Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mendukung penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menata dunia penyiaran di Indonesia agar lebih baik lagi. Hal tersebut disampaikan Zulkifli saat menemui Komisioner KPI Pusat, yang melakukan audiensi di kantornya di Gedung Nusantara 5, Komplek DPR-MPR, Jakarta (3/11).

Dalam pertemuan tersebut, Zulkifli menilai harus ada langkah terobosan yang diambil KPI agar sanksi-sanksi yang dikeluarkan kepada lembaga penyiaran yang melanggar regulasi penyiaran dapat menimbulkan efek jera. “Harus ada sanksi yang lebih kuat dari sekedar sanksi administratif”, ujarnya.

Dari pengamatan politisi asal Lampung ini, penyiaran sekarang justru lebih banyak memunculkan perilaku negatif yang sebenarnya justru menghambat investasi asing di negara ini dan menimbulkan citra yang negative tentang Indonesia. Padahal, menurut Idy Muzayyad (Wakil Ketua KPI Pusat), penyiaran diarahkan untuk menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, memajukan kebudayaan nasional, menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa.

Sementara itu, komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Fajar Arifianto Isnugroho, menyampaikan tentang peluang penguatan KPI secara kelembagaan lewat revisi Undang-Undang Penyiaran. Pada DPR periode lalu, pembahasan revisi undang-undang penyiaran sudah dimulai, namun tidak selesai, ujar Fajar. Karenanya, KPI berharap agar Komisi I DPR RI pada periode 2014-2019 ini dapat menyelesaikan revisi undang-undang tersebut, sehingga tatanan penyiaran di Indonesia dapat berlangsung lebih baik lagi. Untuk itu, Zulkifli yang juga mendapat amanah di Komisi I DPR RI ini meminta KPI segera menemui pimpinan DPR RI dan ketua-ketua Fraksi di DPR untuk mendukung revisi undang-undang penyiaran dalam rangka penguatan kelembagaan KPI.

Dalam pertemuan tersebut, hadir pula Komisioner KPI Pusat koordinator bidang kelembagaan Bekti Nugroho, koordinator bidang pengawasan isi siaran Rahmat Arifin, komisioner bidang pengelolaan struktur dan system penyiaran Danang Sangga Buwana dan komisioner bidang pengawasan isi siaran Agatha Lily, didampingi Sekretaris KPI Pusat Maruli Matondang. (Ira)

Jakarta – KPI Pusat terus mengasah kemampuan para analis pemantauan langsung isi siaran dengan pelatihan pendalaman materi dan aplikasi penerapan P3 dan SPS KPI. Pelatihan yang berlangsung di Hotel PP University, Cisarua, selama dua hari mulai 30 - 31 Oktober 2014, memberikan berbagai aspek pelatihan terkait penilaian analisa yang objektif terhadap tayang yang ditayangkan stasiun televisi dan radio dalam hal Jurnalistik, Perlindungan Anak, Pemilu, Sara dan kekerasan ditinjau dari sisi legal aspek.

Pelatihan ini, menurut Ketua bidang Isi Siaran sekaligus Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, untuk mempertajam analis dalam melakukan mapping berbagai program acara televisi yang di pantau. Selain itu, untuk meningkatnya kualitas temuan indikasi pelanggaran sesuai dengan apa yang diisyaratkan dalam P3&SPS. “ Ini juga untuk meningkatnya kualitas pengawas saat melaksanakan pengawasan isi siaran televisi dan radio,” katanya.

Peserta yang berjumlah 55 orang dilatih secara langsung narasumber dari dalam maupun luar antara lain Judhariksawan (Ketua KPI), Idy Muzzayad (Wakil Ketua KPI Pusat), S. Rahmat Arifin (Komisioner KPI Pusat), Agatha Lily (Komisioner KPI Pusat), Danang Sangga Buwana (Komisioner KPI Pusat) dan Harsiwi Achmad (Praktisi/Direktur Program SCTV).

(Dari kiri ke kanan) Ketua KPI Daerah Jawa Barat Jawa Barat Neneng Athiyatul Faiziyah, Komisioner KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, Ketua Umum ATVSI Erick Thohir, dan Ketua KPI Pusat Judhariksawan. Kunjungan ke stand booth KPI Pusat usai membuka acara Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 2014, Rabu, 29 Oktober 2014. Pelaksanaan acara berlangsung di Kawasan Terpadu Trans Studio, Bandung, Jawa Barat selama tiga hari, 29-31 Oktober 2014.

Salah satu brosur yang ditampilkan dalam stand booth KPI Pusat dalam IBX 2014. Selain brosur, petugas stand juga memfasilitasi tanya jawab dan obrolan seputar penyiaran.

Tanya jawab dari siswa saat mampir di stand booth KPI Pusat dalam acara IBX 2014.

Obrolan dan diskusi penyiaran bersama pengunjung di stand both KPI Pusat dalam area IBX 2014.

Foto bersama usai dialog dan tanya jawab seputar penyiaran bersama petugas di stand KPI Pusat.

Suasana stand booth KPI Pusat di area IBX 2014. 

Bandung - Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan perlunya rekonstruksi ulang penyiaran dalam era konvergensi media saat ini. Menurutnya, perkembangan teknologi dan informasi saat ini sudah membawa kemudahan akses konten penyiaran hanya melalui internet. Ia mencontohnya begitu gampangnya mencari live streaming saluran televisi berjaringan Indonesia.

"Ada perkembangan teknologi dan informasi, khususnya internet. Dalam internet ini ada penyiaran yang mudah diakses siapa saja. Dengan adanya konvergensi ini membuat kita perlu mengkaji ulang. Kita tidak bisa terus seperti penyiaran sekarang ini," kata Judhariksawan saat menyampaikan materinya dalam seminar "Ekosistem untuk Konvergensi Media di Indonesia", Rabu, 29 Oktober 2014 di Ruang Teater Kabayan, Kawasan Trans Studio, Bandung, Jawa Barat. Sesi seminar itu adalah bagian dari pelaksanaan Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 2014.

Perkembangan teknologi dan informasi saat ini, bukan berarti tanpa persoalan. Menurut Judha, persoalan penyiaran dan konververgensi ini memiliki cakupan yang luas. Mulai dari persoalan sosial, regulasi, dan yang lainnya.

"Dari segi sosial, akan ada behavior yang berubah, mulai dari sifatnya yang interaktif, unsur kepercayaan yang harus terus diverifikasi atas siapa yang mempublikasi di sosial media, etika, saling mengghargai," ujar Judha. Selain itu, menurut Judha, meski perkembangan teknologi dan informasi terus berkembang, untuk kondisi Indonesia akan tetap ada kesenjangan digital atau konvergensi media itu sendiri, "Entah itu karena kesenjangan digital atau karena kesenjangan pengetahuan. Hal-hal itu juga perlu kita perhatikan ke depan."

Lebih lanjut Judha menjelaskan, dengan konvergensi media dan perkembangan teknologi digital ke depan akan banyak persoalan yang harus diselesaikan. Di antaranya pemetaan masalah dan kebutuhan, perlunya penataan sistem pendukung dan regulasinya. Bagian regulasi ini, menurut Judha, perlu dilihat apakah akan menjadi wewenang tambahan KPI atau justru akan berkurang.

"Atau akan seperti apa? Kita lihat nanti dalam revisi UU Penyiaran yang belum disahkan dan ini menjadi tugas pemerintahan yang baru," ujar Judha.

Pemateri lain dalam "Sistem untuk Konvergensi Media di Indonesia" juga diisi oleh Dirjen PPI Kominfo Kalamullah Ramli dan wartawan senior Ninok Leksono yang juga Rektor Universitas Multimedia Nusantara.

Dalam paparannya, Ramli menjelaskan konvergensi juga perlu diimbangi dengan kebijakan dan regulasi, serta perangkat pendukung lainnya. Menurut Ramli, konvergensi media saat ini sudah menggabungkan antara penyiaran dan Telekomunikasi. "Ada telekomonikasi, ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan ada penyiaran. Saya membayangkan bagian-bagian itu menjadi satu. Tapi nanti kita lihat ke depan seperti apa," kata Ramli.

Sedangkan Ninok Leksono menjelaskan, konvergensi media dan perkembangan teknologi dan informasi saat ini membuat adanya perubahan  proses dan sistem dalam jurnalisme. Menurut Ninok, unsur kecepatan adalah salah satunya. Namun menurut Ninok, meski laju perkembangan teknologi dan informasi begitu pesat, menurutnya hal-hal yang menjadi pedoman dasar jurnalisme masih akan tetap menjadi acauan.

"Ini seperti bagaimana jurnalisme mengedepankan keberanaran dalam pemberitaannya, kemudian mengedepankan kepentingan kepentingan umum, dan hal-hal mendasar lainnya," kata Ninok.

Bandung - Perkembangan teknologi dan informasi memberikan dampak perubahan kultur dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal media, kini masyarakat tidak lagi menikmati dan menggunakan media dalam bentuk satu arah. Namun dengan satu perangkat sudah bisa mendapatkan dan menikmati kemudahan akses media dan informasi serta bisa interaktif langsung di dalamnya. 

Dalam posisi ini, penyiaran harus dapat menyesuaikan  perkembangan zaman. Sementara saat ini penyiaran masih menggunakan UU No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran sebagai acuan. Dengan perkembangan teknologi, perlunya menata ulang dan membuat konsep sistem penyiaran dapat diimplementasikan sesuai dengan perkembangan teknologi dan informasi dan teknologi digital. 

Hal itu diungkapkan Ketua KPI Pusat Judhariksawan pada pembukaan Workshop Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Bidang pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran yang mengangkat tema “Menata Sistem Penyiaran di Era Konvergensi Media” yang berlangsung di Hotel Ibis, Bandung, Jawa Barat, Rabu, 29 Oktober 2014.

Acara workshop KPI Pusat itu dihadiri oleh Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat, H. Deddy Mizwar. Dalam sambutannya Deddy mengatakan, perkembangan teknologi dan informasi di era masyarakat modern dewasa ini telah menempatkan informasi sebagai salah satu kebutuhan utama masyarakat. Menurut Deddy, kegiatan penyiaran yang merupakan bagian dari kegiatan informasi dan komunikasi massa menjadi komoditas penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Deddy menjelaskan, kehidupan penyiaran nasional masih dihadapkan pada pelayanan dan pemberian izin pendirian lembaga penyiaran yang masih belum berpihak pada publik dan lemahnya kesadaran dan kepatuhan Lembagapenyiaran terhadap azas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran yang diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). 

"Akibatnya banyak pelanggaran ketertiban penggunaan frekuensi penyiaran yang menyebabkan izi siaran cenderung mengabaikan kualitas serta memberikan dampak negatif dalam siarannya," kata Deddy.

Dengan demikian, menurut Deddy, KPI dituntut dapat menjalankan peran dan fungsinya secara optimal sebagai lembaga independen yang merepresentasikan kepentingan publik sesuai dengan tugas dan kewenangannya dalam mengawal P3SPS. Lebih lanjut Deddy menjelaskan, dalam kondisi seperti saat ini, kehadiran Lembaga Penyiaran Publik (LPP) dan Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) sangat diharapkan untuk mengambil peran penting dalam penyebaran informasi, terutama di wilayah lokal sehingga menghasilkan informasi yang adil, merata dan seimbang sesuai dengan amanah UU Penyiaran. 

Diskusi dan workshop yang merupakan rangkaian kegiatan Indonesia Broadcasting Expo 2014 yang menghadirkan sejumlah narasumber berkompeten serta peserta dari seluruh elemen masyarakat dan KPID se-Indonesia. (Int)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.