SURABAYA - Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) yang digelar di Hotel Java Paragon, Surabaya pada Rabu – Kamis (11-12/06/2014) diikuti oleh 40 Lembaga Penyiaran. Jumlah itu menjadi EUCS dengan tingkat kepesertaan lembaga penyiaran terbanyak dalam sejarah perizinan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat Danang Sangga Buwana mengatakan bahwa Lembaga Penyiaran harus senantiasa mengemban amanat UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, di mana penyiaran niscaya diselenggarakan dengan tujuan terbinanya watak dan jati diri bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera.

Selain itu, Danang menegaskan pentingnya aspek legalitas perizinan bagi semua Lembaga Penyiaran, mengingat tidak sedikit lembaga penyiaran di Jawa Timur dan di berbagai daerah ditemukan berstatus ilegal. “Terpenting, lembaga penyiaran di daerah harus mempunyai komitmen untuk membangun khazanah kearifan lokal, baik dalam konteks pendidikan, budaya, ekonomi dan hiburan yang sehat, sekaligus sebagai kontrol dan perekat sosial,” kata Danang di hadapan peserta EUCS.

Sementara itu, Komisioner Bidang Kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho mengingatkan agar lembaga penyiaran harus memiliki sistem sensor internal (self regulation) sebagai pedoman internal dalam membuat program siaran dan penayangannya. “Self regulation ini merupakan batasan-batasan yang dibuat pengelola lembaga penyiaran dan diberlakukan internal, tentang apa yang boleh dan tidak boleh dalam pembuatan program siaran dan apa saja yang tidak pantas untuk ditayangkan. Ini penting terutama bagi lembaga penyiaran yang sudah mendapatkan Ijin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) Prinsip,” ujar Fajar.

Harapannya, lanjut Fajar, saat EUCS lembaga penyiaran siap dengan self regulation dan ketika mendapatkan IPP Tetap diharapkan lembaga penyiaran sudah mengimplementasikan etika penyiaran yang bersumber dari regulasi penyiaran. Untuk itu Komisi Penyiaran Indonesia harus menginisiasi agar lembaga penyiaran membuat dan memiliki self regulation. “KPI Daerah sebaiknya memfasilitasi lembaga penyiaran radio dan televisi membuat self regulation yang subtansinya bisa mengambil dari UU Penyiaran dan P3SPS,” terang Fajar. 

Senada dengan Fajar, Ketua KPID Jawa Timur Maulana Arief menegaskan, khusus bagi Lembaga Penyiaran Komunitas wajib membuat kode etik dan tata tertib untuk diketahui oleh komunitas dan masyarakat, sebab ini tercantum dalam UU Penyiaran. Dalam EUCS ini Ketua KPID yang kerap dipanggil Doni pun berharap agar KPI dan Kominfo menjadikan hal ini menjadi persyaratan perizinan yang bersifat perintah mandatory. (Int/ZL)

 


Denpasar - KPI Pusat memberi apresiasi kepada lembaga penyiaran lokal di Provinsi Bali yang secara serentak menyiarkan Puja Trisandya. "Penyiaran Puja Trisandya oleh lembaga penyiaran baik radio maupun TV merupakan salah satu bentuk kontribusi lembaga penyiaran mengangkat kearifan lokal dan ini perlu dilestarikan", demikian disampaikan Azimah Subagijo, Komisioner KPI Pusat 11/6 2014 di Badung, Bali dalam rangka Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS).

"Terkait Puja Trisandya ini, KPID Bali mewajibkan semua LP yang bersiaran di Bali untuk menyiarkan Puja Trisandya ini tiga kali sehari pada pukul 06.00, pukul 12.00, dan pukul 18.00 WITA" ujar Anak Agung Gede Rai Sahadewa, Ketua KPID Bali.

Namun demikian KPID Bali menyayangkan beberapa stasiun TV yang merupakan anak jaringan dari TV yang ada di Jakarta masih ada yang belum menyiarkan puja trisandya ini.

"Dalam waktu dekat kami akan panggil TV-TV jaringan yang belum menyiarkan Puja Trisandya tersebut, sekaligus kami akan ingatkan kewajiban mereka menyiarkan program lokal minimal 10% dari total waktu siaran," imbuh Sahadewa.

Dalam kesempatan EUCS di Provinsi Bali ini yang berlangsung tanggal 11-13 /6 2014 selain KPI Pusat dan KPID Bali, juga dihadiri oleh Ditjen PPI dan Ditjen SDPPI karena Kominfo serta UPT Balmon kelas II Denpasar.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lembaga Sensor Film terus mengintensifkan koordinasi untuk menyamakan pandangan dalam kaitan pengawasan dan pemantauan siaran khususnya  film, sinteron dan iklan di televisi. Hal itu dipertegas dengan pertemuan keduanya di kantor LSF di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa, 10 Juni 2014.

Menurut Komisioner KPI Pusat, Fajar Arifianto Isnugroho, pertemuan yang berkelanjutan diperlukan untuk mengikis perbedaan pandangan kedua lembaga khususnya untuk konten siaran. Urusan penyiaran tidak bisa egosektoral karena menyangkut banyak pihak. “KPI bisa bersinergi dengan lembaga lain untuk kontek penyiaran seperti yang kami lakukan dengan KPU, Bawaslu dan KIP untuk urusan Pemilu,” katanya.

Kerjasama dengan LSF, timpal Komisioner KPI Pusat lainnya, S. Rahmat Arifin, dinilai sangat penting karena tupoksinya yang tidak jauh berbeda dan karenanya dirinya berharapan kerjasama kedua lembaga terus diperkuat dari waktu ke waktu. “Kami berharap kerjasama KPI dan LSF semakin baik hingga nanti,” harap Rahmat di depan anggota LSF yang hadir dalam pertemuan itu.

Sementara itu, Anggota LSF, Djamalul Abidin Ass, menyambut gembira pertemuan kedua lembaga yang secara tugas banyak kesamaannya. Menurutnya, pertemuan seperti ini harus lebih intensif untuk mengubah egosektoral menjadi sebuah sinergi. “Ini menjadi pikiran kita juga,” katanya.

Dalam pertemuan itu, muncul pembahasan soal perlunya pertemuan khusus atau FGD para pemantau atau pengawas konten KPI dan LSF untuk penyamaan pandangan. “Kami ingin sekali mengadakan FGD antar pemantauan KPI dan LSF. FGD ini diharapkan mampu menciptkan titik temu,” papar Rahmat.

Pertemuan yang berlangsung cukup hangat itu, turut dihadiri Komisioner KPI Pusat, Bekti Nugroho, serta Anggota LSF lain seperti Rita Sri Hastuti, Johan Tjasmadi dan Diah Harianti. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyayangkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menetapkan lembaga-lembaga penyiaran yang menyiarkan secara langsung Debat Calon Presiden dan Calon Presiden. KPI menilai, seharusnya dalam menetapkan LP-LP tersebut, KPU melakukan koordinasi dengan KPI sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam hal penyiaran.

Komisioner KPI Pusat yang juga Koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Azimah Subagijo mengatakan, seharusnya KPU hanya memberikan hak penyiaran debat capres kepada lembaga penyiaran yang telah memiliki izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Berdasarkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, lembaga penyiaran yang berhak bersiaran di Indonesia melalui televisi maupun radio adalah: Lembaga Penyiaran Publik (LPP), Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK), Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) dan Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB). “Keempat jenis lembaga penyiaran ini sebelum menyelenggarakan kegiatannya, wajib mendapatkan izin penyelenggaraan penyiaran”, ujar Azimah. Sedangkan lembaga penyiaran asing, menurut pasal 30 ayat 1 Undang-Undang nomo 32 tahun 2002, dilarang didirikan di Indonesia.

Dalam keputusan KPU nomor 469/KPTS/KPU/Tahun2014 tentang Mekanisme Debat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Dalam Pemilihan Umum tahun 2014 menyebutkan pada debat kedua dengan tema pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial, disebutkan bahwa Bloomberg sebagai televisi yang akan menyiarkan acara debat tersebut. “Padahal, berdasarkan data yang ada di KPI, kami tidak mengenali Bloomberg sebagai lembaga penyiaran yang memiliki izin penyelenggaraan penyiaran di Indonesia,” ujar Azimah.

Untuk itu, KPI berharap KPU dapat lebih berkoordinasi dalam penentuan lembaga penyiaran yang menjadi mitra KPU terkait kampanye pemilihan presiden. Atas temuan ini, KPI Pusat sudah melayangkan surat resmi kepada KPU. “Harapan kami, hanya lembaga penyiaran yang telah memiliki izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) resmi saja yang dapat dilibatkan”, pungkas Azimah.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat teguran ke Metro TV dan TV One terkait pelanggaran atas perlindungan kepentingan publik dan netralitas dalam isi program siaran jurnalistik pada pemberitaan tentang pasangan Capres dan Wapres peserta Pilpres 2014 mendatang, Senin, 9 Juni 2014. KPI menilai kedua jenis pelanggaran tersebut berdasarkan jumlah durasi, jumlah frekuensi, dan tone (kecenderungan) pemberitaan untuk mengetahui implementasi dari prinsip-prinsip program siaran jurnalistik, khususnya prinsip adil dan berimbang pada obyek pemberitaan.

Ketua KPI Pusat Judharisawan, mengatakan ke dua stasiun televisi telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 11 dan Pasal 22 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 40 huruf a dan Pasal 71 ayat (1),(2) dan (3).

“Kami menemukan pelanggaran di TV One pada tanggal 4 Juni 2014. Kami juga menemukan pelanggaran yang sama pada tanggal 2 dan 3 Juni 2014. Sedangkan di Metro TV kami melihat pelanggaran pada tanggal yang sama dengan TV One,” jelasnya.

Menurut Judha, KPI Pusat telah mengirimkan surat peringatan No.1225/K/KPI/05/14 pada tanggal 30 Mei 2014 kepada lembaga penyiaran termasuk TV One dan Metro TV agar memperhatikan netralitas isi siaran yang telah diatur dalam Pasal 36 ayat (4) UU Penyiaran, Pasal 14 ayat (4) PP 50 Tahun 2005 serta prinsip-prinsip jurnalistik yang telah diatur dalam P3 dan SPS.

Selain itu, lanjut Judha, KPI dan Dewan Pers pada tanggal 2 Juni 2014 telah mengirimkan pernyataan bersama tentang independensi media penyiaran yang di dalamnya menyampaikan adanya temuan indikasi pelanggaran prinsip-prinsip independensi dan kecenderungan memanfaatkan berita untuk kepentingan kelompok tertentu di stasiun televisi.

Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat meminta kepada Metro TV dan TV One untuk tidak melakukan pelanggaran kembali mengingat KPI telah melakukan berbagai upaya agar seluruh lembaga penyiaran mematuhi  peraturan perundang-undangan dan P3 dan SPS khususnya dalam hal menjaga perlindungan kepentingan publik dan netralitas isi siaran.

Ditegaskan juga dalam surat teguran ke kedua stasiun televisi tersebut bahwa KPI Pusat akan merekomendasikan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melakukan evaluasi atas Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) masing-masing lembaga penyiaran jika ditemukan kembali pelanggaran. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.