- Detail
- Dilihat: 7468
Jakarta – Komisi I DPR RI melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPI, ATVSI dan ATVLI terkait permintaan masukan Panja Digitalisasi Komisi I mengenai proses digitalisasi serta revisi UU Penyiaran, Selasa, 3 September 2013, di ruang rapat Komisi I DPR RI. Ketua Panja Digitalisasi, Tantowi Yahya mengatakan, masukan ketiganya akan menjadi bahan pertimbangan dalam UU Penyiaran yang baru nanti.
Perubahan atau pembuatan UU Penyiaran yang baru ini termasuk paling sulit karena menyangkut banyak unsur seperti teknologi, politik, hukum dan lainnya. Masukan dari KPI, ATVSI dan ATVLI akan dibahas dalam rangka penyusunan UU Penyiaran yang baru. “Karena itu kami perlu mengajak bicara pemangku kepentingan agar UU ini tidak ketinggalam zaman. UU ini harus bersifat futuristik, agar teknologi yang muncul belakangan bisa tercover oleh UU baru ini,” katanya.
Diawal rapat, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan menegaskan jika revisi UU Penyiaran sangat patut diformatkan secara digital. Judha juga menyampaikan soal dampak migrasi analog ke digital terhadap perlindungan publik. Menurutnya, migrasi digital bukan merupakan tanggungjawab atau kesalahan publik, sehingga akibat adanya migrasi tidak boleh membebankan publik. “Karena itu, harus ditempuh upaya untuk memberikan subsidi kepada publik sebagaimana dilakukan di negara lain dalam hal pengadaan set top box atau produksi televisi digital murah,” jelasnya.
Penting juga melakukan sosialisasi yang memadai dan massiv terutama memberikan informasi yang jelas kepada kepada calon pembeli televisi seperti yang dilakkan Jepang dan AS. Untuk menjamin diversity of conten, maka harus diatur komposisi format siaran dan segmentasi pda setiap kanal program. “Misalnya, dari 12 kanal program yang tersedia ditetapkan 3 kanal untuk progam berita, 3 kanal untuk program hiburan, 2 kanal untuk program film dan musik, 2 program untuk program anak, dan 2 kanal untuk pendidikan dan budaya,” papar Judha dalam presentasinya.
Sementara itu, Ketua ATVLI, Imawan Mashuri mengkritisi permen soal digital dan meminta pelaksanaan migrasi tidak merugikan keberadaan televisi lokal. Menurutnya, UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran memberikan ruang luas bagi televisi lokal untuk berdiri dan berkembang. Karena itu, televisi lokal yang sudah ada dan memiliki izin berhenti hanya karena migrasi ini. “Menurut UU Penyiaran, izin televisi hanya bisa dihentikan oleh pengadilan bukan switch off,” katanya.
Saat ini, jumlah anggota ATVLI (Asosiasai Televisi Lokal Indonesia) ada 64 anggota. Jika ditotal dengan yang belum masuk jadi anggota ada sekitar 161 televisi lokal di Indonesia, sebagian besar dari televise lokal tersebut sudah mengantongo izin prinsip maupun tetap.
Anggota KPI Pusat bidang Perizinan, Azimah Subagijo, menyoroti soal lamanya proses perizinan penyiaran. Dia juga menyampaikan bahwa saat ini masih banyak perizinan analog yang masih dalam proses perizinan menunggu izin keluar. Menurutnya, ini harus mendapatkan perhatian karena ini menyangkut banyak kepentingan.
Dalam rapat tersebut, turut hadir Anggota KPI Pusat, Amirudin, Agatha Lily, Fajar Arifianto, Sujarwanto Rahmat, dan Danang Sangga Buana. Red