- Detail
- Dilihat: 15203
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak melarang komedian atau artis komedi (pelawak) untuk tampil dan berekspresi di televisi. Berekspresi dan tampil dalam ruang publik khususnya televisi merupakan hak setiap orang dan itu tidak bisa dicegah. Namun demikian, kebebasan berekspresi harus juga diimbangi dengan kehati-hatian dan tanggungjawab supaya tidak terjadi kesalahan dan pelanggaran terhadap peraturan yang ada.
“Silahkan untuk berekspresi. Namun harus hati-hati terutama mengenai hal-hal yang berbau SARA dan sensitif. Jangan hal-hal yang sifatnya fisik atau cacat fisik menjadi bahan candaan teman-teman. Hal itu tidak baik apalagi jika ditonton anak-anak,” kata Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Agatha Lily, dalam acara sosialisasi P3 dan SPS KPI di stasiun ANTV, Rabu, 6 November 2013.
Menurut Lily, candaan yang sifatnya menjelek-jelekan fisik seseorang apalagi dengan bahasa yang cenderung kasar ditakutkan menjadi kebiasaan. Padahal, budaya berbicara kasar bukanlah budaya bangsa ini. “Bahasa yang baik itu menunjukan bagaimana bangsa ini dan itu dapat menjadi kebanggaan,” katanya di depan peserta yang beberapa diantaranya terdiri atas artis terkenal di beberapa program acara hiburan ANTV.
Pernyataan Lily turut didukung Ketua bidang Pengawasan Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin. Menurutnya, candaan yang sifatnya kasar seperti adegan lempar tepung atau mengoles tepung pada bagian wajah yang dapat menimbulkan cidera dapat ditiru anak-anak yang tidak mengerti dan itu membahayakan mereka.
Terkait candaan dan adegan demikian, Rahmat sempat mengajukan pertanyaan pada artis-artis yang hadir seperti Olga, Deska, dan Melani. Apakah bisa candaan-candaan yang mengarah ke bentuk fisik dihentikan dan diganti dengan candaan yang lain. “Pelawak itu orang-orang yang cerdas dan kreatif, saya rasa pasti bisa mengubah cara-cara demikian dengan yang lebih baik tapi tetap bikin orang tertawa,” harapnya.
Dalam kesempatan itu, Rahmat mengingatkan penggunaan frekuensi yang merupakan milik publik mestinya dipergunakan untuk kenyamanan dan keamanan publik. Karenanya, peraturan yang dibuat untuk penyiaran sangat ketat. “Frekuensi itu milik masyarakat. Karena itu, masyarakat harus dapat kenyaman dan keamanannya.,” paparnya. Red