Bandar Lampung – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bergerak cepat dan mulai melakukan rapat koordinasi dengan daerah (KPID, Lembaga Penyiaran Lokal, Bawaslu Daerah dan KPUD) terkait pelaksanaan pengawasan penyiaran pemberitaan dan iklan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020. Lampung menjadi daerah pertama yang dikunjungi KPI untuk menyosialisasikan kebijakan terkait pengawasan penyiaran dan iklan kampanye Pilkada 2020 di lembaga penyiaran.

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat membuka Rakor tersebut mengatakan, Pilkada tahun ini harus tetap dilangsungkan meskipun dalam keadaan pandemi covid-19. Menurutnya, proses pemilihan ini dapat berjalan dengan aman asalkan mengikuti secara disiplin protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. 

“Kunci semua ini adalah perubahan perilaku manusia atau masyarakat. Pemerintah sudah menyosialisasikan protokol covid ketika akan masuk bilik dan di lapangan. KPU juga telah membatasi sedemikian rupa kampanye di lapangan dan mengalihkan ke kampanye di media serta virtual,” jelasnya saat membuka kegiatan tersebut langsung di Kota Bandar Lampung, Lampung, Senin (19/10/2020).

Agung menceritakan bahwa ada lima puluh negara yang telah melakukan Pemilu pada saat pandemi. Sebagian negara tersebut ada yang sukses dan gagal. Contoh negara yang gagal adalah Iran sehingga menyebabkan partisipasi pemilih anjlok. “Bahkan di kota Teheran jumlah partisipasi hanya 20 %. Selain itu, kegagalan keduanya, pemilu di Iran justru menimbulkan kluster baru covid,” katanya. 

Adapun contoh yang sukses yakni pemilu di Korea Selatan (Korsel). Partisipasi pemilih pada Pemilu saat pandemi di Negeri Ginseng justru paling tinggi sejak 20 tahun. Menurut Agung, Korsel sukses karena kampanye tentang pemilu aman saat covid yang massif melalui media penyiaran. “Jadi sebelum pemilu dilakukan, TV di korsel meyakinkan kepada pemilih untuk tidak khawatir untuk datang ke TPS dan melakukan pemilihan. Hal ini sudah mulai dilakukan TV berjaringan kita,” katanya.

Terkait pemanfaatan media penyiaran dan jaringan internet untuk sosialisasi dan kampanye, Agung sangat mendukung. Menurutnya, Pilkada 2020 dapat sukses dari segi partisipasi dan juga penyelenggaraan berkat media penyiaran.

“Kita mengadopsi cara Korea Selatan. Pilkada ini menjadi pilkada yang bersejarah dan kita berharap pasrtisipasinya sangat tinggi hingga 70 persen. Hal ini, mau tidak mau kita harus kampanye di lembaga penyiaran biar bisa mencapai taget tersebut. Indonesia akan menjadi negara yang dijadikan contoh bagi negara lain dalam pelaksanaan pemilu jika ini berhasil,” kata Agung menambahkan.

Dalam kesempatan itu, Agung juga mendorong peran pemerintah provinsi untuk membantu KPID untuk menyosialisasikan bagaimana cara Pilkada yang baik dan benar saat pandemi. “Masyarakat harus tahu bagaimana memilih yang benar sesuai dengan protokol covid. Saya berharap pilkada ini sukses dan sesuai dengan protyokol covid,” tandasnya. ***

 

 

Serang - Kawasan perbatasan antarnegara dan daerah blankspot, harus diakui kurang begitu menarik untuk dikelola dalam rangka menunaikan hak informasi masyarakat melalui pemerataan siaran. Secara karakteristik, dua wilayah ini sulit dilayani lantaran adanya hambatan secara geografis dan ekonomis. Namun dengan adanya digitalisasi penyiaran, hambatan tersebut diharapkan dapat menemui jalan keluar. 

Menurut Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Mulyo Hadi Purnomo, digitalisasi penyiaran memiliki nilai strategis di wilayah perbatasan antarnegara. Siaran digital menjadi benteng penjaga ke-Indonesiaan di wilayah perbatasan, baik dalam konteks kebudayaan dan kemasyarakatan. “Dengan siaran digital ini, kita dapat menjaga kebudayaan Indonesia tetap eksis di wilayah perbatasan dan tidak diganggu oleh siaran yang meluber dari negara tetangga,””ujarnya. 

Hal ini disampaikan Mulyo dalam Sosialisasi dan Publikasi Menjaga Indonesia dan Perbatasan Melalui Penyiaran Digital, yang digelar KPI bekerja sama dengan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo),(16/10). 

Digitalisasi ini pun, menurut Mulyo memberikan banyak kemanfaatan dengan terbukanya wilayah-wilayah baru untuk diakses televisi sebagai bahan liputan. Selama ini karena wilayah perbatasan tidak terjangkau dan masyarakat pun kesulitan mengakses  siaran televisi dan radio dalam negeri, maka masyarakat pun tidak terliput dan tidak hadir di ruang siar kita. “Sehingga seolah-olah melupakan wilayah perbatasan sebagai  bagian dari Indonesia kita, “ tegasnya. Padahal ada kekuatan ekosistem dan kekuatan ekonomi daerah di perbatasan yang dapat menjadi dimanfaatkan. Harapannya, dengan digitalisasi peluang di wilayah perbatasan ini dapat dioptimalkan. 

Migrasi penyiaran dari analog ke digital direncanakan dapat terealisasi pada tahun 2022. Tentunya migrasi secara serentak (Analog Switch Off) ini akan  membuahkan  digital deviden, atau keuntungan digital. Mulyo berharap kelebihan pemanfaatan frekuensi ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan informasi melalui internet. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang, ketika sekolah tidak bisa dibuka, semua terbantukan dengan jaringan internet dan juga siaran televisi maupun radio. Internet juga diharapkan tidak saja berguna untuk pendidikan formal seperti penyediaan ruang-ruang belajar dari penyedia layanan,tapi  juga untuk pengembangan pengetahuan dan daya kritis masyarakat.  Selain itu, Mulyo meyakini,  pemanfaatan frekuensi internet ini dapat memacu pertumbuhan ekonomi kreatif. 

Mulyo berharap, dengan ASO ini, masyarakat dapat merasakan perubahan signifikan terhadap kualitas layanan siaran. Selain kualitas gambar yang  baik, konten siaran juga menjadi lebih beragam, sebagaimana hari-hari ini sudah mulai menunjukkan perkembangan keberagaman konten tersebut. 

Hadir pula secara daring Wakil Ketua Komisi X Agustin Wiljung Pramestuti. Dalam kesempatan ini Agustin menyampaikan pandangannya tentang penyiaran digital yang menempatkan KPI sebagai lembaga yang memiliki peranan penting menjaga konten siaran. Menurutnya yang harus ditekankan dalam menjaga Indonesia di Perbatasan adalah menyemangati masyarakat yang tinggal di perbatasan agar merasa sama sama dengan masyarakat Indonesia yang tinggal di ibukota kabupaten terdekat. “Harus kita akui wilayah perbatasan mebutuhkan perhatian besar dari pemerintah,”ujarnya. 

Dengan adanya kepastian Analog Switch Off, Agustin berharap  kita mulai memoles wajah di perbatasan. “Karena jika sudah masuk era digital di perbatasan, harus disadari akan terlihat jelas oleh dunia luar, bagaimana perbatasan antarnegara diurus selama ini,” tegasnya. 

Menjaga Indonesia dan perbatasan melalui penyiaran digital semestinya tidak hanya dimaknai pada perbatasan yang bersifat fisik, tapi juga perbatasan di dunia digital sendiri. Sebagai pimpinan dari Komisi X yang membidangi masalah pendidikan, Agustin menyoroti aktivitas anak-anak sekolah yang memegang gadget dengan kuota cukup untuk browsing internet tanpa pengawasan. Menurutnya, perbatasan ini juga sangat penting diperhatikan untuk selalu dijaga. 

Sementara itu narasumber dari kalangan industri yang hadir dalam sosialisasi dan publikasi tersebut adalah Wawan Julianto selaku Vice President Broadcast Operational Trans TV.   Secara rinci Wawan menyampaikan tiga tantangan besar bagi industri dalam melaksanakan siaran di wilayah perbatasan. Pertama adanya luberan atau spill over siaran asing di wilayah perbatasan. Secara teknis, ujar Wawan, tidak dapat dihindari karena frekuensi sifatnya merambat dari udara dan tidak mungkin diblok. Hal ini yang kemudian membuat masyarakat di perbatasan rawan terpapar propaganda ideology asing, yang juga berbahaya bagi keamanan nasional. Tantangan selanjutnya adalah potensi ekonomi yang kurang di wilayah perbatasan.  Yang terakhir belum optimaknya infrastruktur penunjang di wilayah perbatasan. Namun demikian, dengan segala tantangan besar tersebut, Trans Media punya komitmen kuat untuk tetap menyelenggarakan penyiaran di perbatasan sebagai wujud peran serta mendukung pemerintah dalam pemerataan informasi untuk publik. 

Narasumber lain yang juga memberikan materi adalah anggota Komisi I Helmy Faishal Zaini, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Mimah Susanti, serta Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Prof Widodo Muktiyo, dengan moderator dari KPID Banten, Alamsyah. 

KPI sendiri, menurut Mimah, tetap membutuhkan support dari masyarakat dalam melakukan pengawasan konten penyiaran digital.  Mengingat jumlah lembaga penyiaran yang akan hadir nanti akan menjadi lebih banyak. Tentunya sinergi dengan publik menjadi salah satu kekuatan dalam kiprah lembaga ini menjaga konten siaran agar selaras dengan arah dan tujuan berbangsa dan bernegara. 

 

Serang – Hadirnya digitalisasi penyiaran diharapkan diharapkan dapat membuka kesempatan penunaian hak informasi dan pengembangan pendidikan di wilayah perbatasan.  Hal ini dikarenakan implementasi digitalisasi memberikan prioritas pengembangan penyiaran di wilayah perbatasan yang juga diiringi dengan meluasnya jangkauan internet sebagai konsekuensi didapatnya digital deviden. Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Mulyo Hadi Purnomo menyampaikan hal tersebut dalam Sosialisasi dan Publikasi Menjaga Indonesia dan Perbatasan Melalui Penyiaran Digital, yang digelar secara daring di Serang , Banten, (16/10).

KPI sendiri menyambut baik rencana analog switch off (ASO) pada tahun 2022 mendatang, sebagai sebuah transformasi teknologi siaran yang akan memberi banyak manfaat bagi publik, khususnya di wilayah perbatasan yang merupakan beranda terdepan negara, wilayah tertinggal dan wilayah terpencil. Menurut Mulyo, meningkatnya akses informasi tentu akan membantu terjadinya peningkatan kualitas pendidikan di wilayah tersebut. “Muara dari digitalisasi ini adalah meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat”, tegasnya.

Konsekuensi lain dari penyiaran digital adalah semakin beragamnya konten siaran yang hadir ke tengah publik. Selain itu, kesempatan menghadirkan kebudayaan lokal dalam penyiaran juga terbuka semakin luas. Hal ini dikarenakan digitalisasi membuka peluang yang lebih luas bagi pelaku industri penyiaran. Jika selama ini ada keterbatasan frekuensi untuk kiprah industri dalam dunia penyiaran, dengan diterapkannya digitalisasi maka kanal-kanal frekuensi yang dapat digunakan menjadi lebih banyak.

KPI berharap, digitalisasi penyiaran ini dapat dimanfaatkan untuk menghadirkan konten siaran yang edukatif dan informatif. Khusus untuk wilayah perbatasan, penyiaran digital ini diharapkan menjadi ruang untuk menyapa masyarakat di beranda terluar dari republik ini, ujar Mulyo. Karenanya siaran di wilayah perbatasan pun, diharapkan mampu meningkatkan rasa cinta tanah air, serta menguatkan integrasi nasional.

Pelaksanaaan digitalisasi penyiaran sebenarnya sudah mulai dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 2017.  Kerja sama KPI dengan Kementerian Kominfo berhasil meluncurkan secara resmi siaran perdana TV digital di beberapa wilayah perbatasan antar negara, seperti Nunukan (Kalimantan Utara), Batam (Kepulauan Riau), dan Jayapura (Papua).  

Mulyo juga menjelaskan bahwa kegiatan sosialisasi dan publikasi penyiaran digital ini digagas KPI bekerja sama dengan Badan Aksesibilitas Komunikasi dan Informasi (BAKTI) Kemenkominfo yang digelar secara daring dengan peserta dari seluruh tanah air, khususnya dari wilayah perbatasan antar negara. Hadir sebagai pembicara dalam sosialisasi dan publikasi penyiaran digital ini, Wakil Ketua Komisi X Agustina Wilujeng Pramestuti, Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Widodo Muktiyo, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Mimah Susanti, dan VP Broadcast Operational Trans TV Wawan Julianto. 

 

 

Jakarta -- Anggota DPR RI dari Komisi I, Fadli Zon, mengatakan teori globalisasi menuntut manusia membuat perubahan secara cepat. Dan, pada saat pandemi covid-19, teori tersebut terbukti dengan adanya pergeseran perilaku masyarakat. 

“Sebenarnya perubahan sosial ini lantaran pandemi corona covid-19 sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi melalui digitalisasi yang tanpa kita sadari sudah merealisasikannya,” kata Fadli.

Lebih jauh, Fadly melihat, selama masa pandemi, jejak komunikasi digital belakangan ini telah meningkat melampaui kebiasaan sebelumnya. Perubahan ini, tanpa disadari telah membentuk aktivitas baru semenjak berlakunya kebijakan Pemerintah terkait bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah.

“Perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat yang kian berkembang dan tidak mengenal tempat serta waktu menyebabkan digitalisasi mudah diterima masyarakat dunia. Kemudahan akses internet terbukti memudahkan masyarakat melakukan apapun, dimanapun dan kapanpun,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, saat ini kebutuhan masyarakat kebanyakan bukan hanya soal sandang, papan dan pangan saja tapi juga dukungan perangkat digital. Pandemi Covid-19 diyakini telah mempercepat era digitalisasi di Tanah Air. Hal ini membuka peluang bagi perusahaan rintisan untuk masuk ke berbagai sektor termasuk pemerintahan.

“Bahwa ada instrumen baru di generasi millenial dan situasi ini membuat kebutuhan tidak hanya sandang, papan dan pangan. Wifi atau sinyal internet juga sekarang memiliki peran seperti kebutuhan layaknya makan setiap hari,” ucap Andre dalam diskusi berbasis daring yang di selenggarakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dengan tema “E-Learning: Pemanfaatan Digitalisasi di Masa Pandemi" di Jakarta, Kamis (15/10/2020).

Presiden OIC Broadcasting Regulatory Authorities Forum (IBRAF) periode 2017-2018 ini mengungkapkan sering kehidupan yang lebih banyak di rumah, kebiasaan pengguna gadget pun berubah, khususnya berkenaan dengan waktu pemakaian media sosial. Perkembangan teknologi dan digital membuat perilaku berinternet juga semakin meningkat. Namun hal yang perlu dipahami adalah penggunaan internet harus tetap bijak supaya pengguna tidak terlalu bergantung dari telepon pintar dan internet.

“Sadar atau tidak, perilaku baru akibat pandemi hari ini bahwa konten digital sudah mendominasi,” ungkap Andre.

Menurut dia, berdasarkan hasil penelitian dari Bank Indonesia, bahwa telah terjadi peningkatan transaksi berbasis daring per Mei 2020 sebanyak 17,31 persen. Adaptasi penjualan dengan daring juga menjadi salah satu upaya yang dilakukan oleh industri ekonomi kreatif. “Salah satu cara dan jangan sampai lewatkan moment ini. Anak muda harus gunakan kesempatan ini untuk lebih kreatif, tidak perlu yang mewah. Era digital ini memiliki dampak yang luar biasa,” katanya. Man/*

 

 

Jakarta -- Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, untuk meningkatkan kualitas siaran, KPI bersama 12 Perguruan Tinggi Negeri melakukan Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi. 

“Riset ini adalah semangat dan tujuan KPI dengan konsep kualitas. Kita mau tahu apakah tiap program yang ada itu layak untuk disiarkan,” ujar Yuliandre Darwis saat menjadi pemateri dalam diskusi berbasis daring yang diselenggarakan UIN Syarif Hidayatullah dengan tema “Berdakwah di Layar Kaca: Televisi dan Narasi Keagamaan di Indonesia” di Jakarta, Kamis (15/10/2020).

Lebih lanjut, pria yang ramah disapa Andre ini mengatakan, dengan beragamnya konten siaran, pihaknya merasa perlu melibatkan beberapa elemen para pakar terutama akademisi untuk memberikan kontribusinya dalam meningkatkan kualitas program siaran di Indonesia. Dalam konteks konten siaran keagamaan, konten di beberapa lembaga penyiaran sudah mencapai standart riset yang di tetapkan oleh KPI.  

Ada pun penilaian kualitas program siaran keagamaan berdasarkan indikator dengan relevansi alur perjalanan cerita. Kemudian dalam hal toleransi menjadi aspek utama yang menjadi tolak ukur dalam penilaian. Landasan kegiatan prioritas ini mencakup Pancasila dan menggambarkan kebhinekaan serta menghormati keragaman.

“Kami selalu melakukan evaluasi terhadat tayangan terjemahannya KPI merujuk fakta data kemudian ditabulasikan dengan para ahli dan kita transfer ke publik bahwa ada konteks keagamaan yang sehat di lembaga penyiaran,” katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Cholil Nafis menyampaikan, para tokoh agama yang nantinya akan tampil di lembaga penyiaran diharapkan memiliki kriteria dalam mengukur kompetensi dai yang ada. Konsepnya, MUI menginginkan adanya kemampuan mengkondisikan objek dakwah di Lembaga Penyiaran. 

“Kemampuan berkomunikasi dua arah dan memahami serta menyelesaikan masalah yang dialami oleh objek dakwah dan kemampuan membedakan karakter objek dakwah,” kata Cholil.

Cholil mengatakan standarisasi ini dibuat agar setiap dai memiliki paradigma yang sama. Menurut dia, standarisasi ini bukan bermaksud untuk membatasi dai berdakwah di lembaga penyiaran, tapi untuk dijadikan ambang kualitas para dai. "Tapi di saat bersamaan, kami juga tidak ingin lembaga atau publik disuguhi dengan ustadz yang tidak layak untuk menyampaikan dakwah di layar," ujar Cholil. Man/*

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.