Anak-anak harus menjadi prioritas perlindungan dan keamanaan. Mereka merupakan generasi penerus bangsa ini.Jakarta - Beberapa bulan terakhir, kekerasan yang menimpa anak-anak dan remaja semakin banyak jumlahnya dan semakin memprihatinkan bahkan kekerasan tersebut terjadi di sekolah dan lingkungan tempat tinggal yang seharusnya aman bagi anak-anak dan remaja. Sejumlah pihak menduga media khususnya televisi sebagai salah satu pemicu munculnya tindak kekerasan tersebut. Sepanjang tahun 2013 sampai dengan April 2014, KPI menerima sebanyak 1600-an pengaduan masyarakat terhadap program sinetron dan FTV yang dianggap meresahkan dan membahayakan pertumbuhan fisik dan mental anak serta mempengaruhi perilaku kekerasan terhadap anak.

Sejak 1 bulan lalu tepatnya tanggal 11 April 2014, KPI telah melakukan evaluasi program sinetron dan FTV yang disiarkan 12 stasiun televisi dalam rangka melakukan pembinaan. Dalam forum evaluasi tersebut hadir juga beberapa production house (PH) yang memproduksi program-program tersebut. Namun demikian, sampai dengan hari ini KPI masih menemukan sejumlah pelanggaran terhadap UU Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Pelanggaran tersebut meliputi:
1.    Tindakan bullying (intimidasi) yang dilakukan anak sekolah.
2.    Kekerasan fisik seperti memukul jari dengan kampak, memukul kepala dengan balok kayu, memukul dengan botol beling, menusuk dengan pisau, membanting, mencekik, menyemprot wajah dengan obat serangga, menendang, menampar dan menonjok.
3.    Kekerasan verbal seperti melecehkan kaum miskin, menghina anak yang memiliki kebutuhan khusus (cacat fisik), menghina orang tua dan Guru, penggunaan kata-kata yang tidak pantas “anak pembawa celaka, muka tembok, rambut besi, badan batako”.
4.    Menampilkan percobaan pembunuhan.
5.    Adegan percobaan bunuh diri.
6.    Menampilkan remaja yang menggunakan testpack karena hamil di luar nikah.
7.    Adanya dialog yang menganjurkan untuk menggugurkan kandungan.
8.    Adegan seolah memakan kelinci hidup.
9.    Menampilkan seragam sekolah yang tidak sesuai dengan etika pendidikan.
10.    Adegan menampilkan kehidupan bebas yang dilakukan anak remaja, seperti merokok, minum-minuman keras dan kehidupan dunia malam.
11.    Adegan percobaan pemerkosaan.
12.    Konflik rumah tangga dan perselingkuhan.

Bahkan program sinetron dan FTV kerap menggunakan judul-judul yang sangat provokatif dan tidak pantas, seperti: Sumpah Pocong Di Sekolah, Aku Dibuang Suamiku Seperti Tisu Bekas, Mahluk Ngesot, Merebut Suami Dari Simpanan, 3x Ditalak Suami Dalam Semalam, Aku Hamil Suamiku Selingkuh, Pacar Lebih Penting Dari Istri, Ibu Jangan Rebut Suamiku, Istri Dari Neraka aka Aku Benci Istriku.

Atas pelanggaran tersebut KPI menyatakan 10 sinetron dan FTV BERMASALAH dan TIDAK LAYAK DITONTON:
1.    Sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda – RCTI
2.    Sinetron Pashmina Aisha – RCTI
3.    Sinetron ABG Jadi Manten – SCTV
4.    Sinetron Ganteng-Ganteng Serigala – SCTV
5.    Sinetron Diam-Diam Suka – SCTV
6.    Sinema Indonesia – ANTV
7.    Sinema Akhir Pekan – ANTV
8.    Sinema Pagi – Indosiar
9.    Sinema Utama Keluarga – MNC TV
10.    Bioskop Indonesia Premier– Trans TV

Atas dasar itu, KPI dengan tegas menyatakan:
1.    Stasiun televisi segera memperbaiki sinetron dan FTV tersebut.
2.    Production House (PH) agar tidak memproduksi program sinetron dan FTV yang tidak mendidik.
3.    Kepada orang tua tidak membiarkan anak menonton program-program tersebut.
4.    Anak-anak dan remaja agar selektif dalam memilih tayangan TV dan tidak menonton sinetron dan FTV yang bermasalah.
5.    Lembaga pemeringkat Nielsen agar tidak mengukur program siaran hanya berdasarkan pada penilaian kuantitatif semata.
6.    Perusahaan pemasang iklan agar tidak memasang iklan pada program-program bermasalah tersebut.

KPI akan memberikan sanksi kepada lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran dalam program-program tersebut. Terhitung sejak release ini dikeluarkan, KPI Pusat akan menindak tegas stasiun televisi yang tidak melakukan perbaikan. Kami meminta pertanggungjawaban pengelola televisi yang meminjam frekuensi milik publik agar tidak menyajikan program-program yang merusak moral anak bangsa. ***

ToT Literasi Media Sepakati Rencana Kerja dan Tindak Lanjut

Kendari - Kehadiran program siaran yang berkualitas merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk muncul di di televisi dan radio. Karenanya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan masyarakat harus bersinergi dengan baik, untuk mewujudkan penyiaran yang sehat dan mencerdaskan. Hal ini tertuang dalam rencana kerja dan tindak lanjut Training of Trainers Literasi Media yang diselenggarakan KPI Pusat di Kendari (12-14/5).

Rencana kerja dan tindak lanjut ini diputuskan setelah penyelenggaraan ToT Literasi Media yang mengikutsertakan perwakilan KPID di kawasan timur Indonesia dan perwakilan tokoh-tokoh masyarakat di Kendari.

Dalam acara tersebut, peserta juga menyepakati 7 (tujuh) hal yang menjadi rencana kerja dan tindak lanjut ToT ini. Yaitu menginisiasi terbentuknya kelompok masyarakat yang kritis terhadap penyiaran untuk mendukung Gerakan Masyarakat Sadar Media, memperkuat sinergi antar kelompok masyarakat dengan KPI, memperbanyak program kerja literasi media di daerah, mendesak pemerintah untuk menjadikan literasi media sebagai kurikulum di sekolah, membuat media sosialisasi tentang penyiaran yang sehat dan mencerdaskan, mendesak komisi I DPR RI untuk memperkuat kewenangan KPI dalam revisi undang-undang penyiaran, dan mendesak lembaga penyiaran agar membuat mekanisme internal dalam pembuatan program siaran yang sehat dan mencerdaskan.

Koordinator bidang kelembagaan KPI Pusat, Bekti Nugroho mengatakan, bagaimanapun juga sinergi antara KPI dan masyarakat merupakan keharusan untuk memperbaiki kualitas muatan program baik di televisi ataupun radio. Dirinya meyakini, kualitas penyiaran yang baik akan memberikan efek yang positif pula terhadap perbaikan kualitas masyarakat.

Pembicara yang hadir dalam acara ini adalah Oheo Sinapoy (Komisi I DPR RI), Imam Wahyudi (Dewan Pers) dan Christina Chelsia Chan (Yayasan 28), serta komisioner KPI Pusat, Judhariksawan, Danang Sangga Buwana, Fajar Arifianto, dan Rahmat Arifin.

Lebih lanjut Bekti mengharapkan, usai ToT ini KPID-KPID dapat membentuk kelompok-kelompok masyarakat sadar media yang akan menjadi kepanjangan tangan KPI untuk berperan serta mengawasi muatan penyiaran. Hal ini selaras dengan yang diamanatkan undang-undang penyiaran tentang peran serta masyarakat.

Jakarta - Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Nasional (Unas) Jakarta menyelenggarakan seminar jurnalistik dengan tema “Menguji Kapabilitas Frekuensi Publik dalam Pemilu 2014, Antara Realitas dan Harapan”. Adapun pembicara seminar, yakni Komisioner KPU Pusat Azimah Subagijo, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Ade Armando, Dosen Ilmu Komunikasi Unas Sekarwati, dan Hedi dari Metro TV.

Dalam seminar itu Azimah menerangkan, dari evaluasi KPI Pusat terhadap siaran pemilu legislatif (Pileg) 2014, masih banyak peserta pemilu menggunakan media televisi sebagai medium kampanye, bila dibandingkan jenis media lain. Ini tidak lain karena siaran televisi bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. 

Saat pelaksanaan Pileg kemarin, KPI menegur lembaga penyiaran yang dianggap melanggar unsur kampanye di media televisi. “Sebelum pelaksanaan Pileg kemarin, KPI menegur 6 lembaga penyiaran. Tapi saat itu, KPI dipanggil oleh Komisi I DPR RI. Kami dianggap melampaui wewenang dan diminta koordinasi dengan lembaga penyelenggara dan pengawasan pemlilu,” kata Azimah di Aula Unas Lantai 4, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa, 13 Mei 2014.

Koordinasi pengawasan iklan kampanye dan iklan politik di media penyiaran terbentuk  pada 28 Februari 2014 dalam bentuk Surat Keputusan Bersama empat lembaga, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), KPI, dan Komisi Informasi (KI) tentang Kepatuhan pada Ketentuan Pelaksanaan Kampanye Pemilu Media Penyiaran. 

Surat Keputusan Bersama itu mengatur tentang aturan iklan di media penyiaran, dari jumlah iklan per hari hingga durasi iklan untuk masa kampanye. “Sebelum masa kampanye saja banyak yang melanggar. Demikian juga saat masa kampanye, lebih banyak yang melanggar,” ujar Azimah.

Menurut Azimah, KPI dalam pengawasan iklan kampanye pemilu berwenang memberikan teguran kepada lembaga penyiaran yang menanyangkan ikla yang dianggap melanggar aturan. Sedangkan teguran atau hukuman ke partai peserta pemilu menjadi bagian dari Bawaslu untuk dilaporkan ke KPU. 

Banyaknya pelanggaran iklan kampanye, menurut Azimah, sudah mendapatkan teguran atau sanksi adminitrasi. Mulai dari pengurangan durasi hingga penghentian acara. “KPI dalam wewenanganya dari undang-undang hanya bisa memberikan teguran. Mencabut siaran menjadi wewenang Kominfo, tapi KPI tetap mecatat semua pelanggarannya dan akan dijadikan pertimbangan saat lembaga penyiaran memperpanjang izin penyiaran,” papar Azimah.

Jelang pelaksanaan pemilu presiden ada 9 Juli nanti, KPI juga sudah berkordinasi dengan empat lembaga untuk pengawasan iklan kampanye calon presiden di media penyiaran. Azimah berharap, lembaga penyiaran independen dalam siaran dan pemberitaannya, serta memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. “KPI mengapresiasi kepada lembaga penyiaran yang menayangkan iklan layanan masyarakat tentang teknis mencoblos atau tentang pemilu,” terang Azimah.

KPI bukan hanya mengurus tentang siaran pemilu, menurut Azimah, semua hal yang terkait dengan penyiaran juga menjadi wewenang KPI dalam pengawasannya. Azimah berharap, mahasiswa dan masyarakat ikut aktif mengawasi penyiaran, karena efek penyiaran mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sedangkan pembicara Ade Armando banyak menjelaskan tentang pemilih Indonesia saat ini yang sudah rasional dalam menentukan pilihan. Tidak mudah dipengaruhi iklan televisi. “Hasil Pileg kemarin membuktikan itu. Siapa yang iklannya paling banyak? Bukan pemenang kan. Ingat pemilih kita itu sudah rasional dalam memilih dan satu lagi, jenis pemilih kita adalah jenis peilih yang royal pada partai tertentu,” ujar Ade.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat akan mengeluarkan daftar nama-nama tayangan sinetron dan film televisi (FTV) bermasalah dan tidak layak tonton. Tayangan tersebut diduga sebagai salah satu pemicu yang menyebabkan tindak kekerasaan di kalangan anak-anak serta remaja meningkat yang terjadi akhir-akhir ini. 

Rencananya, KPI akan merilis daftar nama tayangan sinetron dan FTV bermasalah pada Rabu, 14 Mei 2014, pukul 11.00 WIB. ***  

Jakarta – Menurut data yang disampaikan Direktorat Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menunjukkan angka kecelakaan pada saat mudik dan arus balik pada saat lebaran atau hari raya Idul Fitri terus meningkat. Faktor penyebabnya antara lain karena kondisi jalan yang rusak, mengantuk, dan lain hal.

Untuk menekan tingginya angka kecelakaan pada saat arus mudik dan arus balik pada saat lebaran mendatang, Kemenkominfo mengajak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk bekerjasama dan membuat terobosan salah satunya dengan mengajak semua lembaga penyiaran untuk memberi informasi yang memadai.

Menurut Direktur Telekomunikasi Kominfo, Ismail, informasi yang diterima masyarakat mengenai semua hal terkait arus mudik dan arus mudik tidak terlalu memadai. Padahal, informasi yang akurat seperti keadaan jalan yang rusak dan berlubang dapat meminimalisir angka kecelakaan di jalan raya. Demikian disampaikannya dalam seminar mengenai Peran Lembaga Penyiaran terkait Mudik Lebaran, di Hotel Aston, Bali, Jumat, 9 Mei 2014.

Terkait ajakan itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad menyambut baik. Untuk itu, Idy menyarankan agar dibentuk tim ad hoc untuk mengaplikasikan kerjasama tersebut. “Kami menyambut baik kerjasama itu. Kami akan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga penyiaran mengenai masalah tersebut,” katanya ditempat yang sama.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat lain, Agatha Lily yakin dengan terobosan yang dibuat Kominfo dan KPI dapat meminimalisir tingkat kecelakan pada saat arus mudik dan balik lebaran nanti. “Kami harap terobosan ini nantinya dapat diterima oleh lembaga penyiaran karena informasi mengenai arus mudik termasuk acara yang tinggi pemirsanya,” kata Lily ditempat yang sama.

Selain itu, lanjut Lily, program-program acara khusus untuk lebaran nanti harus disosialisasikan sejak awal. Ini untuk mempermudah dan mengenalkan kepada pemirsa program apa saja yang bisa diakses terkait informasi arus mudik dan arus mudik lebaran.

Seminar yang berlangsung hangat tersebut ditutup dengan kesimpulan akan mengadakan pertemuan dengan lembaga penyiaran. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.