Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebaiknya melekat pada lembaga kepresidenan agar memiliki kelembagaan yang lebih kuat dari sekarang. Hal tersebut disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin, dalam acara diskusi terbatas tentang Revisi Undang-Undang Penyiaran: Relasi hubungan KPI Pusat dan KPI Daerah, di kantor KPI Pusat (12/3).

Irman menegaskan, KPI tidak boleh hanya hadir apa adanya di tengah masyarakat. Mengingat dalam kewenangan KPI melekat erat hak konsititusional warga negara yang harus dipenuhi, yakni hak informasi. “Secara prinsip, kehadiran KPI sangat penting, karena tidak ada yang dapat menggantikan tugas KPI dalam melakukan pengawasan pada dunia penyiaran”, ujarnya.

Jika melihat pilar-pilar bernegara demokrasi selama sepuluh tahun belakangan, Irman menilai banyak ditentukan oleh kamar pers dan penyiaran. “Karenanya harus ada lembaga yang mengawasi pers dan penyiaran guna mendukung tercapainya tujuan bernegara”, tambahnya. Irman melihat disinilah fungsi KPI yang tak tergantikan oleh lembaga manapun juga.

Irman mengusulkan agar dalam revisi undang-undang penyiaran, KPI berada di bawah Presiden. Namun, regulasi menyebut dengan tegas kewenangan dan tugas KPI, dan tidak adanya campur tangan lembaga manapun dalam hal independensi KPI. Dengan demikian, secara lembaga, KPI akan semakin kuat.

Mengenai relasi hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah, Irman menyarankan agar ditetapkan hubungan yang structural. “Struktur KPI saat ini sangat dipenuhi dengan paradigma otonomi daerah yang saat itu sedang menguat”, ujarnya. Padahal, di mata Irman, urusan penyiaran haruslah dilihat dengan kacamata Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Usulan Irman ini ditanggapi beragam oleh perwakilan KPI Daerah yang ikut hadir dalam diskusi terbatas itu. Pada prinsipnya, kalaupun relasi hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah menjadi struktural, tidak menegasikan peran KPI Daerah dalam menjaga khazanah budaya lokal untuk tetap hadir di penyiaran. 

Dalam kesempatan itu, hadir Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho, Koordinator bidang pengawasan isi siaran Rahmat Arifin, dan perwakilan KPID Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah dan Papua Barat.

Jakarta - Dalam rangka pengelolaan arsip daerah dan untuk Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Kearsipan, Komisi E DPRD bersama jajaran Pemerintah Daerah, Kepala Perpustakaan Daerah, dan Biro Hukum Pemda Jawa Timur mengunjungi KPI Pusat. Kunjungan itu dilakukan untuk mengetahui tentang pengelolaan arsip penyiaran dan pembahasan Raperda yang akan disahkan.

Kunjungan diterima oleh Kepala Bagian Umum KPI Pusat Henry A. R. Patandianan dan Asisten Komisioner KPI Pusat Arie Andyka.

Anggota Komisi E Jawa Timur Agus Dono mengatakan  arsip sering dianggap usang oleh banyak orang, padahal menurutnya, arsip adalah pijakan untuk melihat masa depan. "Arsip di sini juga terkait siaran dari Lembaga Penyiaran yang disimpan oleh KPID Jawa Timur," kata Agus di Ruang Rapat KPI Pusat, Selasa, 10 Maret 2015.

Di akhir acara diserahkan Raperda Penyelenggaraan Kearsipan ke KPI Pusat untuk meminta masukan terkait arsip penyiaran dari segi hukum.

Mataram –  Sekitar tujuh Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Barat akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung pada 2015. Ketua KPID NTB Sukri Aruman mengatakan peran serta Lembaga Penyiaran lokal masih minim dalam penayangan atau siaran yang bermuatan pendidikan politik bagi masyarakat.

Hal itu dikemukakan dalam dialog publik dengan tema, "Media dan Demokrasi" yang diselenggarakan oleh Gerakan Pemuda Anshor Kota Mataram, NTB, pada Sabtu, 7 Maret 2015. Dalam dialog itu juga menghadirkan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah NTB Suhardi Soud, Sekretaris PWI NTB Nasrudin Zein, dan Ketua  Pengurus NU Kota Mataram Fairuz Abu Macel. 

“Lembaga penyiaran lokal masih sebatas menjadi ajang kampanye dan masih sedikit perhatian pada siaran yang bermuatan pendidikan politik. Padahal itu kita harapkan mampu mengubah persepsi masyarakat dari pemilih irasional menjadi rasional. Itulah tugas penting Lembaga Penyiaran untuk mewujudkan siaran sehat, pemilih cerdas dan pemimpin berkualitas,” kata Sukri. Dalam dialog itu Sukri berharap KPU Daerah NTB bisa kembali berkoordinasi dengan KPI Daerah NTB dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait aturan teknis penyiaran Pilkada yang mengalami perubahan signifikan usai disahkannya Perppu Pilkada menjadi Undang-Undang Pilkada Langsung.

Sukri mengatakan, KPI Daerah NTB menyambut baik aturan baru terkait penyiaran Pilkada dan akan memberikan rekomendasi Lembaga Penyiaran mana saja yang boleh digunakan untuk kepentingan kampanye. “Khusus untuk keperluan kampanye di Lembaga Penyiaran, tentu kami tidak merekomendasikan penggunaan Lembaga Penyiaran Komunitas termasuk operator lokal TV kabel," ujarnya.

Dalam sistem demokrasi modern media massa sering disebut sebagai pilar ke empat demokrasi. Keberadaaan media diharapkan menjadi penyeimbang dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dengan posisi itu, menurut Sukri, Lembaga Penyiaran diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan menjunjung tinggi profesionalisme, netralitas dan independensi.

Lebih lanjut Sukri menjelaskan, tantangan terbesar demokratisasi penyiaran di Indonesia saat ini adalah konglomerasi media. Menurutnya, pengalaman Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014 adalah contoh buruk bagaimana publik terpolarisasi oleh kekuatan media siaran yang berafiliasi dengan kekuatan partai politik dan kandidat tertentu. " Ini sebuah ironi politik media dan tentunya harus dijadikan pengalaman berharga untuk menata kembali penyiaran menjadi lebih baik untuk kepentingan publik," ujar Sukri. 

Sementara itu Anggota KPU Daerah NTB Suhardi Soud mengatakan, lembaganya berkomitmen untuk melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan Bawaslu NTB dan KPI Daerah NTB untuk membahas lebih lanjut mekanisme pengawasan dan pemantauan sosialisasi maupun kampanye melalui media massa dan Lembaga Penyiaran lokal. “Tidak ada celah bagi KPU untuk bermain-main karena semuanya transparan dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Suhardi. (KPID NTB)

 

Jakarta - Anggota DPRD NTT mengunjungi Kantor KPI Pusat, Jakarta. Kunjungan dipimpin oleh Ketua Komisi I DPRD NTT, Kasintus Proklamasi Ebu Tho beserta anggota jajarannya. Kunjungan itu dalam rangka konsultasi tentang pergantian antarwaktu anggota KPID NTT.

Kunjungan diterima oleh Komisioner KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin dan  Kepala Bagian Umum Henry A. R. Patandianan. Menurut Rahmat pergantian antarwaktu anggota KPI sudah diatur dalam Peraturan KPI Tentang Kelembagaan KPI.

"Di dalamnya sudah diatur dalam dari mulai perekrutan, pergantian antarwaktu, hingga aturan kelembagaan KPI lainnya," kata Rahmat di Ruang Rapat KPI Pusat, Selasa, 10 Maret 2015.

Rahmat menjelaskan saat perekrutan oleh DPR/DPRD anggota komisioner terpilih memiliki urutan keterpilihan yang disesuai dengan raihan perolehan suara yang diterima. Untuk KPI Pusat, Komisionernya berjumlah sembilan orang sedangkan KPID sebanyak tujuh orang.

"Bila dalam masa periode berjalan, ada anggota KPID yang berhenti atau keluar, berarti yang menggantikan adalah nama yang ada pada urutan delapan yang dalam aturan sebagai cadangan dan pengganti antarwaktu," ujar Rahmat.

Dalam dialog tersebut Kasintus mengatakan konsultasi itu dilakukan untuk mendapatkan penjelasan yang pasti tentang aturan kelembagaan KPI. "Jangan sampai kami salah membuat keputusan dan bisa digugat di pengadilan," kata Kasintus.

Acara dialog diakhiri dengan tukar cinderamata khas NTT oleh Kansintus dan penyerahan cinderamata KPI oleh Komisioner Rahmat Arifin.

Ambon - Revisi undang-undang penyiaran harus memberikan penguatan kewenangan yang substantif kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam mengatur segala hal tentang penyiaran. Salah satunya dengan menjadikan undang-undang penyiaran sebagai undang-undang yang Lex Specialis, sehingga penyelesaian segala masalah yang muncul dalam dunia penyiaran selalu merujuk pada undang-undang tersebut.  Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Maluku, Edwin A Huwae, dalam  dialog khusus “Revisi Undang-Undang Penyiaran: Undang-Undang Penyiaran Sebagai Aturan yang Lex Specialis”, di TVRI Ambon (5/3). Dalam dialog tersebut hadir pula Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Akademisi IAIN Ambon Abu Bakar Kabakoran, dan Ketua KPID Maluku Aziz Tunny.

Menurut Edwin, dengan memberikan kewenangan yang substantif kepada KPI, akan menguatkan lembaga ini dalam menjaga muatan siaran televisi dan radio di tengah masyarakat. “Selama ini kita melihatnya tugas itu belum maksimal berjalan, padahal kepentingan kita di penyiaran sangat besar. Karena kalau muatan siaran baik, maka masyarakat juga baik,” ujarnya.

Dalam pandangannya, selama ini muatan di televisi hanya sekedar lolos gunting sensor pornografi di LSF. Namun mengenai hitungan edukasi dalam program-program televisi, tidak ada sensornya sama sekali. Untuk itu dirinya berharap KPI dan KPID Maluku juga tegas menindaklanjuti tayangan-tayangan yang tidak mendidik di penyiaran. “Edukasi penting dilakukan, selain kepada masyarakat yang mengonsumsi tayangan, juga kepada lembaga penyiaran agar hanya siarkan program berkualitas,” tegasnya.

“Saya berharap masyarkat  aman dari polusi penyiaran”, tambah anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini. Bagaimanapun juga masyarakat punya hak mendapatkan informasi yang berkualitas dan sesuai kebutuhannya. Selain itu, jam-jam- utama (prime time) sudah seharusnya hanya diisi dengan muatan yang mendidik, pungkas Edwin.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.