Jakarta - Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengunjungi kantor pengurus pusat Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) pada Rabu, 16 April 2014 yang berkantor di kawasan Jalan Adityawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kunjungan langsung dipimpin oleh Ketua KPI Pusat Judhariksawan dan segenap komisioner lainnya, seperti Bekti Nugroho, Fajar Arifianto Isnugroho, Danang Sangga Buana, dan Agatha Lily.

Rombongan KPI Pusat diterima langsung oleh Ketua Umum PRSSNI Rohmad Hadiwijoyo dan pengurus sekretariat seperti, K. Candi P. Sinaga, Bobby Abuwisono, Bob Iskandar, Slamet Mulyadi, dan Chandra Novriadi. Acara pertemuan berlangsung santai dibarengi dengan pembicaraan seputar kondisi penyiaran radio dan regulasi penyiaran radio.

Judhariksawan mengatakan, kunjungan ke PRSSNI untuk silaturahmi ke lembaga asosiasi lembaga penyiaran radio yang keberadaannya sejak tahun 70-an. Menurut Judha, bulan-bulan sebelumnya KPI Pusat sudah mengunjungi asosiasi profesi, lembaga penyiaran, tokoh masyarakat, dan pihak lainnya untuk menggandeng seluruh pihak dalam rangka pengawasan  dan memperbaiki penyiaran di Indonesia.

“Kunjungan ke berbagai pihak adalah program kepengurusan komisioner yang sekarang. Sejak kami terpilih, sehari dalam seminggu kami melakukan kunjungan. Namun, karena kesibukan pemilu legislatif kemarin, kami baru bisa berkunjung ke PPRSNNI sekarang,” kata Judha. Selain itu, Judha menerangkan, kunjungan KPI ke PRSSNI juga tentang perlunya standar profesi penyiaran, khususnya bidang penyiaran radio.

Rohmad selaku Ketua Umum PRSSNI mendukung upaya KPI selama ini yang terus mengawasi penyiaran dengan segenap wewenang yang dimilikinya. Rohmat juga mengapresiasi upaya KPI untuk menggandeng seluruh pihak dalam rangka memperbaiki kualitas siaran lembaga penyiaran yang ada.

“Dengan adanya komunikasi dengan lembaga asosiasi lembaga siaran kami merasa profesi bidang penyiaran ini diperjuangkan. Memang dalam hal ini semua pihak harus diajak urun rembuk dan bersinergi di dalamnya agar penyiaran kita semakin baik,” ujar Rohmad. 

Fajar mengatakan, dengan adanya sinergi dari semua pihak bidang penyiaran segala kekurangan dan yang lainnya akan menjadi masalah bersama dan diselesaikan bersama-sama. Fajar mencontohkan, tentang banyaknya kritik terhadap KPI yang wewenangnya hanya dalam tahapan memberikan sanksi teguran kepada lembaga penyiaran yang melanggar.

“Saat ini RUU Penyiaran yang baru masih belum selesai di DPR. Kami berharap semua pihak bidang penyiaran bisa memikirkan bagaimana baiknya, mungkin bisa memberikan masukan dan kritik dari lembaga asosiasi penyiaran radio. Ini tidak lain, agar penyiaran kita semakin lebih baik,” terang Fajar.

Selaku ketua umum lembaga asosiasi penyiaran radio, Rohmad mengatakan timnya juga sudah membahas hal itu di lembaganya. Menurutnya, saat ini perkembangan radio swasta semakin ketat dengan perkembangan teknologi informasi saat ini. Meski begitu, Rohmad menjelaskan lembaganya akan mengadakan simposium membahas tentang isu penyiaran radio.

“Nanti akan kami bahas semuanya dalam acar simposium sekaligus dalam acara kebangkitan nasional pada 20 Mei nanti. Di sana akan dibicarakan tentang regulasi penyiaran radio, hingga standar profesi yang sudah lama kami susun,” terang Rohmad.

Solo –  Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengajak masyarakat melaporkan tayangan televisi yang tidak produktif, meresahkan dan tidak memberi edukasi. Tidak hanya melaporkan, KPI juga meminta masyarakat untuk tidak menonton tayangan yang berkualitas buruk tersebut.

Komisioner KPI Pusat, Fajar A Isnughoro mengatakan, KPI sebenarnya telah berulang kali memberikan teguran kepada lembaga penyiaran yang menayangkan tayangan yang tidak produktif, dan tidak memberikan edukasi. Hanya saja, teguran KPI tidak akan berarti tanpa keterlibatan masyarakat luas. Hal itu dikemukakan Fajar kepada wartawan di kantor Lembaga Pers dan Penyiaran Surakarta, (11/4).

“Kadang masyarakat melaporkan tetapi tetap menonton. Padahal ukuran rating kan diambil dari seberapa banyak tayangan itu ditonton,” katanya.

Dijelaskan Fajar,, lembaga penyiaran memiliki empat fungsi utama yakni sebagai lembaga informasi, lembaga edukasi, kontrol sosial dan memberi hiburan. Namun, yang terjadi lembaga penyiaran terutama televisi lebih menonjolkan fungsi hiburan. Fungsi lainnya justru sering dilupakan.

Fajar melanjutkan, KPI selama ini juga mengalami sejumlah kendala dalam mengajak masyarakat agar kritis terhadap lembaga penyiaran. Dicontohkannya sosialisasi dalam bentuk iklan yang dipersiapkan KPI ditolak televisi lantaran dianggap merugikan televisi.

Untuk itu, saat ini, KPI lebih mengandalkan lembaga penyiaran lain seperti radio, baik radio reguler maupun radio komunitas dalam mensosialisasikan literasi media. “Intinya agar masyarakat kritis terhadap isi media,” pungkasnya.

KPI sendiri, dalam rangka Hari Penyiaran Nasional, melangsungkan kegiatan Literasi Media:Pagelaran Wayang Kontekstual di Monumen Pers, Solo. Dalam acara tersebut, KPI juga memberikan Anugerah Mangkunagoro VII kepada Pahlawan Nasional, Bung Tomo.  Dalam penilaian KPI, Bung Tomo telah berjuang mempertahankan kemerdekaan tidak saja lewat perlawanan fisik, tapi juga melalui media penyiaran.

 

 

 

Jakarta - Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mengunjungi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Rombongan kunjungan dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Babel Djunaidi H Thalib dan anggota Komisi A, pada Jumat, 14 April 2014.

Kunjungan itu dalam rangka koordinasi dan konsultasi sistem perekrutan anggota KPID Babel yang baru. Djunaidi dan Ketua Komisi A DPRD Babel Bruri Rusady berkonsultasi terkait hal-hal teknis perekrutan anggota KPID yang baru. “Kami berharap ada masukan terkait rekrutmen ini, agar KPID Babel dapat berperan aktif di daerah sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Tentu dengan masukan dan sistem perekrutan ini, kita ingin mendapatkan  anggota KPID yang berkualitas,” kata Djunaidi di Ruang Rapat KPI Pusat, Jakarta.

Kunjungan diterima oleh Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Kepala Bagian Fasilitasi Pengaduan dan Penjatuhan Sanksi Ismet Imawan dan Kepala Bagian Verifikasi Perizinan dan Data Bambang Siswanto.

Dalam kesempatan itu Idy menerangkan, dalam  rekrutmen komisioner atau anggota sudah diatur dalam Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/04/2011 Tentang Pedoman Rekrutmen KPI. “Di situ dijelaskan, untuk perekrutan dimulai dengan pembentukan Tim Seleksi (Timsel) yang SK pembentukannya disahkan DPRD,” ujar Idy menerangkan.

Lebih lanjut Idy menjelaskan, Timsel terdiri dari lima orang yang berisi dari semua unsur yang ada di daerah. Misalnya dari unsur Pemerintah Provinsi, tokoh masyarakat, akademisi, praktisi penyiaran, dan unsur yang lainnya.

Setelah itu, Timsel akan melakukan sosialisasi perekrutan anggota KPID melalui media, baik melalui media cetak maupun elektronik. Di situ juga memuat persyaratan yang dibutuhkan. “Jika sudah ada pendaftar, bisa diteruskan ke tahap berikutnya. Bila tidak ada atau kurang dari tiga orang, jangka waktu perekrutan bisa diperpanjang sesuai aturan yang berlaku,” terang Idy.

Pendaftar yang masuk kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan administrasi, tes tulis, wawancara, uji kompetensi, atau tes psikologi. Menurut Idy, bila  DPRD Babel memiliki dana yang lebih, untuk seleksi yang baik dengan menyertakan tes psikologi bagi peserta.

Dari keseluruhan tes itu, nama-nama yang dianggap telah memiliki kriteria akan diumumkan ke publik sebagai bentuk uji publik. Dengan mengumumkan ke publik, menurut Idy, sebagai bentuk permintaan masukan dari publik dari nama-nama yang sudah lolos seleksi, apakah memiliki track record yang baik atau buruk.

“Baru setelah itu, uji kepatutan dan kelayakan. Kemudian pengumuman yang lulus seleksi. Ada tujuh anggota di dalamnya yang terpilih dan DPRD memiliki dua nama cadangan jika anggota yang terpilih mundur atau yang lainnya,” papar Idy.

Selain bicara teknis perekrutan, Idy juga menerangkan teknis kebutuhan KPID dalam hal pengawasan penyiaran. Mulai dari kebutuhan peralatan pemantauan dan tenaga sumber daya manusia yang mengelolanya. “Untuk melakukan pengawasan siaran dan tugas KPID lainnya, juga dibutuhkan dukungan dari DPRD agar bisa berjalan dengan maksimal,” kata Idy.

Jakarta – Pertumbuhan produksi tayangan sinetron atau yang dulu disebut drama televisi sejak tahun 1993 mengalami kenaikan cukup siginifikan. Dalam setahun saja, diperkirakan jumlah produksi tayangan sinteron mencapai ratusan judul. Sayang, tingginya angka produksi tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas isinya. Dan, sinteron yang berkualitas itu jumlah tidak banyak alias kecil.

Ketua bidang Isi Siaran dan Anggota KPI Pusat, S. Rahmat Arifin dalam Diskusi bertajuk Tayangan Sinteron yang diselenggarakan KPI Pusat, 11 April 2014  mengungkapkan pihaknya banyak menemukan pelanggaran dalam tayangan sinetron seperti kekerasan baik fisik maupun verbal, konflik, penggunaan simbol agama tertentu yang tidak sesuai, adab yang tidak pantas dalam lingkup sekolah seperti penggunaan seragam dan perlakukan terhadap guru, adegan berbahaya seperti menyetrum, dan yang lainnya.

“Materi-materi seperti itu sebaiknya dihilangkan dari isi. Kita berupaya meminimalisir dampak yang terjadi. Apalagi jika dampak itu berpengaruh buruk terhadap anak-anak dan remaja. Ini menjadi catatan yang harus diperhatikan,” kata Rahmat di depan peserta diskusi.

Menurut Rahmat, dalam upaya menekan terjadinya pelanggaran dan dampak buruk dari isi tayangan yang tidak baik adalah dengan mengetatkan fungsi sensor baik di LSF maupun di internal stasiun televisi. “Harus ada sensor ulang di televisi meskipun tayangan tersebut sudah melalui lembaga sensor film. Kami berharap quality control dalam internal dapat menekan tayangan-tayangan yang tidak pantas untuk disiarkan,” katanya yang juga diamini Anggota KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily.

Rahmat juga menyampaikan pihaknya akan melakukan revisi terhadap P3 dan SPS KPI yang detail dan rinci agar tidak ada lagi kebingungan dan multitafsir.

Sementara itu, Anggota LSF Jamalul meminta adanya kreatifitas dalam membuat ide cerita sinetron. Menurut dia, ide cerita sinetron kebanyakan sifatnya mengkloning gaya luar yang dipaksakan masuk dalam gaya Indonesia. “Cerita seperti ini tidak mencerminkan budaya bangsa Indonesia,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Agatha Lily mengingatkan pihak LP untuk memperhatikan waktu tayang setiap program sinetron dan promo programnya. Hal ini untuk menghindari adanya penonton-penoton yang tidak sesuai dengan kategori seperti anak-anak. Red


Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyerukan pada lembaga penyiaran untuk menyiarkan hasil hitung cepat (quick count) Pemilihan Umum paling cepat pukul 13.00 WIB. Meskipun Mahkamah konstitusi sudah membatalkan pasal 247 Undang-undang pemilu yang menyatakan bahwa pengumuman prakiraan hasil perhitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, siang ini di kantor KPI (8/4).

Hasil koordinasi dari Gugus Tugas Penyiaran Pemilu yang terdiri atas KPI, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Informasi Pusat (KIP), menyepakati bahwa siaran hitung cepat hanya boleh dilakukan paling cepat pukul 13.00 WIB. Hal ini untuk memastikan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil selama pemungutan suara dapat tertunaikan dengan baik.

Idy menjelaskan, dengan ada kesepakatan ini berarti meskipun pada pukul 11.00 WIB hasil hitung cepat dari TPS di Indonesia Timur sudah dapat diketahui, lembaga penyiaran harus menunggu hingga TPS di daerah Indonesia Barat ditutup yakni pukul 13.00, untuk dapat menyiarkan hasil hitung cepat.

KPI juga meminta dalam siaran hitung cepat, lembaga penyiaran menyampaikan informasi yang lengkap dan akurat terkait sumber dana dan metodologi yang digunakan. Serta menyatakan bahwa hasil hitung cepat ini bukanlah hasil resmi dari KPU sebagai penyelenggara Pemilu. "Sekalipun semua lembaga survey menyatakan  hasil yang presisi dengan hasil akhir KPU, tetap harus dijelaskan bahwa hitung cepat itu bukan merupakan hasil resmi dan final," ujarnya.  Hal ini untuk menegaskan pada masyarakat bahwa hitung cepat adalah prakiraan sementara. “Sedangkan hasil resminya masih menunggu pengumuman dari KPU”, tegas Idy.

Idy juga mengingatkan, bahwa  dalam menyiarkan hitung cepat ini lembaga penyiaran wajib menggandeng lembaga survey yang secara resmi sudah terdaftar di KPU.  Sampai saat ini, tercatat sudah ada 56 lembaga survey yang tercatat di KPU.

KPI berharap, lembaga penyiaran menaati seruan yang sudah disepakati oleh Gugus Tugas Penyiaran Pemilu. “Bagaimanapun, pemilihan umum adalah momen pesta demokrasi terbesar dan sarana masyarakat menyalurkan hak politiknya. Karenanya lembaga penyiaran harus menghormati prinsip-prinsip demokrasi ini”, ujar Idy.  Sehingga pemungutan suara yang dilakukan oleh warga dapat dilakukan tanpa ada pengaruh dari pihak manapun yang disiarkan lewat lembaga penyiaran. 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.