Jakarta -- Salah satu tujuan dari migrasi siaran TV analog ke TV digital atau ASO (analog switch off) adalah menghapus daftar wilayah tanpa siaran atau blank spot di Indonesia. Sayangnya, setelah proses digitalisasi berjalan justru masih ada daerah di tanah air yang belum terjangkau siaran termasuk di wilayah perbatasan. Kondisi ini menjadi PR (pekerjaan rumah) bersama yang harus dicarikan jalan keluarnya.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, di sela-sela acara Dialektika Demokrasi dengan tema “Penyiaran di Daerah Perbatasan Sebagai Penjaga Kedaulatan Negara” yang diselenggarakan di Pusat Penyiaran dan Informasi Parlemen (PPID), Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/7/2024).

Menurut Reza, penyebab siaran di wilayah perbatasan belum sepenuhnya terakomodasi siaran dalam negeri, masalahnya di regulasi. Pasalnya, berdasarkan ketentuan soal penyelenggara multipleksing (MUX), lembaga penyiaran (TV) swasta hanya bertanggungjawab menjangkau 70% dalam satu wilayah layanan siaran. 

Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang urus sisanya sebanyak 30%. “Di situlah seharusnya instrumen negara masuk, dalam hal ini TVRI dan RRI. Saya pernah usulkan agar RRI dan TVRI berkolaborasi untuk mengisi slot yang ada. Karena sekarang RRI pun tidak hanya bermain di audio saja tapi juga di visual. Jika kita ingin mewujudkan keragaman konten, maka  instrumen negara harus memberi contoh. TVRI bisa bikin, RRI juga bisa bikin,” katanya.

Permasalahan lainnya, lanjut Reza, terkait aturan biaya sewa yang dibebankan kepada penyelenggara siaran ke penyelenggara MUX. Hal ini makin membebani lembaga penyiaran swasta termasuk juga lembaga penyiaran komunitas (LPK), yang hadir di perbatasan. Salah satu contohnya pada saat uji coba siaran digital di Nunukan, Kalimatan Utara (Kaltara) tahun 2019.

“Pada waktu itu kita mengundang seluruh lembaga penyiaran swasta untuk ikut bergabung dalam siaran dan semuanya on air. Tapi selang beberapa lama, siarannya satu demi satu berkurang karena ada masalah di regulasi tadi. Hal ini dikarenakan adanya aturan yang mewajibkan setiap penyelenggara siaran yang menggunakan MUX harus bayar. Karena ada aturan terkait PNBP yang tidak boleh gratis. Jatuhnya, teman-teman TV swasta bingung, kan kami diajak kenapa harus bayar, Jadinya mereka mundur satu per satu. Padahal tadinya program ini sudah bagus,” ungkap Reza.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari, mendorong agar masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan lebih suka dengan siaran televisi dari negara tetangga. Dia menilai siaran dari negara-negara tetangga itu justru bakal membawa kepentingan negara itu. Oleh karenanya, negara ini harus segera berpindah ke sistem penyiaran digital secara keseluruhan hingga memperkuat ke wilayah-wilayah perbatasan.

"Karena memang ketika kita menggunakan spektrum siaran analog, kita akan sangat berdampak, ada intervensi dengan frekuensi yang lain," kata Kharis.

Dia menambahkan, bahwa UU Penyiaran tahun 2002 disusun ketika dunia penyiaran Indonesia belum mengenal sistem digital. Sehingga sudah tentu menurutnya undang-undang tersebut belum mengatur terkait digital.

Walaupun Indonesia sudah melakukan ASO beberapa tahun lalu, lanjut Kharis, hal ini belum menjangkau ke semua wilayah. Permasalahannya, kata dia, pemerintah pun tidak bisa memaksa kepada perusahaan siaran swasta untuk menjangkau siaran digital di semua wilayah. "Oleh karenanya DPR RI saya kira mendapat amanat untuk memperkuat siaran di perbatasan," ujarnya secara daring.

Di tempat yang sama, Anggota DPR RI Hasbi Anshory, meyakini kunci sukses membangun kedaulatan negara di daerah perbatasan adalah melalui pembangunan infrastruktur penyiaran di daerah tersebut. 

Selain itu, upaya komunikasi secara intensif dan kerja sama pemerintah pusat dengan pemerintah daerah juga menjadi langkah dalam memberdayakan dan makin menumbuhkan semangat nasionalisme masyarakat di daerah perbatasan.

“Yang perlu kita garisbawahi di perbatasan itu jaringan kita masuk atau tidak? Kalau kita bilang untuk menjaga merekat kebangsaan tapi mereka tidak bisa menonton media dari Indonesia sama aja juga bohong,” papar Hasbi Anshory. 

Ketua KPID Provinsi Riau, Hisyam Setiawan, menyoroti pembagian set top box (STB) untuk masyarakat di perbatasan yang justru memfasilitasi mereka lebih banyak mendapatkan siaran dari negara tetangga. Menurutnya, hal ini dikarenakan sedikitnya siaran dalam negeri yang bersiaran atau bergabung dalam MUX yang dikelola TVRI. Selain itu, MUX TVRI hanya menyediakan 4 siaran internalnya.

“Kita mendorong TV swasta untuk hadir di MUX TVRI di wilayah perbatasan karena kalau di TV kabel terlalu banyak siaran yang dari asing karena source-nya dari parabola. Kami juga mau sampaikan di sini jika di Kabupaten Kepulauan Meranti, dari 12.666 STB yang sudah diserahkan dan diterima masyarakat. Namun sayangnya, stasiun TVRI di sana tepatnya di Kota Selat Panjang, tidak aktif sampai sekarang. Lantas masyarakat yang mendapatkan bantuan STB berusaha mendapatkan siaran dari negara tetangga, Malaysia. Artinya, negara membantu masyarakat menonton siaran dari negara tetangga,” ungkapnya.

Berdasarkan kasus ini, Hisyam berharap ada upaya berupa solusi dan kebijakan diskresi dari pemerintah. Terkait hal ini, KPID Riau telah membuat rekomendasi yakni mendesak agar TVRI di stasiun di Selat Panjang segera aktif. Kemudian, mendorong lembaga penyiaran swasta untuk ikut hadir di wilayah perbatasan sebagai upaya menjaga kedaulatan NKRI. 

“Ketiga kami mendorong partisipasi generasi Z dan generasi millineal di wilayah perbatasan untuk dapat memproduksi siaran-siaran yang nantinya akan dapat disiarkan di stasiun TVRI melalui MUX TV digitalnya agar dapat memperkuat nasionalisme warganya di wilayah perbatasan,” tandasnya. ***/Foto: Teddy R

 

 

Jakarta - Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang Kelembagaan, Evri Rizqi Monarshi, menekankan pentingnya revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran untuk segera disahkan. Harapan ini disampaikannya dalam acara "Seminar Nasional Keterbukaan Informasi Publik dan Demokratisasi Media Penyiaran di Indonesia" di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada Kamis, (11/7/2024). 

Evri menyoroti perubahan perilaku masyarakat dalam mengonsumsi media dari konvensional ke media baru atau Over-The-Top (OTT). Menurutnya, fenomena ini harus diwaspadai karena saat ini belum ada pengawasan yang memadai terhadap konten-konten OTT di Indonesia.

"Saat ini, dari 270 juta penduduk Indonesia, lebih dari 126% menggunakan perangkat mobile, yang artinya satu orang bisa memiliki dua hingga tiga gadget. Namun, pengawasan terhadap konten masih sangat minim," ujar Evri.

Evri juga menyinggung pentingnya RUU Penyiaran yang sudah lama dinantikan. Draft revisi yang ada sejak 2014, baru sekarang mendapat perhatian serius untuk segera disahkan. Perlu adanya kesetaraan pengawasan antara media konvensional dan OTT.

"Banyak konten di YouTube, Netflix, dan platform lainnya yang belum diawasi, termasuk konten kontroversial yang tidak layak ditonton oleh anak-anak. Maka, revisi undang-undang ini sangat mendesak," tambah Evri. 

Dia juga menguatkan perlu ada penguatan kelembagaan KPI. Masih dalam rangka pengawasan supaya kuat hingga tingkat daerah. Pengawasan yang setara juga menjadi penting untuk menjaga kualitas informasi.

"Media konvensional masih menjadi rujukan utama bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi. Namun, iklan-iklan sekarang lebih banyak beralih ke OTT, yang menunjukkan perlunya pengawasan yang setara agar informasi yang disampaikan tetapi bisa dipertanggungjawabkan," tegas Evri.

Sebagai penutup, Evri kembali menyampaikan apresiasi kepada UIN Syarif Hidayatullah dan meminta dukungan publik untuk turut menyuarakan RUU Penyiaran. Acara seminar berlangsung interaktif. Peserta aktif memberikan tanggapan menunjukkan tingginya perhatian dan kepedulian terhadap isu penyiaran di Indonesia. Abidatu Lintang/Foto: Syahrullah

 

Jakarta - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Ubaidillah, berkesempatan memberikan keynote speech dalam pembukaan Seminar Nasional bertajuk “Keterbukaan Informasi Publik dan Demokratisasi Media Penyiaran di Indonesia," pada Kamis, (11/7/2024) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Keterbukaan informasi dan demokratisasi media penyiaran di Indonesia menjadi poin utama sambutannya.

Selain mengapresiasi terselenggaranya seminar, Ubaidillah juga menekankan keterbukaan informasi dan media penyiaran berhubungan erat dengan kualitas demokrasi di Indonesia.

"Keterbukaan informasi dan media penyiaran mempunyai hubungan yang saling berkaitan, bukan hanya karena KPI dan KI (Komisi Informasi) sering berkolaborasi, tetapi juga karena media penyiaran seringkali mengungkapkan isu-isu sensitif yang berkaitan dengan transparansi dan keadilan," ujar Ubaidillah.

Dia juga menyampaikan tantangan dalam dunia penyiaran saat ini, termasuk dinamika revisi Undang-Undang Penyiaran. Salah satunya menyoroti kondisi kelembagaan KPID yang tidak baik pasca lahirnya Undang-Undang Pemerintahan Daerah tahun 2014. KPID di berbagai provinsi mengalami kesulitan anggaran, yang berdampak pada kemampuan mereka dalam mengawasi penyiaran, terutama menjelang Pilkada serentak.

"Revisi Undang-Undang Penyiaran harus segera disahkan untuk memperkuat kelembagaan KPID dan memastikan bahwa pengawasan media penyiaran dapat berjalan dengan baik," tegas Ubaidillah.

Menutup sambutannya, Ubaidillah berharap kolaborasi antara KPI dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terus berlanjut dan berdampak positif bagi dunia penyiaran dan informasi di Indonesia. Abidatu Lintang/Foto: Syahrullah

 

 

 

Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Ubaidillah diamanahi penghargaan dewan juri dalam KASAU Awards tahun 2024. Ubaidillah menilai program ini sangat positif untuk memotivasi jurnalis menghasilkan karya yang bagus dan berkualitas. 

“Satu program positif untuk memotivasi kawan-kawan jurnalis menghadirkan karya yang bagus dan berkualitas,” kata pria yang karib disapa Gus Ubaid ini di Jakarta, Rabu (9/7/2024).

Gus Ubaid menilai bahwa KASAU Awards adalah kegiatan yang diselenggarakan dengan melibatkan banyak simpul penting dalam dunia media. Sehingga, ia berharap agar penyelenggaraan apresiasi ini menumbuhkan inovasi dan kreativitas insan media.

“Semoga gerak kolaboratif ini, menjadi bagian integral dalam mendorong tumbuh kembangnya inovasi dan kreativitas insan media,” imbuhnya.

Selain menyampaikan apresiasi kepada para pemenang lomba, Gus Ubaid juga berterima kasih kepada penyelenggara atas amanah yang telah diberikan untuk memberikan pandangan dan penilaian terhadap karya-karya jurnalistik, baik dalam bentuk berita dan feature di media.

“Saya ucapkan selamat kepada para pemenang dan terima kasih kepada penyelenggara yang sudah mengamanahi kami sebagai dewan juri sebuah penghargaan,” sambung Gus Ubaid.

Pemberian penghargaan ini dipimpin langsung Wakil Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Madya TNI Andyawan Martono di Gedung Ardhya Loka Garini, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Met/Foto: Syahrullah

 

 

Jakarta -- Selera masyarakat di setiap daerah terhadap program siaran tidak semuanya sama. Perbedaan ini mestinya dipotret menjadi referensi bagi lembaga penyiaran sebelum membuat TV dan radio di wilayah pendirian. Tujuan besarnya adalah publik mendapatkan hak atas informasi dan hiburannya sesuai minat dan kenyamanan.

Pandangan tersebut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, di sela-sela kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD tentang "Teknis Pelaksanaan Kajian Minat, Kepentingan dan Kenyamanan (MKK) Publik di Kantor KPI Pusat, Selasa (9/7/2024).

Terkait hal itu, Reza menyampaikan, KPI telah mengantisipasi selera masyarakat atas program siaran yang diinginkan melalui kajian Minat, Kepentingan dan Kenyamanan (MKK). Program ini telah dijalankan beberapa waktu lalu meskipun dalam skala kecil di kota Bandung (Jawa Barat) dan kota Gorontalo (Gorontalo). Dua kegiatan ini bekerjasama dengan perguruan tinggi di dua kota tersebut.

Berdasarkan kajian di Bandung dan Gorontalo, KPI mendapatkan ada perbedaan mendasar atas minat dan kenyamanan publik terhadap kategori atau genre siaran khususnya pada tayangan TV. 

Atas dasar itu, lanjut Reza, dalam diskusi antara KPI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) beberapa waktu lalu, telah disampaikan hasil dan maksud kajian ini. Pada saat itu, proses ASO (analog switch off) sedang berjalan dan perizinan TV digital sedang marak-maraknya. Namun begitu, di beberapa wilayah siaran masih terdapat MUX yang kosong. 

“Karenanya, jika peluang usaha bagi pendirian TV dibuka kembali, kita harus memastikan seperti apa lembaga penyiaran yang dibutuhkan. Maka hasil MKK publik ini jadi acuan. Ini jadi tujuan jangka pendeknya,” kata Reza dalam FGD tersebut.

Bahkan, lanjut Wakil Ketua KPI Pusat, kebutuhan MKK ini tidak melulu harus menyasar wilayah operasi lembaga rating Nielsen. Survey minat dan kenyamanan ini dapat dilakukan di wilayah 3T (terluar, tertinggal dan terdepan). “Kita ingin mengetahui apa minat masyarakat di daerah tersebut. Soal ini begitu luas. Karena kami merisaukan dampak dari tidak adanya siaran dari dalam negeri,” tegas Echa, panggilan akrabnya.

Dalam kesempatan ini, Mohamad Reza berharap agar kegiatan MKK ini dapat menjadi salah satu program prioritas nasional dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 

Menanggapi harapan tersebut, Plt Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas, Nuzula Anggeraeni mengatakan, kajian MKK selaras dengan arah tujuan RPJMN bidang komunikasi yakni penguatan lembaga demokrasi melalui perbaikan kualitas media dan pers yang berkualitas. Pasalnya, media massa memiliki peran besar dalam menentukan persepsi masyarakat yang terpapar informasi. 

“Media bukan hanya sarana hiburan dan penyaji informasi, namun dapat memengaruhi masyarakat dan realitas sosial melalui konten, serta berperan dalam mengubah tingkah laku masyarakat,” jelas dalam diskusi tersebut.

Selain itu, lanjut Nuzula, media memiliki peran besar dalam membentuk ekosistem penyiaran yang sehat. Sejalan dengan itu, masyarakat juga memiliki peran yang besar untuk memilih dan memilah tontonan (literasi media).

“Saya lama di daerah Saumlaki (Maluku), di sana masih banyak masyarakat tidak bisa mengakses informasi. Karenanya ini menjadi prioritas untuk membentuk masyarakat kita tersebut,” ujarnya. 

Di sisi lain, Nuzula menyoroti hasil survey lembaga tertentu terhadap tontonan masyarakat yang menyatakan program sinteron sebagai program acara favoroit. Hasil ini memunculkan pertanyaan apakah benar tayangan ini memang diminati. “Kita ingin tahu sepeti apa yang menjadi favorit. Karena itu ini menjadi salah satu aspek kenapa survey MKK ini penting,” tegasnya. 

Aspek penting lain dari kajian MKK ini adalah KPI dapat mengetahui lebih dalam terkait keselarasan antara program yang ditayangkan dengan minat publik. “Kegiatan ini dapat menjadi salah satu dasar KPI dalam memberikan rekomendasi kepada lembaga penyiaran untuk menayangkan suatu program pada provinsi atau daerah tertentu. Selain itu, hal ini juga akan lebih memudahkan KPI dalam pengawasan. KPI perlu menjaga dan menjamin prinsip diversity of content dan diversity of ownership lembaga penyiaran di Indonesia,” tutur Nuzula sekaligus menekankan agar kajian ini tidak hanya dilakukan oleh KPI Pusat, tapi juga menjadi program kegiatan KPID. 

Saat membuka FGD ini, Ketua KPI Pusat Ubaidilllah, menekankan aspek pendirian lembaga penyiaran harus terlebih dahulu mengacu pada hasil MKK. Hal ini masyarakat mendapatkan siaran yang sesuai dengan keinginan. 

“Ini dalam rangka menciptakan keragaman penyiaran khususnya di daerah-daerah. Jadi lembaga penyiaran tidak hanya meminta izin, tapi juga melihat kebutuhan dari masyarakat setempat,” jelas Ketua KPI Pusat dalam sambutannya.

Selain itu, lanjut Ubaidillah, hasil MKK ini untuk memperbaruhi target pemirsa lembaga penyiaran yang mungkin telah berubah. “Banyak lembaga penyiaran yang masih mencantumkan profil pemirsanya yang sudah mereka potret 20 tahun lalu. Mereka lupa jika pendengarnya makin tua dan pemirsanya makin bertumbuh. Sehingga terkadang program yang dibuat jadi tidak relevan,” pungkasnya.

Dalam diskusi ini, turut hadir Anggota KPI Pusat, Aliyah, Muhammad Hasrul Hasan, I Made Sunarsa dan Tulus Santoso. Hadir pula secara daring sejumlah Anggota KPID sebagai peserta diskusi. ***/Foto: Syahrullah

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.