- Detail
- Dilihat: 9519
Jakarta – Penerapan sistem stasiun jaringan (SSJ) oleh lembaga penyiaran swasta belum terimplementasi sepenuhnya. Jam tayang program lokal yang belum sesuai, komposisi waktu siaran lokal yang kurang dari 10%, tidak terakomodasinya SDM lokal hingga isi konten yang tidak sesuai adalah masalah-masalah yang muncul dalam penerapan sistem ini.
Danang Sangga Buana, Komisioner KPI Pusat di dalam presentasinya menilai, penerapan SSJ belum terimplementasi secara keseluruhan, karena minimnya komitmen LPS atas siaran program lokal. Posisi rating share sebagai ‘dewa’, menyebabkan siaran lokal yang rendah rating dianggap tidak begitu penting bagi LPS. Bahkan, lanjut Danang, belum adanya implementasi SSJ pada waktu yang serentak (seragam), membuat LPS satu dengan LPS lain masih saling iri.
Seharusnya, kata Komisioner bidang Pengelolaan Infrastruktur dan Sistem Penyiaran ini, waktu siaran program lokal harus seragam dan waktu siaran program lokal itu pada saat pagi dan sore, bukan tengah malam. Lembaga penyiaran mestinya menyiarkan program lokal yang dekat dengan masyarakat atau sesuai dengan kebutuhan mereka. “Dan, upaya ini harus juga selaras dengan komitmen untuk memberdayakan potensi dan sumber daya lokal,” katanya pada saat diskusi bertajuk Bimtek tentang SSJ di kantor KPI Pusat, Kamis, 25 Juni 2015.
Sementara itu, Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran yang juga Komisioner KPI Pusat, Azimah Subagijo, memunculkan sejumlah usulan terkait penerapan 10% konten lokal dalam sistem tersebut. Menurutnya, untuk melengkapi evaluasi pemenuhan 10% konten lokal pada Televisi SSJ dengan parameter aspek program yang berkoordinasi dengan Kemenkominfo yakni sistem relay maksimal hanya 90% dari total durasi perhari.
Azimah pun sepakat dengan Danang jika program lokal yang minimal 10% dari total durasi per hari disiarkan pada waktu produktif penonton. Selain itu, program lokal harus sesuai P3SPS dan dekat atau relevan bagi masyarakat.
Adapun Amirudin yang juga Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, mengetengahkan bagaimana fungsi “cermin budaya lokal” 10%. Menurutnya, lembaga penyiaran jangan terjebak pada pemahaman penayangan “budaya lokal” semata-mata pada budaya material (tarian, debus, wayang, arsitektur), tetapi juga budaya non-material (gagasan, ide, pengetahuan lokal, metode, dll).
Menurut Amir, sapaan akrabnya, pemahaman tersebut terakomodasi oleh tenaga lokal. “Itulah gunanya SDM lokal yang bukan saja paham teknis atau keterampilan penyiaran tetapi juga sebagai pemegang otoritas kebudayaan, dan memiliki kemampuan imajinasi yang cukup,” katanya yang juga dituliskan dalam presentasinya.
Selain itu, lanjut Amir, sistem ini wajib dilakukan dan untuk melaksanakannya dapat memanfaatkan dana CSR perusahaannya sendiri untuk produksi tayangan budaya lokal, atau kerjasama dengan pemerintah daerah dan funding, CSR perusahaan laiannya di daerah.
Penerapan SSJ adalah amanat yang dituangkan dalam UU Penyiaran tahun 2002. Sistem jaringan ini mengandung semangat terhadap aspek keberagaman kepemilikan (diversity of ownership), keberagaman isi siaran (diversity of content), dan kearifan lokal. ***