Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan apresiasi untuk Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI atas konsistensi dan komitmennya menayangkan program-program siaran yang selaras dengan nilai dan etika yang ada dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. 

Demikian disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat menjadi salah satu narasumber program siaran “Indonesia Bicara” Spesial HUT TVRI ke 58 di Studio 4 Newsroom TVRI, Senayan, Jakarta, Senin (24/8/2020) malam.

"TVRI ini adalah stasiun televisi yang jumlah sanksinya paling sedikit. Ini artinya, TVRI selalu berkomitmen menayangkan program siaran yang sesuai dengan norma-norma sosial yang berlaku di Indonesia,” kata Agung. 

Agung berharap, memasuki usia ke 58 tahun, sebagai TV publik, TVRI dapat terus berkembang dan maju serta menjadi contoh bagi seluruh TV di tanah air. “Saya juga berharap TVRI untuk terus menyampaikan informasi yang baik dan mendidik yang dibutuhkan masyarakat,” ujarnya.

Dalam talkshow tersebut, Agung juga menyinggung soal urgensi digitalisasi penyiaran di tanah air. Menurutnya, digitalisasi bisa memberikan beberapa manfaat bagi publik diantaranya kualitas gambar dan suara yang lebih jernih. Selain itu, teknologi ini sangat efisien dalam penggunaan spektrum frekuensi dan memiliki potensi keuntungan dari digital dividen.

Selain Agung, turut hadir Pengamat Pertelevisian, Dr. Ishadi SK, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Prof. Hendry Subiakto dan pengamat media sosial, Maman Suherman. **

 

Jakarta -- Pemuda harus dapat mengasah dan menggali potensi yang ada di dalam dirinya. Apa yang menjadi kelebihan di dalam dirinya dapat dimanfaatkan untuk membuat inovasi dan kreatifitas yang baik dan positif sekaligus bermanfaat bagi masyarakat.

Hal itu dikemukakan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Nuning Rodiyah,  dalam Webinar Talks yang diselenggarakan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dengan tema “Bangkit Bersama Pemuda Dalam Masa Recovery”, Selasa (25/8/2020).

Menurut Nuning, tantangan yang dihadapi para pemuda pada saat ini akan jauh lebih berat. Namun begitu, setiap tantangan hidup pasti memiliki jalan keluarnya dan salah satunya melalui pengembangan diri. 

“Saya sangat menekankan para pemuda tentang pentingnya menggali potensi diri dan tak kenal lelah untuk kreatif serta inovatif. Dan, kesempatan untuk menguji potensi itu bisa diekspresikan melalui media, diantaranya media digital dan lebih strategis lagi jika mampu mewarnai media tevisi, karena TV adalah yang paling banyak diakses masyarakat untuk mendapatkan informasi,” kata Nuning.

Kesempatan untuk memanfaatkan media sosial ini terbuka untuk siapa saja yang ingin mengembangkan kemampuan dan usaha. Pasalnya selain murah dan efektif, media digital memiliki pengaruh yang besar dan kuat pada semua lini kehidupan. “Tapi juga harus pandai-pandai memanfaatkannya. Gunakan dengan benar dan bijak, karena penggunaan media secara cerdas akan dapat meningkatkan kualitas individu yang menggunakannya,” pinta Komisoner bidang Kelembagaan ini.

Selain itu, lanjut Nuning, potensi lain yang harus dikuasai para pemuda di tengah maraknya konten media baru yakni kemampuan memilah dan memilih asupan informasi yang pantas dan layak untuk diri dan orang lain. “Kemampuan menyeleksi dan mendistirbusikan hal-hal baik dan positif akan memberi dampak yang baik terutama dalam upaya mencegahkan beredarnya berita atau informasi hoax, SARA, pornografi, kekerasan atau yang tidak mendidik,” ujarnya.

Peningkatan SDM dan perhatian untuk pemuda di pelosok

Dalam kesempatan itu, Nuning meminta adanya perhatian khusus untuk pemuda yang ada daerah pelosok yang kurang terjangkau pada akses sarana. Menurutnya, pemerintah harus hadir dan menyiapkan infrastruktur kebutuhan terkait (fasilitas internet). 

“Masa pandemi Covid-19 saat ini, menjadi pemicu dalam percepatan budaya digital pada kehidupan masyarakat. Mereka akan menggunakan fasilitas teknologi digital yang ada dalam menyertai kehidupan sehari hari,” katanya.

Selain itu, lanjut Nuning, tidak kalah pentingnya yakni perlunya proses peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang berdaya guna. “Jika individu tidak punya kapasitas, materi yang akan distribusikan akan sia sia. ini harus diperhatikan soal SDM, maka faktor peningkatan SDM harus diperhatikan bersama,” jelasnya.

Dalam webinar hadir narasumber lain yakni Asdep Peningkatan Kapasitas Pemuda Kemenpora, Raka Pariana, alia laksono stafsus menpora, CEO Magalarva.com, Rendria Labde, CEO Bagigaji.id, Khairi Fuady, dan CEO Bahaso.com, Tyovan Ari. **

Jakarta -- Pertarungan kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 di masa pandemi Covid-19 besar kemungkinan akan lebih banyak berlangsung di media terutama media mainstream, TV dan Radio. Hal ini disebabkan TV dan Radio masih menjadi media yang kebenaran informasinya dapat dipertanggungjawabkan sekaligus dipercaya publik. 

Siaran tentang Pilkada yang aman akan Covid-19 melalui TV dan Radio dinilai dapat mendongkrak angka partisipasi pemilih untuk datang ke TPS (tempat pemungutan suara) yang dikhawatirkan menurun akibat khawatir terhadap virus mematikan ini. Kualitas pemilihan kepala daerah sangat bergantung dari tingginya partisipasi pemilih. 

Pendapat tersebut mengemuka pada saat pelatihan praktis secara daring yang diselenggarakan Indonesian Broadcasting Foundation (IBF) bersama Nurani Istitute Indonesia dengan tema “Sukses Pemasaran Politik dalam Pilkada 2020”, Sabtu (22/8/2020).

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, yang menjadi salah satu narasumber pelatihan mengatakan, suksesnya penyelenggaran Pilkada 2020 sangat bergantung dari massifnya informasi dan sosialisasi soal Pilkada yang aman saat pandemi ke masyarakat. Dan, fungsi ini dapat dilakukan media penyiaran. 

“Kita dapat mengambil contoh dari kesuksesan pemilihan umum di Korea Selatan di saat pandemi. Angka partisipasi pemilih di Korea Selatan tetap tinggi karena mereka berhasil mengendalikan kurva penyebaran covid sebelum Pemilu dan berhasil mensosialisasikan rasa aman saat melakukan pencoblosan lewat media,” kata Agung.

Berdasarkan data yang diperoleh Agung dari berbagai sumber, dari 18 negara yang melaksanakan pemilu di saat pandemi, sebanyak 16 negara mengalami penurunan partisipasi pemilih karena gagal mensosialisasikan rasa aman saat melakukan pencoblosan. Angka partisipasi pemilih di Perancis menurun dari 63.6% menjadi 44.7%. Kemudian Australia dari yang sebelumnya 83% menjadi 77%. Lalu, Iran dari sebelumnya 60.09% menjadi 42.32% dan Mali dari 42.7% menjadi 7.5%. 

Lepas dari kesuksesan Korsel meningkatkan partisipasi pemilih dalam Pemilu, Agung menilai peran media penyiaran sangat tepat dan efektif untuk melakukan edukasi soal Pilkada di tengah pandemi ketimbang oleh media baru seperti youtube. Selain jangkauannya yang luas, keberadaan TV dan radio telah dipayungi hukum serta etika siaran yang hal ini belum ada di media baru. “Selain itu, orang lebih percaya dengan TV dan radio ketimbang youtube,” tambah Agung.

Selain sosialisasi, kata Agung, upaya lain untuk menggenjot angka partisipasi pemilih dengan meningkatkan porsi kampanye positif oleh peserta di media penyiaran. Namun usaha ini harus diikuti dengan penyamarataan kesempatan untuk tampil. “Media harus memberi waktu yang sama dan proporsional untuk semua peserta. Tidak boleh ada pembedaan kesempatan,” ujarnya. 

Menurut Agung, penyelenggara Pilkada maupun peserta dapat memanfaatkan seluruh media penyiaran, TV dan radio, lokal maupun jaringan untuk sosialisasi, kampanye maupun iklan. “Kemungkinan waktu kampanye di media penyiaran akan diperpanjang dari yang sebelumnya hanya 14 hari. Mudah-mudahan perpanjangan ini akan meningkatkan angka partisipan sekaligus menguntungkan finansial lembaga penyiaran,” ungkapnya. 

Sementara itu, di waktu yang sama, Direktur Utama Metro TV, Don Bosco Selamun, menyatakan sepakat jika media mainstream masih lebih dipercaya ketimbang media baru. Hal ini tidak lepas dari kegaduhan atau maraknya info hoax di media baru. 

“Selain juga efektif, media penyiaran itu terikat dengan etika. Hal ini juga dapat dilihat dari share yang tinggi meskipun dari pemasukan iklan tidak naik karena ekonomi saat pandemi. Ini tanda bahwa masyarakat masih percaya dengan media penyiaran,” kata Don.

Dalam kesempatan itu, Don berharap Pilkada 2020 menghasilkan pimpinan yang berkualitas dan cerdas. “Saya harap masyarakat dapat memilih pemimpin yang bisa bekerja untuk mereka. Hanya dengan begitu bangsa kita akan naik kelas. Mari ikutkan masyarakat untuk cerdas memilih,” tandasnya. ***

Surabaya - Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan Indonesia sejak Januari 2020, memberikan berbagai perubahan signifikan dalam banyak sendi kehidupan. Perubahan tersebut tidak saja sekedar dari sektor kesehatan dan ekonomi. Pada lingkup masyarakat terkecil pun yakni keluarga, pandemi ini memberikan efek yang sangat besar. Dengan adanya kebijakan bekerja, belajar dan beribadah di rumah yang dicanangkan pemerintah di akhir bulan Maret, ketahanan keluarga mendapat tantangan besar dalam menghadapi dinamika sosial di masa pandemi. Ujung tombak dalam menjaga ketahanan keluarga di masa pandemi yang berlanjut pada kondisi kebiasaan baru, tentulah perempuan atau kaum Ibu. 

Salah satu efek adanya pembatasan sosial dalam menangkal penyebaran Covid-19 ini adalah meningkatkan waktu konsumsi melalui layar audio visual atau yang dikenal dengan screen time. Komisioner bidang kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nuning Rodiyah menyampaikan, selama pandemi terdapat peningkatan screen time oleh anak-anak, baik itu dilakukan melalui layar televisi ataupun telepon pintar. Hal ini juga sejalan dengan data peningkatan penonton televisi di masa pandemi yang mencapai dua puluh lima persen. Sedangkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan aktivitas yang paling sering dilakukan anak-anak selama pandemi selain belajar adalah menonton televisi, tidur, menonton youtube, mengakses media sosial dan bermain games elektronik. “Hampir sebagian besar waktu yang digunakan oleh anak-anak adalah di depan layar,”ujarnya. 

Hal tersebut disampaikan Nuning dalam acara Webinar yang diselenggarakan oleh Pengurus Daerah Bhayangkari Jawa Timur dengan tema Peran Wanita di Era Adaptasi Kebiasaan  Baru, (24/08/2020), dalam rangka Hari Kesatuan Gerak Bhayangkari ke-68 tahun 2020.  Turut hadir dalam webinar tersebut dr Caecillia F Lusida (Kepala Departemen Ilmu Penyakit Paru RSU Ibnu Sina Gresik) dan Septriana Tangkary (Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan  Maritim DIrektorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika).

Kepada peserta webinar Nuning menegaskan bahwa perempuan perlu mengambil peran penting dalam menjaga anak-anak dari paparan konten negatif yang potensial ditemui dari berbagai layar media. Pada prinsipnya, anak-anak harus didampingi saat menonton televisi, ujarnya. Namun kalaupun berbagai kegiatan para ibu di rumah menyebabkan sulit melakukan pendampingan, setidaknya dapat memahami betul tentang klasifikasi program siaran yang sudah diatur oleh KPI. Nuning pun menjelaskan lima tanda klasifikasi program yang dapat menjadi panduan bagi anak menonton televisi. 

Terkait screen time, Nuning juga menyampaikan adanya perbedaan  pengaturan konten antara media mainstream seperti televisi dan radio, dengan media baru seperti sosial media dan video on demand. Konten di media penyiaran telah mendapatkan pengaturan yang demikian ketat sehingga tidak memberikan ruang pada muatan pornografi, kekerasan secara vulgar, ataupun SARA. Sedangkan untuk media baru, tentunya hingga sekarang masih banyak ditemukan konten-konten yang disebut tadi. 

Sementara untuk penggunaan televisi berlangganan baik yang melalui satelit ataupun kabel, Nuning berpesan agar para ibu memanfaatkan betul kunci parental yang disediakan penyedia layanan. “Dengan kunci parental orang tua dapat memilih saluran televisi yang mana yang dapat diakses seluruh keluarga, termasuk anak-anak,”paparnya. Sedangkan untuk saluran yang disinyalir banyak memuat konten dewasa, dapat ditutup dengan kunci parental. 

Mewabahnya Covid19 memang memaksa masyarakat untuk tidak melakukan mobilisasi ke berbagai tempat. Dengan sendirinya kebersamaan keluarga di rumah menjadi meningkat. “Menonton dan mengakses media harus diakui menjadi salah satu hiburan yang membahagiakan, “ujarnya. Namun dia berharap, para ibu memastikan konten yang diakses anak-anak itu aman. Selain itu, dia mengingatkan agar para perempuan juga menjaga keluarganya dari konten hoax yang berseliweran di media baru.  “Batasi akses media untuk anak-anak, konfirmasi setiap informasi yang masuk lewat saluran resmi, analisis setiap informasi, lakukan literasi pada sebanyak orang yang ditemui,”papar Nuning. 

Lebih jauh lagi, di masa pandemi Nuning mengajak kaum perempuan untuk meningkatkan kapasitas pengasuhan guna mendukung pembelajaran anak. Pandemi ini telah memaksa terjadinya percepatan budaya digital. “Mau tidak mau kita semua harus melek internet, media sosial, dan teknologi informasi lainnya,”ujar Nuning. Hal ini untuk mengimbangi kemampuan native digital dari generasi sekarang. Industri digital saat ini nyaris borderless,dapat diakses tanpa batas, ujarnya. Kehadiran orang tua, khususnya Ibu, menjadi penting untuk memberikan panduan untuk anak tentang norma sosial dan norma agama yang harus diikuti. “Inilah yang menjadi salah satu kontribusi kaum perempuan bagi kualitas generasi mendatang dari bangsa ini,” pungkasnya. 

 

 

Pacitan -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan ancaman hoaks terkait COVID-19 saat Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2020. Jika tidak disikapi dengan baik hal itu dikhawatirkan berdampak pada penurunan partisipasi pemilih.

"Misalnya ada yang menyebarkan berita bahwa di suatu TPS ada kasus positif. Kira-kira pemilih mana yang berani datang ke situ?" papar Nuning Rodiyah, komisioner KPI Pusat saat bimbingan teknis di Pacitan, Jumat (21/8/2020).

Dikatakan, dewasa ini persebaran hoaks kerap mewarnai momen-momen penting. Salah satunya pemilihan umum. Di era pandemi seperti saat ini peluang terjadinya disinformasi semakin besar. Karenanya semua pihak diimbau bijak menyaring informasi yang tak jelas sumbernya.Masih menurut Nuning, selama ini penyebaran hoaks dominan terjadi pada ranah media sosial.

Di sinilah, lanjut Nuning, media arus utama memiliki peran memberikan pencerahan kepada khalayak.Media massa arus utama berkewajiban menyampaikan informasi secara benar. Dengan begitu masyarakat dapat memperoleh sisi manfaat dari media. Tentu saja tanpa menghilangkan fungsi lain sebagai penyaji hiburan.

"Hasil survey menunjukkan kepercayaan publik terhadap media mainstream masih cukup tinggi," tandasnya. Red dari detik.com

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.