Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lembaga Sensor Film (LSF) dibentuk berdasar pada Undang-Undang yang berbeda. KPI dibentuk berdasar amanat UU no. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran sedangkan LSF adalah amanat UU no. 33 tahun 2009 tentang Perfilman. Perbedaan ini kemudian menimbulkan perbedaan dalam sistem penilaian sensor.

Untuk itu LSF menyelenggarakan Forum Koordinasi dan Kerja Sama LSF dengan KPI dengan tema “Menyamakan Persepsi Penilaian dan Iklan untuk Program Siaran Televisi Terkait Regulasi Perfilman dan Penyiaran”. Hadir sebagai narasumber Jamalul Abidin (LSF), Hamdani Masil (KPI DKI Jakarta), dan Azimah Subagijo (KPI Pusat). Forum ini dihadiri oleh anggota LSF, anggota KPI dan KPID, dan lembaga penyiaran swasta.
Muchlis PaEni (Ketua LSF) dalam sambutannya menyatakan bahwa LSF dan KPI punya objek dan tujuan yang sama sehingga forum ini penting untuk menyelaraskan kebijakan untuk melindungi publik. Masalah yang sering mengemuka adalah masalah perbedaan penilaian klasifikasi usia.

Namun perbedaan ini sebenarnya bukanlah jalan buntu, menurut Djamalul Abidin. Dalam paparan di hadapan forum, dia menyatakan Kemendikbud telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) no. 14 tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film yang selaras dengan penilaian P3SPS dari KPI. Kemudian sinkronisasi ini juga dapat dilakukan ketika saat ini UU Penyiaran sedang direvisi. “Peluang ini bisa dimanfaatkan untuk sinkronisasi sistem penilaian sensor film dan iklan, selain tentu saja peluang yang didapat saat ini ketika KPI sedang merevisi P3SPS”, ujar Jamalul.

Namun Azimah Subagijo mengingatkan bahwa bukan berarti kategori Dewasa boleh menayangkan apapun seperti seks dan kekerasan tanpa sensor. Demikian pula halnya dengan kategori Remaja. Azimah juga mengusulkan agar nanti dalam revisi P3SPS mengikuti rentang usia LSF. Namun tetap harus membedakan antara kriteria sensor film bioskop dengan sensor film di televisi. Sebagaimana diungkapkan oleh Hamdani Masil, Azimah juga menyampaikan penyiaran televisi adalah media dengan pengaruh terbesar untuk masyarakat Indonesia. Karena itu regulasi program yang hadir di televisi harus lebih ketat dari pada media lain.

KPI dan LSF memang harus terus bersama-sama melakukan sinkronisasi sistem penilaian mengingat tantangan di masa depan akan lebih sulit. Kemajuan teknologi informasi semakin maju sehingga KPI dan LSF juga harus bisa mengimbanginya dengan senantiasa memperbarui sistem dan teknologi dalam rangka melindungi publik. KPI mengusulkan adanya sistem otomasi sensor film berbasis teknologi informasi. Dengan demikian mekanisme sensor dapat berjalan dengan lebih cepat. Kemudian dengan terbitnya PP no. 14 tahun 2014, akan terbentuk di daerah. Dengan demikian diharapkan LSF bekerja sama KPI, lebih dapat menjangkau dan melindungi masyarakat Indonesia sampai ke daerah. (AQUA)

JAKARTA – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sudah memastikan pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) sekaligus perayaan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) 2014. Acara akan berlangsung di Ballroom Hotel Novita, Jambi pada 21-24 April 2014.


Kepastian pelaksanaan acara dikemukakan Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho yang juga koordinator acara atau Person In Charge (PIC). “Kemarin, kami sudah ke Jambi untuk koordinasi dengan Pemda Jambi dan KPID Jambi. Semuanya sudah fix untuk lokasi hingga acara, tinggal undangan untuk teman-teman KPID dan undangan narasumber acara,” kata Fajar di Kantor KPI Pusat, Rabu, 26 Maret 2014.


Rakornas 2014 mengusung tema “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas dan sadar media penyiaran”. Menurut Fajar, pengawasan penyiaran bukan hanya menjadi tugas KPI, tapi juga seluruh unsur masyarakat. “Tema ini untuk menggerakkan semangat publik untuk turut serta mengawasi penyiaran, ini juga sekaligus sebagai gerakan sadar media. Dengan acara ini, kami ingin masyarakat terus kita mendorong, sadar dan kritis terhadap media, apalagi menjelang pemilu 2014,” ujar Fajar.


Dalam koordinasi persiapan acara KPI Pusat diwakili oleh Komisioner Bidang Kelembagaan Bekti Nugroho, Fajar Arifianto, Sekretaris KPI Pusat Maruli Matondang dengan Pemda Jambi, dan KPID Jambi. Pertemuan itu juga membahas puncak acara Harsiarnas akan dilaksanakan pada 22 April 2014 dan ditayangkan langsung oleh TVRI Daerah Jambi.


Dalam rancangan acara Rakornas 2014, acara pembukaan akan dihadiri oleh Menkopolhukam, beberapa undangan anggota DPR RI. Panitia juga menghadirkan seminar nasional kebangsaan bertajuk, “Mewujudkan Indonesia yang Kuat Melalui Penyiaran yang Sehat” dengan narasumber Jusuf Kalla, KH Hasyim Muzadi, dan Ketua KPI Pusat Judhariksawan.


Acara lain dalam Rakornas juga akan diadakan seminar cluster, tentang rating, sinergi regulasi film dan iklan film untuk penyiaran yang mendidik antara KPI dan Lembaga Sensor Film, dan diskusi konten lokal. Sebagai informasi, Rakornas Komisi Penyiaran Indonesia (Rakornas KPI) 2014 adalah forum strategis KPI Pusat dan KPI Daerah dalam membahas dan merumuskan kebijakan penyiaran nasional.

 

Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat Amirudin menjelaskan pentingnya netralitas media penyiaran dalam pemilu 2014 dan agar lebih mengedepankan pendidikan politik untuk masyarakat untuk menekan jumlah golput.BANJARMASIN - Pemilu 2014 berbeda dengan Pemilu 2009. Jika pada pemilu 2009 para pemilik media tidak ikut bertanding menjadi peserta pemilu, tetapi kali ini banyak pemilik media yang turut bersaing dalam pemilu 2014. Ini tidak hanya terjadi di pusat, juga di daerah.

Hal itu dikemukakan Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat Amirudin dalam Workshop Bidang Kelembagaan yang bertajuk: “Mengoptimalkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengawasan Iklan Kampanye Pemilu Legislatif 2014”, di Aria Barito Hotel, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada Senin, 24 Maret 2014.

“Dalam situasi seperti itu, dikhawatirkan pola-pola penyelenggaraan dan pengelolaan media persis seperti pada pemilu 1955. Saat itu banyak media menjadi partisan. Mereka tidak segan mengambil peran sebagai tim sukses atau  juru kampanye untuk menyuarakan kepentingan politik kelompoknya,” kata Amir di hadapan peserta workshop yang diselenggarakan KPID Kalimantan Selatan itu.

Untuk itu, menurut Amir, media wajib menjaga netralitasnya sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum. Amir juga menghimbau kepada media penyiaran agar dalam kurun dua minggu menjelang pemungutan suara dijadikan sebagai wahana pendidikan politik bagi masyarakat. Ini tidak lain untuk mengurangi dan melawan jumlah golongan putih, apatis, pesimis, dan skeptis terhadap pelaksanaan pemilu.

“Media perlu memiliki ‘sense of crisis sensitivity’ akan berbagai kemungkinan resiko pemilu. Bisa dibayangkan, dari 185 juta pemilih yang ada, kemungkinan sekitar 20-30 persen adalah pemilih pemula; 30-40 persen adalah massa mengambang (swing voters), dan pemilih loyalis (captive voters) sekitar 20-30 persen saja. Sangat disayangkan jika banyak yang golput gara-gara tidak tahu dan aspek teknis,” terang Amir.

Lebih lanjut Amir menjelaskan, atas dasar itu media penyiaran wajib menyediakan waktu yang cukup untuk penyiaran pemilu dengan semangat pendidikan politik dengan cara terus mengingatkan tanggal pelaksanaan pemilu, cara menggunakan hak pilih dengan benar melalui berbagai cara dan bentuk, mulai dari Iklan Layanan Masyarakat (ILM), running text, dan yang lainnya.

Dalam kesempatan itu juga Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan yang diwakili oleh Kepala Biro Humas Sekretariat Daerah Provinsi Abdul Haris Makke dalam sambutannya mengatakan, hendaknya pelanggaran iklan kampanye yang disiarkan di media lokal pada waktu kampanye pemilu terbuka tidak perlu terjadi. “Perang udara antara Caleg dan Parpol kiranya bisa lebih mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan, sehingga kampanye di media penyiaran dapat menampilkan cara yang elok dalam berdemokrasi”, ujarnya.

Sementara itu Ketua KPID Kalimantan Selatan Samsul Rani mengingatkan tentang ketentuan dan batas maksimum pemasangan iklan kampanye pemilu televisi dan radio, serta menekankan pelarangan blocking time di media. “Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun dan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk siaran iklan, sanksinya adalah pidana denda”, tegasnya.

Adapun narasumber lain dalam workshop itu Ketua KPU Provinsi Kalimantan Selatan Samahuddin, Anggota Bawaslu Kalimantan Selatan Azhar Ridhanie, dan Komisioner KPID Kalimantan Selatan Arief Mukhyar. (Int)

Jakarta – Nama dan komposisi kepemilikan sebuah lembaga penyiaran belum tertera dalam surat izin penyelenggaran penyiaran atau IPP. Ke depan, diusulkan setiap IPP yang diterbitkan memasukan daftar nama kepemilikan di dalam izin tersebut.

Usulan itu disampaikan Pakar Penyiaran, Paulus Widiyanto, disela-sela acara seminar dan peluncuran buku “Kepemilikan dan Intervensi Siaran: Bahaya Media di Tangan Segelintir Orang dan Tantangan Pemilu 2014 dari Perspektif Demokrasi Media” di Hotel Ibis Tamarin, Selasa, 25 Maret 2014. “Nama-nama tersebut perlu dimasukan dalam izin yang dikeluarkan agar jelas semuanya,” kata Paulus menambahkan.

Menanggapi usulan itu, Ketua KPI Pusat Judhariksawan, salah satu narasumber dalam seminar menyatakan sepakat. Langkah tersebut merupakan sebuah terobosan yang bagus. Namun begitu, perlu ada pembicaraan dengan Pemerintah sebagai pihak yang mengeluarkan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP).

“Saya setuju jika nama dan komposisi kepemilikan saham disebutkan dalam izin penyelenggaraan penyiaran. Kita bias melihat bagaimana keberagaman kepemilikannya,” kata Judha.

Dalam kesempatan itu, Judha mengingatkan masa izin penyiaran untuk televisi hanya 10 tahun. Pada tahun 2016 nanti, sejumlah izin televisi akan berakhir. Pada tahun itu akan menjadi kesempatan bagi kita untuk memperbaiki catatan kepemilikannya.

Terkait program digitalisasi yang dinilai dapat menyelesaikan persoalan kepemilikan, Judha justru berpendapat lain. Pasalnya, orang-orang yang meminta izin penyiaran digital kebanyakan pemain lama alias itu-itu saja. “Saya pesimis monopoli dan oligopoli bisa hilang dengan digital. Saya tidak sependapat hal itu dapat memecahkan persoalan kepemilikan tersebut,” kata Judha menanggapi pernyataan dari Paulus Widiyanto.

Pada saat wawancara dengan sejumlah wartawan dalam kaitan Pemilu 2014, Ketua KPI Pusat mengharapkan media penyiaran khususnya televisi untuk transparan mengenai besaran tarif iklan yang diberikan bagi partai politik. “Ini untuk memberi kejelasan kepada semuanya. Berapa tarifnya, berapa diskonnya, harus disampaikan. Ini dalam kaitan keterbukaan informasi juga,” katanya. Red

SEMARANG - Jelang pelaksanaan pemilu 2014, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta kepada komisioner baru Komisi Penyiaran Daerah (KPID) Jawa Tengah periode 2014-2017 untuk bekerja dengan maksimal. Menurut Ganjar, peran pengawasan penyiaran jelang pemilu harus dipastikan berimbang.


“Usai dilantik ini, komisi penyiaran agar lebih jeli dalam pengawasan penyiaran kita. Pastikan keberimbangan informasi tentang pemilu sampai kepada masyarakat. Dalam kondisi inilah, komisi penyiaran menjadi wasit dalam hal keberimbangan informasi dalam penyiaran,” kata Ganjar dalam sambutannya di Gedung Grhadhika Bhakti Praja, Semarang, pada Selasa,  25 Maret 2014.


Adapun komisioner terpilih KPID Jateng periode KPID 2014-2017 dengan Ketua Budi Setyo,  Wakil Ketua Pudjo Rahayu, Koordinator Bidang Kelembagaan Setiawan Hendra Kelana, Anggota Bidang Kelembagaan Mulyo Hadi Purnomo, Koordinator Bidang Perizinan Tazkiyyatul Muthmainnah, Anggota Bidang Perizinan Pudjo Rahayu, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Asep Cuwantoro dan Achmad Junaidi selaku anggota.


Dalam pelantikan itu turut hadir Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Idy Muzayyad,  anggota DPRD Jawa Tengah, dan pejabat teras lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah. Usai pelantikan Idy mengatakan, terkait dengan pengawasan penyiaran pemilu, KPI sudah tergabung dalam Gugus Tugas dengan KPU, Bawaslu, dan Komisi Informasi Pusat untuk mengawasi pelanggaran kampanye politik dalam lembaga penyiaran.


“Frekuensi yang digunakan lembaga penyiaran itu milik publik, jadi sudah sepantasnya publik mendapatkan informasi pemilu yang berimbang. Empat lembaga tadi sudah mengeluarkan surat keputusan bersama tentang aturan kampanye di media penyiaran. Saat ini kami terus jalan dalam tahap pengawasan,” ujar Idy.


Senada dengan itu, Ketua KPID Jawa Tengah Budi Setyo menjelaskan, lembaga yang dipimpinnya akan tegas terhadap lembaga penyiaran yang memiliki jaringan di Jawa Tengah. Menurutnya, pihaknya akan meminta kepada lembaga penyiaran untuk mematuhi undang-undang yang berlaku dan peraturan surat keputusan bersama empat lembaga tentang aturan diperbolehkan partai peserta melakukan iklan sebanyak 10 spot dengan durasi 30 detik untuk televisi, 60 detik di radio dalam sehari selama masa kampanye ini.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.