachmat Widayana dan dihadiri oleh masing-masing KPID dan Balmon dari masing-masing perwakilan provinsi berlangsung lancar. (Int)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.