Jakarta – Sejumlah mahasiswa dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengeluhkan soal masih banyaknya tayangan televisi yang dinilai tidak mendidik bagi masyarakat. Bahkan, tayangan-tayangan tersebut justru banyak ditempatkan pada jam-jam ramai tonton atau prime time.

Menurut mereka waktu tayang acara-acara tersebut tidak sesuai dengan kebermanfaatan media dalam mencerdaskan penontonnya. Media harus dapat memberi porsi yang pas bagi penonton dengan menempatkan tayangan yang mendidik pada waktu yang tepat.

Komisioner KPI Pusat, Idy Muzayyad, yang berkesempatan menerima rombongan mahasiswa tersebut ikut membenarkan soal masih adanya acara-acara yang tidak layak bagi masyarakat, meskipun ada banyak pula tayangan yang layak. “Ini memang fakta yang terjadi dan perlu ada langkah untuk memperbaiki yang tidak layak tersebut,” katanya kepada para mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, di kantor KPI Pusat, Rabu, 29 Mei 2013.

Menurut Idy, ada tiga langkah untuk memperbaiki kondisi tersebut. Pertama, penguatan regulasi seperti UU Penyiaran dan P3 dan SPS KPI. Kedua, perbaikan dan pengembangan di level produksi seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia penyiaran. Ketiga, menata pola konsumsi artinya masyarakat harus mampu melihat dan memilih tayangan mana yang pantas, baik dan bermanfaat untuk mereka.

“Ketiga hal ini menjadi perhatian penting untuk memperbaiki hal-hal yang dikeluhkan tadi. Karena itu, kami juga meminta mahasiswa untuk ikut mengawal proses perubahan UU Penyiaran yang sedang berlangsung,” kata Idy.

Idy juga mengharapkan penyiaran Indonesia ke depan makin baik, berkeadilan, bermanfaat, dan semakin bermatabat.

Selain persoalan tayangan, para mahasiswa turut mengeluhkan tayangan iklan seperti iklan rokok dan iklan dewasa. Dari beberapa yang mereka lihat, ada tayangan iklan untuk orang dewasa ditayangkan pada  jam-jam yang tidak semestinya. Hal ini harus diperhatikan dan jangan lagi terjadi, kata mereka. Red

Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperpanjang masa tugas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang seharusnya berakhir pada 25 Mei 2013. Perpanjangan tugas KPI, dilakukan lantaran DPR masih melakukan proses tahapan seleksi rekruitmen calon anggota KPI Pusat periode 2013-2016.

Paparan tersebut dikemukan oleh Wakil Ketua Komisi I, Ramadhan Pohan dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa, 28 Mei 2013.

“Agar tidak terjadi kevakuman kepengurusan dalam KPI pusat, Komisi I dalam rapat intern tanggal 13 Mei 2013 telah memutuskan untuk memperpanjang masa tugas anggota KPI pusat,” jelas Ramadhan seraya menjelaskan bahwa perpanjangan tugas KPI tersebut dilakukan hingga 13 Juli 2013.

Di akhir Mei ini, sambung Ramadhan,  berkas lamaran para calon anggota KPI sedang diproses dan  diseleksi. Dalam pelaksanaan rekruitmen anggota KPI ini, DPR melibatkan akademisi, pengamat, praktisi media, psikolog, budayawan, dan ormas untuk ikut serta menyeleksi dan memberikan masukan kepada DPR. Ini dilakukan untuk mendapatkan anggota KPI yang terbaik.

Komisi I DPR RI, terang Ramadhan, menjadwalkan seluruh tahanan seleksi calon anggota KPI termasuk fit and proper test, akan selesai selambat-lambatnya 13 Juli 2013 atau sebelum berakhirnya Masa Persidangan IV tahun sidang 2012-2013.

“Diharapkan pada 13 Juli mendatang sudah bisa dilaporkan kepada Presiden SBY para anggota KPI Pusat periode 2013-2016. Sehingga Presiden bisa segera memberikan keputusan terkait anggota KPI,” tutup Ramadhan dikutip penaone.com. Red

Medan (25/5): - Persaingan global yang menjadi tantangan besar bangsa ini untuk berkompetisi dengan bangsa lain, menuntut kesiapan semua elemen masyarakat, pemerintah dan industri untuk menjadikan Indonesia sebagai tuan di negerinya sendiri. Hal tersebut disampaikan Azimah Subagijo, komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan dalam acara Dialog Publik KPI Pusat di Medan (24/5).

Dunia penyiaran, menurut Azimah, memiliki kontribusi yang besar untuk menjadikan produksi dalam negeri sebagai produk yang membanggakan bagi masyarakatnya. Hal tersebut dapat diakomodir lewat mengoptimalkan kehadiran Keberadaan muatan lokal dalam program siaran yang sudah diperintahkan Undang-Undang. Untuk itu, ujar Azimah, butuh kemauan kuat dari industri penyiaran dalam menjadikan kehadiran muatan lokal di penyiaran itu lebih optimal.

Azimah membandingkan kebijakan negara lain dalam memajukan produk dalam negerinya sendiri. Jepang, Cina, Korea dan Amerika, punya strategi unik untuk menjadikan budaya dan produk dalam negeri mereka mendunia. Bahkan, ujar Azimah, bangsa Indonesia pun menjadi konsumen dari produk-produk luar negeri yang mendunia tersebut. Padahal, sebenarnya Indonesia sendiri sangat kaya akan khazanah budaya lokal yang tak kalah menarik. Namun bisa jadi, karena lembaga penyiaran kurang optimal dalam menghadirkan kearifan lokal tersebut ke ruang siar masyarakat, maka budaya itu pun menjadi asing bagi masyarakatnya sendiri.

Azimah juga menyoroti adanya klaim dari bangsa lain terhadap budaya asli Indonesia. Menurutnya, boleh jadi karena lembaga penyiaran tidak rajin mengetengahkan budaya-budaya Indonesia lewat program-programnya. Sehingga, masyarakat menjadi lebih akrab dengan budaya asing seperti K-Pop, gangnam style dari Korea ketimbang tari-tari tradisional nusantara. Padahal, dengan belasan ribu pulau yang terdiri atas ratusan suku bangsa yang membentang dari Sabang sampai Merauke ini, harusnya menjadi inspirasi berharga bagi industri penyiaran dalam menjalankan amanah undang-undang penyiaran tentang muatan lokal.

Dalam dialog tersebut juga menghadirkan anggota Komisi I DPR RI Meutiya Hafid, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Freddy Tulung, Sejarawan Universitas Negeri Medan Ichwan Azhari dan Komisioner KPI Pusat Idy Muzayyad. Menurut Ichwan Azhari, begitu banyak kekhasan daerah di Indonesia yang luput dari siaran lembaga penyiaran. Yang terjadi saat ini, ujar Ichwan, justru lewat lembaga penyiaranlah, muncul keseragaman yang tidak menunjukkan keragaman budaya.  Sementara itu, Dirjen IKP Kemenkominfo, Freddy Tulung, menyampaikan tantangan globalisasi yang hadir melalui internet. Di hadapan peserta yang terdiri atas organisasi social kemasyarakatan dan kepemudaan, Freddy memaparkan kondisi riil cakupan pornografi melalui internet yang mengancam jati diri bangsa.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau seluruh lembaga penyiaran, baik televisi maupun radio dibawah naungan ATVSI, ATVLI, PRSSNI, dan ARRSLI, untuk tidak menyiarkan iklan, promo dan sponsor rokok pada saat Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh pada tanggal 31 Mei 2013 mendatang. Media diharapkan berperan mendukung penanggulangan masalah merokok di Indonesia dengan menyiarkan iklan layanan masyarakat tentang bahaya merokok pada tanggal 31 Mei 2013 tersebut.

Imbauan tersebut ditegaskan dalam dua surat imbauan yang disampaikan KPI Pusat kepada ATVSI, ATVLI, PRSSNI, dan ARRSLI pada Selasa, 21 Mei 2013, pekan lalu.

Koordinator bidang Isi Siaran, Nina Mutmainnah menyatakan, imbauan yang disampaikan KPI Pusat dilandasi dengan surat dari Kementerian Kesehatan, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau yang meminta pihaknya untuk memberi imbauan terkait Hari Tanpa Tembakau tersebut kepada seluruh lembaga penyiaran.

Surat dari Komisi Nasional Perlindungan Anak No. 201/Komnaspa/V/2013 tertanggal 2 Mei 2013 tentang “Permohonan Untuk Mengeluarkan Surat Himbauan Kepada Stasiun Televisi Dan Radio Agar Tidak Menyiarkan Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok Pada Hari Tanpa Tembakau Sedunia 31 Maret 2013” dan surat dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau No. 204/KOMNASPT/SK/V/2013 tertanggal 16 Mei 2013 tentang “Permohonan Himbauan kepada Media Televisi dan Radio untuk tidak menayangkan iklan, Promosi dan Sponsor rokok pada Hari Tanpa Tembakau Sedunia tanggal 31 Mei 2013”.

Sementara itu surat dari Kementerian Kesehatan dengan No. PK.01.01/VII/1039/2013 tertanggal 13 Mei 2013 tentang “Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2013”. Permintaan dalam surat itu isinya sama yakni agar lembaga penyiaran tidak menyiarkan iklan rokok pada tanggal 31 Mei 2013 yang diperingati sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS). Red

Jakarta – Stasiun Global TV penuhi undangan KPI Pusat guna mengklarifikasi dua program acaranya terkait persoalan Eyang Subur, Jumat, 24 Mei 2013 di kantor KPI Pusat. Dalam klarifikasi tersebut Global TV diwakili Wakil Pemimpin Redaksi, Yadi Hendriana dan staf. Hadir dari KPI Pusat, Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto dan Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Nina Mutmainnah.

Diawal pertemuan, Ezki dan Nina menyampaikan maksud dari pertemuan tersebut. Menurut mereka berdua, dua tayangan yang disiarkan Global TV tidak sesuai dengan kebutuhan informasi di masyarakat. “Relevansinya tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat akan informasi dan tayangan ini banyak di adukan publik,” tambah Nina.

Sementara itu, Yadi mengatakan tidak ada maksud dari pihaknya menayangkan dan masuk dalam persoalan yang dimasalahkan. “Kami minta maaf,” katanya. Menurut Yadi, masukan-masukan yang disampaikan KPI dan publik akan menjadi catatan pihaknya untuk berubah.

Klarifikasi yang disampaikan Global TV akan dibawa ke rapat pleno KPI Pusat. Keputusan mengenai dua tayangan tersebut akan diputus pleno. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.