Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melakukan dialog dengan Radio Republik Indonesia (RRI). Bahasan dialog terkait quick count yang diselenggarakan RRI pada pelaksanaan pemilihan presiden 9 Juli lalu. Dalam pertemuan itu, rombongan RRI diterima oleh Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyat dan komisioner lainnya, yakni Fajar Arifianto Isnugroho, Rakhmat Arifin, dan Agatha Lily.

Saat membuka dialog, Idy mengatakan, pertemuan itu bukan pemanggilan RRI atau mempertanyakan hasil surveinya. Menurut Idy, ini tidak lain, karena simpang siur hasil perhitungan cepat RRI sudah bias dalam pemberitaan dari berbagai media. “Dengan pertemuan ini, kita ingin tahu seperti apa yang sebenarnya, bukan melalui pihak lain. Ini demi RRI selaku lembaga penyiaran publik, agar kami tahu duduk perkaranya,” kata Idy membuka pertemuan di Ruang Rapat KPI, Senin, 14 Juli 2014.

Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI Rosarita Niken Widiastuti mengatakan, heran dengan pemberitaan berbagai media akan hasil surveinya yang dianggap pesanan. Dia juga mengeluhkan tudingan berbagai kalangan, kalau hasil survei RRI dibiayai pihak sponsor. “Sejak pemilu legislatif kami melakukan perhitungan cepat dan tidak ada yang mempermasalahkan. Bahkan hasil survei kami saat itu mendekati hasil yang dilansir KPU,” kata Niken yang ditemani beberapa direktur program dan bagian teknologi RRI.

Niken menuturkan, sejarah quick count di RRI dilakukan bukan hanya pada Pemilu 2014. Dari penuturannya, quick cout yang dilakukan RRI dilakukan sejak pemilu 2009 yang konsepnya laporan cepat (quick report) pelaksanaan pemilu dan perhitungan suaranya di lokasi oleh reporter lapangan dan tiap tahun terus ditingkatkan.

Pada 2009, menurut Niken, relawan Quick Report RRI sebanyak 7000 orang yang menjangkau sebagian besar TPS seluruh Indonesia. “Saat itu hasilnya tidak akurat seperti pada pelaksanaa Pemilu tahun ini, ,” kata Niken. Niken menerangkan, RRI sejak saat itu terus memperbaiki sistem dan butuh lembaga khusus penelitian untuk mendukung program riset pendukung, “Setelah pelaksanaan quick report itu didirikan Pusat Penelitian, Pengembangan dan Diklat LPP-RRI. Itu sudah sebagai kebutuhan RRI akan perkembangan zaman. Jadi kalau ada yang bilang quick count kami dadakan dan disponsori pihak luar, itu salah.”

Dalam penjelasan Niken, RRI selaku lembaga penyiaran milik publik netral, baik dalam pemberitaan hingga quick count. Dia mencontohkan tak segan menegur kepala program yang dalam satu sesi menyiarkan satu pasangan calon tanpa diikuti dengan pesaingnya. “Dalam iklan juga harus sama. Kalau hanya satu calon, mending ditunda sampai masuk materi iklan dari kedua pasangan calon. Quick count juga sesuai kaidah ilmiah. Saya jamin netralitas RRI. Kami siap dipanggil dan diaudit siapapun untuk pemberitaan dan quick count,” papar Niken.

Di akhir dialog, Wakil Ketua KPI Idy Muzayyad mengapreasiasi upaya netralitas yang dilakukan RRI selama pelaksanaan pemilu 2014. “Usaha-usaha itu seharunya yang perlu diketahui publik. Dengan penjelasan seperti ini kami juga jadi tahu situasinya,” ujar Idy.

Pekanbaru - Komisi Penyiaran Indonesia kembali melaksanakan kegiatan Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) terhadap 19 lembaga penyiaran radio dan televisi. Kegiatan berlangsung  di Hotel Grand Zuri, Pekanbaru, Riau, 10-12 Juli 2014. EUCS ini merupakan tahapan terakhir bagi lembaga penyiaran sebelum memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran Tetap (IPP Tetap).
Pelaksanan EUCS kali ini didominasi dari peserta lembaga penyiaran berlangganan bila dibandingkan dari jenis lembaga penyiaran lainnya, yakni 10 lembaga penyiaran TV Kabel, sisanya, 6 Lembaga Penyiaran Swasta Radio, 1 Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) TV dan 2 Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) Radio.    

Banyaknya LPB yang menjadi peserta ini sempat mendapat perhatian Agatha Lily, yang juga komisioner Bidang Isi Siaran dan pimpinan tim EUCS. Lily mempertanyakan bagaimana upaya LPB dalam mengatasi persaingan ke depannya, terutama komitmen menjaga isi siarannya tetap berada pada koridor peraturan penyiaran. “Meskipun LPB bekerjasama dengan lembaga penyiaran lain atau penyedia konten, apapun yang disiarkan akan tetap menjadi tanggung jawab masing-masing LPB yang bersangkutan,” kata Lily. Ia pun mengingatkan agar lembaga penyiaran mematuhi UU Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Selain itu, menurut Lily, LPB harus melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan atau disalurkan.

Hal senada juga dikemukakan Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran Amirudin mengatakan, bahwa ada perbedaan secara filosofi antara TV Kabel dengan TV Free to Air. TV Kabel itu bebannya terletak pada penontonnya, sementara kalau Free to Air, bebannya pada TV itu sendiri melalui iklan. “Tetapi bukan berarti kalau penonton yang membayar lantas TV bisa sewenang-wenang memberikan hiburan lewat kanal-kanalnya secara bebas. Tetap ada suatu kewajiban untuk melindungi khalayak. Sensor internal menjadi wajib keberadaannya bagi LPB,” ujar Amir.

Sedangkan Ketua KPID Riau Zainul Ikhwan mengatakan, agar lebih menekankan pentingnya panduan yang dikeluarkan masing-masing LPB untuk pelanggan. Menurutnya, panduan ini strategis sebagai acuan pelanggan untuk mengetahui beberapa hal, seperti: profil, nomor kontak, nomor rekening pembayaran, nomor pengaduan, alamat, jadwal dan daftar program acara, parental lock, dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya pembinaan dan penanggulangan preventif bagi penonton LPB.

Kewajiban lembaga penyiaran untuk tunduk terhadap UU Penyiaran dan P3SPS juga berlaku bagi semua peserta EUCS sebagai syarat utama untuk mendapatkan IPP Tetap. Dengan demikian KPID Riau pun siap melakukan pembinaan dalam bentuk inhouse training P3SPS bagi seluruh lembaga penyiaran yang ada di Provinsi Riau. (Int)

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan tentang potensi pelanggaran terhadap pasal 36 (5) huruf a Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang berbunyi: “Isi siaran dilarang: a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau berbohong.”dalam penyiaran quick count, real count, atau klaim kemenangan dari calon presiden dalam Pemilihan Presiden 2014. Demikian disampaikan Ketua KPI Pusat Judhariksawan, di kantor KPI Pusat, di Jakarta (11/7).

Penayangan informasi quick count terus menerus dan berlebihan telah mengakibatkan munculnya persepsi masyarakat tentang hasil pemilihan presiden yang berpotensi menimbulkan situasi yang tidak kondusif. Padahal quick count yang berasal dari lembaga-lembaga survei saat ini menghasilkan perbedaan hasil yang signifikan disebabkan oleh sejumlah hal yang perlu diuji keabsahannya. Di sisi lain, lembaga penyiaran mempunyai kewajiban untuk menyiarkan data yang akurat di tengah masyarakat, agar tidak terjadi penyesatan informasi. Sedangkan untuk real count merupakan kewenangan penuh dari penyelenggara Pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum. Lembaga Penyiaran tidak pantas menyiarkan hasil yang diperoleh selain dari KPU, karena tentu saja informasi tersebut menyesatkan masyarakat.

KPI juga menilai bahwa siaran klaim kemenangan sepihak dari pasangan calon presiden dan calon wakil presiden serta pemberian ucapan selamat merupakan penyesatan informasi. Masyarakat seakan dipaksa menerima seolah-oleh proses pemilihan presiden ini telah selesai dan negeri ini sudah memiliki presiden baru. Padahal, hasil dari proses demokrasi langsung ini baru diumumkan oleh KPU pada 22 Juli mendatang.

Oleh karena itu seluruh lembaga penyiaran harus  menghentikan siaran quick count, real count,  klaim kemenangan dan ucapan selamat secara sepihak kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sampai tanggal 22 Juli 2014. Langkah ini diambil KPI dengan pertimbangan kepentingan publik yang lebih besar dan menjaga integrasi nasional. KPI juga memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya terhadap lembaga penyiaran yang berusaha netral dan tidak lagi menyiarkan hasil quick count, real count dan saling klaim kemenangan serta mengucapkan selamat kepada salah satu calon. Selain itu KPI juga meminta lembaga penyiaran turut membantu KPU agar dapat bekerja dengan tenang menyelesaikan tugasnya menyelesaikan semua proses pemilu.

KPI mengingatkan bahwa lembaga penyiaran menggunakan frekuensi yang merupakan sumber daya alam terbatas yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Sehingga lembaga penyiaran tidak boleh menyampaikan muatan siaran yang mengarah pada adu domba, merusak integritas berbangsa dan bernegara, serta  cenderung membela kepentingan golongan dan kelompok tertentu.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan tentang potensi pelanggaran terhadap pasal 36 (5) huruf a Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang berbunyi: “Isi siaran dilarang: a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau berbohong.”dalam penyiaran quick count, real count, atau klaim kemenangan dari calon presiden dalam Pemilihan Presiden 2014. Demikian disampaikan Ketua KPI Pusat Judhariksawan, di kantor KPI Pusat, di Jakarta (11/7).


Penayangan informasi quick count terus menerus dan berlebihan telah mengakibatkan munculnya persepsi masyarakat tentang hasil pemilihan presiden yang berpotensi menimbulkan situasi yang tidak kondusif. Padahal quick count yang berasal dari lembaga-lembaga survei saat ini menghasilkan perbedaan hasil yang signifikan disebabkan oleh sejumlah hal yang perlu diuji keabsahannya. Di sisi lain, lembaga penyiaran mempunyai kewajiban untuk menyiarkan data yang akurat di tengah masyarakat, agar tidak terjadi penyesatan informasi. Sedangkan untuk real count merupakan kewenangan penuh dari penyelenggara Pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum. Lembaga Penyiaran tidak pantas menyiarkan hasil yang diperoleh selain dari KPU, karena tentu saja informasi tersebut menyesatkan masyarakat.
 
KPI juga menilai bahwa siaran klaim kemenangan sepihak dari pasangan calon presiden dan calon wakil presiden serta pemberian ucapan selamat merupakan penyesatan informasi. Masyarakat seakan dipaksa menerima seolah-oleh proses pemilihan presiden ini telah selesai dan negeri ini sudah memiliki presiden baru. Padahal, hasil dari proses demokrasi langsung ini baru diumumkan oleh KPU pada 22 Juli mendatang.
 
Oleh karena itu seluruh lembaga penyiaran harus  menghentikan siaran quick count, real count, klaim kemenangan dan ucapan selamat secara sepihak kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sampai tanggal 22 Juli 2014. Langkah ini diambil KPI dengan pertimbangan kepentingan publik yang lebih besar dan menjaga integrasi nasional. KPI juga memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya terhadap lembaga penyiaran yang berusaha netral dan tidak lagi menyiarkan hasil quick count, real count dan saling klaim kemenangan serta mengucapkan selamat kepada salah satu calon. Selain itu KPI juga meminta lembaga penyiaran turut membantu KPU agar dapat bekerja dengan tenang menyelesaikan tugasnya menyelesaikan semua proses pemilu.
 
KPI mengingatkan bahwa lembaga penyiaran menggunakan frekuensi yang merupakan sumber daya alam terbatas yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Sehingga lembaga penyiaran tidak boleh menyampaikan muatan siaran yang mengarah pada adu domba, merusak integritas berbangsa dan bernegara, serta  cenderung membela kepentingan golongan dan kelompok tertentu.


Ketua KPI Pusat



DR. Judhariksawan, SH., MH.

Pengumuman Uji Publik Calon Anggota KPID Kalimantan Selatan
Periode 2014-2017

Dengan ini diumumkan, nama-nama calon anggota KPID Kalimantan Selatan 2014-2017 yang termasuk dalam proses Uji Publik sebagai berikut:
1.    Hesly Junianto, S.H., MH
2.    Atika Rusli, S.IP., M.Si.
3.    Barmawi, SE., S.Pd., M.I.Kom
4.    Favi Aditya Ikhsan
5.    Muhammad Riza Abqary, S.IP
6.    Wawan Wirawan, S.Pd.I
7.    Yuniarti, S.Pi
8.    Dr Ahmad Syaufi, SH., MH
9.    Rahmadiansyah
10.    FDaddy Fahmanadie, SH., LL.M
11.    Hj Noor Dachliyanie Adul., SH., MH
12.    Muhammad Rizal Fahmi, S.Pd.I
13.    Yuniar Siska Novianti, ST.
14.    Ihsan Rahmani, S.Pd.I
15.    Muhammad Syaukani, ST., M.Cs
16.    Franky Glenn Valery Nayoan, SE, M.I.Kom
17.    Abdul Haliq, S.Sos., M.Si
18.    Sulisno, S.Sn., MA
19.    Marliyana, SP
20.    Muhayat, M.IT
21.    Drs Sayed Achmad, MM
22.    Drs Milyani MAP
23.    Drs Guperan Sahyar Gani, S.Pd
24.    Arif Mukhyar, M.Pun. Il.Law
25.    Muhammad Radini, S.H.I
Kepada masyarakat yang merasa keberatan terhadap nama-nama tersebut di atas dapat menyampaikan tanggapan dan masuka secara resmi (tertulis) kepada Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Selatan mulai tangggal 10 s/d 20 Juli 2014

Tim Seleksi Calon Anggota KPID
Kalimantan Selatan 2014-2017
Ketua


Drs Noor Hidayat Sultan

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.