Denpasar - Kemauan politik yang kuat dibutuhkan dalam memayungi semua kepentingan yang berada dalam ekosistem penyiaran, baik itu kepentingan publik ataupun kepentingan bisnis. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menilai, keberpihakan terhadap lembaga penyiaran lokal, termasuk di dalamnya televisi lokal, harus ditunjukkan dalam bentuk regulasi atau kebijakan dari pemerintah daerah. Semisal, mengutamakan penempatan iklan di televisi lokal untuk setiap promosi yang dilakukan pemerintah daerah atau pabrik dan industri yang tumbuh di daerah. Hal tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat Ubaidillah, saat ulang tahun Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) ke-21 yang dilangsungkan di Denpasar, (24/8).

Jika mencermati undang-undang penyiaran yang masih berlaku saat ini, ujar Ubaidillah,  semangatnya adalah untuk menghidupkan desentralisasi informasi di bidang penyiaran, yang terejawantah dalam keberagaman konten dan juga keberagaman kepemilikan. 

Dengan keberagaman tersebut, kita berharap industri penyiaran di daerah dapat tumbuh. Mulai dari lapangan pekerjaan yang dapat menyerap sumber daya manusia secara signifikan, kegiatan ekonomi yang tercipta, dan juga menguatnya konten lokal baik melalui televisi lokal atau pun penerapan alokasi sepuluh persen konten lokal untuk lembaga penyiaran swasta (LPS) televisi yang bersiaran secara jaringan. Ini adalah harapan ideal yang ditumpukan dalam undang-undang penyiaran. Bahwa melalui dunia penyiaran, selain menumbuhkan ekonomi, juga menguatkan semangat demokrasi bangsa ini dengan keberagamannya, tambah Ubaidillah. 

Tentang keberlangsungan televisi lokal di era digital, KPI Pusat berharap, dapat tetap hadir di tengah publik, sebagai penopang demokrasi. “Bagaimana pun juga, televisi lokal yang mengenal dengan baik kondisi dan juga potensi masing-masing daerah,” ucapnya. Selayaknya, televisi lokal juga, baik itu swasta dan komunitas, yang digandeng pemerintah ataupun kalangan swasta dalam melakukan diseminasi informasi kepada publik, termasuk menyampaikan dan memotret realitas sesungguhnya di daerah. 

Ubaidillah juga menegaskan, KPI Pusat dalam berada dalam posisi yang menginginkan setiap lembaga penyiaran tetap berdiri tegak dan hadir memberikan informasi yang layak kepada publik. Hingga saat ini KPI melihat bahwa lembaga penyiaran masih menjadi sentrum informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, kalau pun kekeliruan ada mekanisme yang formal untuk teguran dan koreksi. “Sehingga di televisi dan radio dapat dipastikan publik atau masyarakat terlindungi dari potensi tersebarnya hoax, fitnah dan ujaran kebencian yang menyebabkan keterbelahan sosial,” pungkasnya.

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi administratif untuk Program Siaran Jurnalistik “Indonesia Update” yang ditayangkan Kompas TV pada 21 Juli 2023. Dalam program tersebut, KPI menemukan adanya pemberitaan tentang “Ayah Tiri Perkosa Anak Hingga Hamil 2 Bulan”, yang memuat identitas berupa wajah pelaku kejahatan seksual yang merupakan ayah tiri dari korban. 

Atas temuan terhadap pelanggaran ini, Rapat Pleno KPI Pusat memutuskan memberi Sanksi Administratif Teguran Tertulis yang tertuang pada  Keputusan KPI Pusat Nomor 29 Nomor 29 tahun 2023. Merujuk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI 2012, program jurnalistik wajib mengikuti aturan penyamaran gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya. 

Tulus Santoso, selaku anggota KPI Pusat yang juga koordinator bidang pengawasan isi siaran mengatakan, pelanggaran seperti ini selayaknya dijadikan pelajaran bagi lembaga penyiaran yang lain. Bahwa aturan kita di P3SPS, sudah sangat jelas mengatur tentang penyamaran wajah dari pihak yang terkait dengan kejahatan seksual, baik itu korban atau pun pelakunya. Hal ini tentu bukan tanpa alasan, aturan seperti ini dibuat. “Selain bertujuan menghormati hak-hak yang terlibat dalam kasus hukum, juga melindungi masa depan dari para korban kejahatan seksual,” ujar Tulus. 

Dia memahami adanya niatan lembaga penyiaran memberi informasi ke publik untuk lebih waspada terhadap kasus kejahatan seksual. “Ada baiknya, lembaga penyiaran pun mengedukasi publik tentang jalur hukum yang dapat ditempuh untuk mendapatkan perlidungan ketika menghadapi kasus yang serupa,” ujarnya. Sehingga, selain memberikan kewaspadaan pada masyarakat, juga menunjukkan solusi yang diberikan negara dalam melindungi warga negara pada kasus-kasus seperti ini.

Jakarta - Lembaga penyiaran, baik televisi dan radio, diharapkan mengambil peran yang signifikan dalam pengelolaan informasi lingkungan. Peran tersebut menjadi bentuk kontribusi lembaga penyiaran atas degradasi ekologis yang melanda sejumlah daerah di Indonesia. 

Pesan ini disampaikan Ubaidillah, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat saat Diskusi Terbatas tentang Postur Penyiaran Yang Kompetitif di Era Digital, yang diselenggarakan Sekretariat Wakil Presiden, (15/8). “Kami meminta lembaga penyiaran menerapkan ecobroadcasting. Televisi dan radio harus menjembatani informasi mengenai lingkungan secara berkelanjutan, termasuk juga pola hidup yang ramah lingkungan ke masyarakat,” ujarnya. 

 

Terkait konten yang disajikan, Ubaidillah berharap, pengelolaan konten tidak sekedar memberikan peristiwa dan dampaknya, tapi juga langkah mitigasi dan solusi. “Media harus dapat mengonstruksi masyarakat secara komprehensif, atas isu lingkungan. Jangan hanya kulitnya, tapi juga isinya. Tidak sekadar memantik histeri publik, tapi juga solusi dan mitigasi,” lanjutnya.  

Dalam rangkaian Harsiarnas dan Rakornas 2023 di Bintan, Kepulauan Riau, KPI secara simbolik mengajak penyiaran agar ramah terhadap lingkungan, lewat kegiatan penanaman mangrove. Penanaman tersebut bukan sebatas seremonial belaka. “Namun merupakan ajakan kepada lembaga penyiaran untuk merefleksikan peran-peran signifikan terhadap isu lingkungan,” pungkasnya. 

 

 

Medan –  Meningkatnya jumlah lembaga penyiaran pasca migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital, berdampak pada makin meluasnya pengawasan yang harus dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Untuk itu, KPI harus dibantu publik termasuk juga mahasiswa dalam melakukan pengawasan atas konten siaran di televisi dan radio, agar senantiasa sehat dan mencerdaskan. Hal ini disampaikan Meutya Hafid, Ketua Komisi I DPR RI saat dalam Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) di Universitas Sumatera Utara, (20/8).

Mahasiswa berkepentingan untuk mendapatkan konten siaran yang sehat di televisi dan radio. “Ilmu sesungguhnya tidak hanya yang kita dapat di kampus, tapi ilmu adalah apa yang kita masukkan ke dalam diri kita dari tayangan dan tontonan,” ujar Meutya. Siapa yang membuat sehat siaran, selain KPI, adalah kita sendiri. Bagaimana kita menonton dan apa yang kita tonton, sedikit banyak akan ikut membentuk pola pikir kita, tambahnya.

Kemajuan anak-anak muda di luar negeri juga salah satunya karena media yang dikonsumsi mengandung nilai-nilai yang baik dan positif. Kepada mahasiswa baru di Universitas Sumatera Utara angkatan 2023-2024, Meutya berharap akan lahir generasi muda yang cakap digital dan juga cerdas dalam mengolah konten media. 

GLSP di USU ini digelar bersamaan dengan penutupan kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2023. Turut hadir pula dalam acara tersebut Rektor USU Prof. Dr. Muryanto Amin, Ketua KPI Pusat Ubaidillah yang didampingi oleh tujuh anggota KPI Pusat lainnya, serta Ketua KPID Sumatera Utara Anggia Ramadhan.

Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat mengungkapkan tentang tren peningkatan konsumsi media saat ini. Berdasarkan hasil riset yang dipublikasi Januai 2023, konsumsi media di Indonesia semakin meningkat, ujar Ubaidillah. Peningkatan ini terjadi pada konsumsi media televisi yang diyakini sebagai dampak dilaksanakannya Analog Switch Off (ASO), dan juga konsumsi media lewat platform internet. 

Meningkatnya keterbukaan akses masyarakat atas informasi ini, menurutnya merupakan hal yang positif. Publik dapat mengakses dengan cepat konten informatif baik mengenai edukasi, kebudayaan dan lainnya. Di sisi lain, semakin banyak informasi yang didapatkan ada juga dampak negatif. “Akurasi informasi di sosial media sukar divalidasi,” tambah Ubaidillah. Akibatnya, pengguna sosial media mudah latah, gampang tersinggung dan tergiring oleh isu yang muncul di media sosial, hingga mengganggu kehidupan kita sebagai sesama anak bangsa. 

Ubaidillah mengutip pula pernyataan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2023 lalu yang menyatakan, demokrasi utamanya adalah keterbukaan informasi. Namun hal ini juga berdampak pada polusi budaya, lantaran memanfaatkan media sebagai lahan fitnah atau pun penyebaran kebencian. “Sehingga bangsa kita yang memiliki keluhuran nilai dan budaya, mulai kehilangan keadabannya,” tegas Ubaidillah. Pada kesempatan ini, KPI berharap, mahasiswa baru mendapatkan pencerahan tentang literasi. “GLSP diharapkan dapat menggugah kritisisme warga dan mahasiswa untuk dapat memilih dan memilah informasi, sehingga mampu mencerna konten media secara bijaksana,” pungkasnya. (Foto: KPI Pusat/ Syahrullah)

 

 

Lagoi -- Penyiaran memiliki fungsi yang luas dan penting dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tak hanya menyediakan informasi dan hiburan, penyiaran juga berfungsi sebagai perekat atau penghubung (konektivitas) antara masyarakat satu wilayah dengan wilayah lain yang ada di tanah air. 

Keberadaan penyiaran (siaran nasional dan lokal) juga penting bagi masyarakat di wilayah perbatasan. Selain menandakan kehadiran negara, hal ini akan menjamin keutuhan dan juga terjaganya kedaulatan NKRI. Tapi satu hal yang tak boleh diabaikan kualitas isi siarannya. 

Dalam diskusi interaktif “Merawat Wajah Beranda Bangsa Melalui Penyiaran yang Berkualitas” yang digelar sebelum acara puncak peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-90 di Lagoi, Bintan, Kepulauan Riau (Kepri), Sabtu (12/8/2023) lalu, Ketua KPI Pusat Ubaidillah, mengatakan tentang pentingnya penyiaran berkualitas di perbatasan. Langkah ini salah satu cara untuk menangkis dampak dari luberan siaran asing di wilayah perbatasan. 

“Kita melihat perbatasan itu sebagai beranda depan negara kita yang selalu terpapar luberan siaran asing. Posisi Kepri ini penting. Apalagi sekarang kita sudah analog switch off (ASO). Sekarang, lembaga penyiaran yang tumbuh di Kepri sudah banyak, jadi bisa mengimbangi konten dari negara lain,” jelasnya dalam diskusi tersebut.

Ubaidillah menambahkan bahwa kualitas siaran dapat ditumbuhkan melalui keberagaman konten. Keberagaman ini berupa kekayaan budaya dan Kepri memiliki komponen tersebut. 

“Saya kira dengan diversty of content, keberagaman konten juga bisa ditentukan. Apalagi sekarang sudah siaran digital, artinya kesempatan untuk menyiarkan konten-konten keberagaman semakin terbuka. Tidak hanya berita, tapi nilai-nilai lokal dan juga budaya lokal,” katanya.

Berdasarkan data KPID, jumlah TV digital yang bersiaran di wilayah layanan Kepri ada 28. Jumlah ini sudah melampaui jumlah lembaga penyiaran negara tetangga yang siarannya sampai ke Kepri. 

Sementara itu, Gubernur Kepri Ansar Ahmad menyebutkan, wilayah Kepri terdiri atas 2408 pulau. 370 diantaranya pulau berpenghuni dan terdapat 22 pulau letaknya di wilayah terdepan. Karena berbatasan langsung dengan negara tetangga, wilayah Kepri paling banyak terpapar siaran asing.

Karenanya, lanjut Gubernur, dibutuhkan akses siaran (digital) yang memadai. Sehingga masyarakat di wilayah-wilayah sulit siaran dapat dijangkau. “Maka tidak ada kata lain kecuali memenuhi kebutuhan-kebutuhan jaringan informasi itu agar tersedia cukup dan baik,” pintanya. 

Dia juga menekankan pentingnya penyiaran yang berkualitas. Bahkan, kebutuhan ini sama halnya dengan prosperity approach (pendekatan kesejahteraan). Menurutnya, pendekatan ini akan membangun sense of belonging (rasa memiliki) dan sense of responsibility (rasa tanggungjawab) pada masyarakat di perbatasan. Secara sadar rasa ini membentuk semangat mereka untuk menjaga kedaulatan negaranya dengan sungguh-sungguh.

“Maka ini sebenarnya momentum hari penyiaran nasional ini penting dilaksanakan di Kepri,” ujar Ansar Ahmad. 

Di sisi lain, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI Budi Arie Setiadi mengatakan, di era digitalisasi batas-batas digital negara semakin samar. Tumpang tindih konten menjadi hal yang lumrah. Untuk itu, menurutnya yang perlu ditekankan adalah kualitas konten itu sendiri.

“Saya yakin dengan kekuatan dan kearifan kebudayaan kita yang tangguh. Juga dengan KPI yang menjaga dari konten negatif. Kita optimis dengan diselenggarakannya Harsiarnas di perbatasan, di Kepri. Dengan konten-konten lokal berkualitas, bisa menambah semangat dan motivasi makin digital, makin maju,” ujarnya.

Menkominfo menambahkan, dibandingkan daerah perbatasan lain di Indonesia, Kepri menjadi wilayah terdepan dengan level persaingan yang ketat dengan negara tetangga. Untuk itu, ia mengapreasiasi penyelenggaraan Hasiarnas di Kepri.

“Diselenggarakannya Harsiarnas di Kepri, selain untuk membangun penyiaran yang ramah, bermartabat, dan berbudaya, juga memberikan kesan bahwa Kepri sebagai provinsi yang memiliki demografi pluralisme. Sebagai Indonesia mini, Kepri bisa memberi inspirasi Indonesia maju, dari Kepri untuk Indonesia,” papar Budi. ***/Foto: Agung R

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.