Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendukung sekaligus mendorong penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam siaran televisi. Usaha ini dimaksudkan agar bahasa nasional bangsa ini dapat bertahan di tengah arus perubahan zaman sekaligus menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

“Upaya yang akan dilakukan KPI dengan mengingatkan semua lembaga penyiaran khususnya televisi agar menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam konten siarannya,” kata Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, pada sesi I seminar Kongres Bahasa Indonesia X di Grand Sahid Jaya Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2013.

Menurut Judha, pihaknya siap mengirimkan pemberitahuan ke lembaga penyiaran agar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam siarannya. “Kami menunggu rekomendasi dari Kongres ini dan jika isi rekomendasinya meminta KPI untuk mengingatkan lembaga penyiaran, kami akan sampaikan,” kata Judha yang disambut tepuk tangan peserta Kongres.

Kongres yang dihadiri oleh ratusan para guru Bahasa Indonesia dari dalam dan juga luar negeri tersebut mengkhawatirkan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar di televisi. Menurut mereka, pelajaran bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar dimulai dari siaran televisi, media massa yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.

Saat ini, banyak istilah bahasa yang ditemukan dalam siaran televisi yang bukan bagian dari bahasa Indonesia. Istilah yang tidak umum itu dinilai membingungkan masyarakat yang pada akhirnya merubah tatanan dan cara mereka mengungkapkan bahasa Indonesia yang sesuai, baik dan benar.

Judha menilai kekhawatiran akan istilah bahasa yang tidak umum tersebut cukup beralasan dikarenakan konten televisi banyak terpengaruh budaya Jakarta serta istilah-istilah luar yang belum pernah ditetapkan dalam kamus bahasa Indonesia. Harusnya, setiap program siaran dapat mengaplikasikan cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Sistem siaran sentralistik atau Jakarta sentris, sebelum lahirnya UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dianggap sebagai salah satu biang keladi pudarnya penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai. “Istilah-istilah loe dan gue jadi ditiru-tiru oleh orang di daerah lain padahal istilah itu bukan berasal dari daerah tersebut,” kata Judha.

Ditempat yang sama, Pemimpin Redaksi RCTI, Arief Suditomo mengakui jika penggunaan bahasa Indonesia dalam siaran televisi sekarang masih banyak tidak sesuai dengan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Karena itu, dirinya mendukung gerakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam siaran.

“Televisi harus memberi kontribusi berbahasa yang baik dan benar. Kami akan coba untuk mengembangkan terus berbahasa Indonesia di televisi. Kita akan perjuangkan ini mulai dari ruang redaksi kami,” paparnya. Red

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) mengundang stasiun televisi RCTI untuk mendiskusikan sejumlah program acara yang diduga melanggar Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012, Rabu, 30 Oktober 2013. Diskusi dihadiri Ketua bidang Pengawasan Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin serta Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Agatha Lily.  

“Kami ingin mendiskusi beberapa tayangan yang ada di program Dahsyat, Silet dan tayangan film bisokop di RCTI. Karena itu kami mengundang RCTI untuk hadir dalam pertemuan ini,” kata Rahmat saat membuka pertemuan tersebut.

Diawal diskusi, tim pemantauan KPI Pusat yang dikomandoi Koordinator Irvan Senjaya memutarkan rekaman tayangan yang diduga melanggar aturan P3 dan SPS KPI. Cuplikan tersebut kemudian dibahas bersama-sama terkait aturan yang dilanggar dalam P3 dan SPS KPI. Dalam kesempatan itu, perwakilan RCTI yang dihadiri Ira dan Roziqin memberikan beberapa keterangan mengenai tayangan tersebut. 

Usai pertemuan, KPI Pusat menyerahkan sejumlah catatan dari bagian pemantauan langsung KPI Pusat kepada RCTI yang diwakili Agatha Lily. Red

 

Jakarta – Tujuh Anggota KPID Jatim periode 2013-2016 yang baru saja dilantik Gubernur Jatim menyambangi kantor KPI Pusat, Jakarta Pusat, Selasa siang, 29 Oktober 2013. Kunjungan ini bagian dari silaturahmi dan perkenalan mereka dengan KPI Pusat.

Adapun ke tujuh Anggota KPID Jatim tersebut yakni Dyva Clareta, Maulana Arief, Mochammad Daud, Syaifudin Zuhri, Redi Panuju, Prilani, dan Eko Rinda Prasetiyadi. Mereka diterima secara langsung Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, serta Anggota KPI Pusat, Agatha Lily, Fajar Arifianto Isnugroho, dan S. Rahmat Arifin.

Dalam pertemuan itu, dibahas beberapa masalah penyiaran seperti persoalan digitalisasi dan perkembangannya serta proses perubahan UU Penyiaran tahun 2002 yang saat ini sedang dalam pembahasan di DPR RI. Selain itu, turut disampaikan rencana KPI Pusat menyelenggarakan Anugerah KPI tahun 2013 yang malam puncaknya diselenggarakan pada awal Desember nanti.

Terkait pelaksanaan Anugerah KPI tahun 2013 ini, KPID Jatim berencana akan mengikutsertakan sejumlah pemenang Anugerah KPID Jatim yang lalu dalam kegiatan tersebut. Red

Sorong - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Papua Barat mengadakan kegiatan Sosialisasi Perizinan Penyiaran Provinsi Papua Barat. Peserta yang hadir berasal dari dinas-dinas, polres, dan lembaga-lembaga penyiaran di wilayah Papua Barat. Hadir sebagai narasumber Azimah Subagijo, Koordinator Infrastruktur dan Perizinan KPI Pusat (29/10).

KPI sebagai produk dari UU no. 32 tahun 2002 diamanatkan untuk menjadi wujud peran serta masyarakat dan mengutamakan pelayanan publik. Masyarakat minta konflik di KPID Papua Barat  segera diselesaikan agar tidak mengganggu pelayanan publik. Konflik internal yang terjadi di KPID Papua Barat mengakibatkan ketidakpastian dalam proses perizinan dan pengawasan isi siaran. Demikian disampaikan peserta Sosialisasi Perizinan Penyiaran Provinsi Papua Barat. Sedangkan menurut Azimah Subagijo,KPI Pusat akan memediasi masalah tersebtu untuk mencapai penyelesaian. “Kami berharap akhir tahun ini sumber dari konflik bisa diatasi sehingga pelayanan publik bisa kembali berjalan normal”, ujarnya. Pelayanan publik terkait penyiaran hendaknya menjadi prioritas KPI mengingat UU 32/2002 telah mengamanatkan KPI sebagai wujud peran serta masyarakat salam penyiaran. Sehingga bila terjadi kekisruhan secara internal di suatu KPID, maka harus dicarikan jalan agar pelayanan publik tidak terabaikan, ujar Azimah.

Dalam pertemuan tersebut KPI Pusat menjawab berbagai pertanyaan terkait proses perizinan dan menampung keluhan-keluhan lembaga penyiaran terkait proses perizinan yang sedang dihadapi. Azimah menekankan pentingnya koordinasi antarsektor, seperti KPI, Kementerian komunikasi dan informatika (Kemenkominfo), dan Pemerintah daerah (Pemda). Hal ini agar proses perizinan dapat berjalan sinergis dan efektif dalam memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat yang membutuhkan.

Azimah juga meminta agar Pemda baik provinsi maupun kabupaten/kota juga secara aktif terlibat dalam memetakan penyiaran di daerahnya masing-masing.  Tujuannya agar pembentukan lembaga penyiaran disetiap daerah dapat sesuai dengan peta kebutuhan informasi di masing-masing daerah. Namun ia juga mengingatkan bahwa lembaga penyiaran hadir untuk melayani kebutuhan publik, jangan kemudian hanya tunduk kepada pemilik atau penguasa lalu menjadi menjadi alat kekuasaan.

 Lembaga penyiaran juga jangan melupakan aspek perlindungan kepada masyarakat”, pesan Azimah.Karenanya, proporsi program siaran pun harus diperhatikan oleh lembaga penyiaran. Lagi-lagi karena lembaga penyiaran hadir untuk melayani kebutuhan informasi, pendidikan, hiburan, dan kebutuhan sosial masyarakat.

Jambi – Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang Kelembagaan, Fajar Arifianto Isnugroho, menyatakan kesulitan menegakkan aturan penyiaran. Selama ini, sebagian besar lembaga penyiaran tidak mengindahkan teguran yang diberikan atas pelanggaran yang dilakukan.

"Sering kali, teguran yang kita beritakan hanya dilaksanakan sehari dua hari, tak lama kemudian, mereka mengulangi lagi," ujar Fajar Arifianto Isnugroho di sela-sela Rakorda KPID Provinsi Jambi di Hotel Grand Jambi, Selasa, 29 Oktober 2013.

Menurut Fajar, pihaknya tidak bisa bertindak tegas terhadap penyelenggara penyiaran yang melakukan pelanggaran disebabkan kewenangan mengeluarkan izin siaran ada di pemerintah.

"Bagaimana kami akan bertindak tegas jika kami tidak pegang kewenangan perizinan," ujar Fajar kepada Berita3jambi.com.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), Hendry Subianto, untuk menindak tegas lembaga penyiaran tidak harus dengan mencabut izin.

"KPI bisa melakukan dengan penghentian sementara siaran. Kalau dihentikan sehari dua hari, pasti lembaga penyiaran itu ribut," ungkapnya.

Jika mencabut izin siaran, kata Hendry, itu bukan menghukum tetapi membunuh. "Itu tidak boleh," ujarnya.

Namun demikian, dalam RUU Penyiaran yang baru, disebutkan KPI bisa merekomendasikan pencabutan izin penyiaran ke pemerintah. "Jika ini disahkan menjadi undang undang, maka KPI bisa mengusulkan pencabutan izin ke pemerintah dalam rangka pemberian sanksi kepada lembaga penyiaran. Tergantung nanti kembali ke pemerintah, apakah akan mengikuti rekomendasi tersebut atau tidak," jelasnya. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.