Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan untuk mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melibatkan KPI dalam pengembangan master plan  dan peluang penyelenggaraan penyiaran digital, serta melibatkan pula KPI dalam Tim Pengawasan dan Pengendalian Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Secara Digital dan Penyiaran Multipleksing Melalui Sistem Terrestrial.  Keterlibatan KPI ini dimaksudkan untuk terjaganya prinsip pemenuhan minat, kepentingan dan kenyamanan publik, serta prinsip keberagaman kepemilikan dan keberagaman isi dalam lembaga penyiaran multipleks. Hal ini menjadi bagian dari rekomendasi yang disampaikan bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2014 yang diputuskan pada 23 April, di Jambi.

Selain itu, menurut Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam Rakornas kali ini KPI juga menyepakati untuk menginisiasi terbentuknya lembaga rating alternatif. Hal ini menurut Judha, didasari pada kebutuhan masyarakat dan juga industri penyiaran tentang parameter kepemirsaan secara kualitatif. Sehingga ke depan nanti, ukuran penerimaan sebuah siaran bukan sekedar banyak sedikitnya penonton, namun juga pada mutu dan kualitas siaran yang ditampilkan.

Selain berbagai hal di atas, Rakornas KPI juga merekomendasikan pembuatan nota kesepahaman KPI dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) tentang penguatan penyiaran perbatasan, serta menetapkan kebijakan nasional penguatan penyelenggaraan penyiaran perbatasan di kawasan perbatasan antarnegara. Sedangkan mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) dan P3 & SPS free to air, disepakati untuk disahkan dalam Rakornas KPI 2015.

Sementara menyambut perhelatan politik nasional, Pemilihan Presiden, Rakornas KPI merekomendasikan pembentukan gugus tugas pengawasan penyiaran Pemilihan Presiden bersama dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sampai ke tingkat daerah/ propinsi untuk menjaga independensi lembaga penyiaran dan menjamin penggunaan frekuensi hanya untuk kepentingan publik. Dan untuk memberikan jaminan kepada publik atas informasi yang benar, layak dan seimbang dalam penyiaran pemilihan presiden, KPI merekomendasikan bahwa segala bentuk kegiatan atau aktifitas partai politik atau peserta pemilu dan/atau kelompoknya yang bertujuan untuk meyakinkan pemilih melalui lembaga penyiaran hanya dapat dilakukan pada masa kampanye.

Jakarta - Jelang pelaksanaan Pemilihan Presiden 2014, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat siap mengawasi iklan kampanye dan iklan politik di lembaga penyiaran. Kesiapan KPI untuk pengawasan proses pelaksanaan pemilihan presiden 2014  itu setelah melalui sidang pleno komisioner KPI Pusat pada Senin, 05 Mei 2014. 

Seperti halnya dalam pengawasan pemilu legislatif 2014, KPI akan berkoordinasi dengan lembaga terkait, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang masuk dalam tim Gugus Tugas. Masing-masing lembaga akan berkerja sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Hal itu dikemukakan Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho. Menurut Fajar, dalam pengawasan dan pemantauan pemberitaan dan iklan kampanye pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 KPI akan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga dalam Gugus Tugas. Untuk pengawasan pemilu presiden, menurut Fajar, KPI akan lebih aktif dan koordinatif. 

“Saat ini, masing-masing lembaga dalam Gugus Tugas masih membicarakan point-point penting untuk pengawasan pelaksanaan Pilpres nanti,” kata Fajar di Gedung KPI Pusat, Jakarta, 06 Mei 2014.  

Pengawasan penyiaran dan pemberitaan Pilpres 2014 sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 42 tahun 2008. Dalam perundangan itu KPI disebutkan memiliki wewenang pengawasan ke lembaga penyiaran dan berwenang melaporkan, menerima aduan, atau meneruskan laporan dugaan pelanggaran oleh lembaga penyiaran ke pihak KPU dan Bawaslu. 

“Sambil menunggu keputusan KPU untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden 2014, KPI akan mengirimkan surat edaran ke semua lembaga penyiaran, agar menayangkan siaran yang proporsional, bersifat netral, tidak mengutamakan kepentingan golongan tertentu seperti amanah dalam UU Penyiaran,” ujar Fajar.

Lebih lanjut, Fajar menjelaskan, isi surat edaran itu nantinya meminta agar lembaga penyiaran tidak menayangkan iklan kampanye dan iklan politik sebelum masa waktu yang telah ditentukan oleh KPU. Sebelumnya, telah ditetapkan KPU, masa kampanye pemilu presiden dimulai dari 4 Juni sampai 5 Juli 2014. Sedangkan untuk durasi iklan, maksimal 30 detik tiap iklan, 10 spot per hari di satu lembaga penyiaran televisi.

Jakarta - Jelang pelaksanaan pemilihan presiden 2014 pada 9 Juli nanti, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) siap melakukan pengawasan iklan kampanye calon presiden di media penyiaran. Selain itu juga akan dibuat rambu-rambu tentang iklan kampanye calon presiden bisa disosialisasikan sebelum masa kampanye. 

Komisioner KPI Pusat Bidang Isi Siaran Sujarwanto Rahmat M. Arifin mengatakan, KPI akan melakukan pemantauan setelah adanya keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang pasangan peserta calon presiden 2014. 

“Ini berangkat dari pelaksanaan pemilihan legislatif kemarin. Saat itu iklan politik dan iklan partai sudah muncul sejak Oktober 2013. Untuk Pilpres ini, kita siapkan bahan dan surat keterangan lainnya. Kalau bulan depan sudah ditetapkan calon presidennya, kita awasi tanpa menunggu masa kampanye,” kata Rahmat, di Kantor KPI Pusat, Jakarta, Selasa, 28 April 2014.

Lebih lanjut, Rahmat menjelaskan, pengawasan siaran iklan kampanye itu diperkuat dengan adanya nota kesepahaman antara KPI dengan Kementerian komunikasi dan informatika. Menurut Rahmat, hal itu menjadi dasar hukum KPI untuk mengeluarkan surat edaran kepada lembaga penyiaran untuk tidak menayangkan iklan kampanye calon presiden sebelum masa kampanye. 

“Ini juga sesuai keputusan KPI dalam Rakornas minggu lalu di Jambi tentang sikap KPI terhadap iklan kampanye capres yang mencuri start masa kampanye,” ujar Rahmat. 

Sedangkan untuk sanksi yang melanggar, menurut Rahmat, posisi KPI sebagai regulator penyiaran, maka dalam memberikan sanksi atau teguran langsung ditujukan lembaga penyiaran. Untuk panduan pengawasan iklan kampanye, KPI menggunakan Undang-undang Penyiaran, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SP).

(Jakarta) - Menghadapi pemilihan presiden dan wakil presiden 9 Juli mendatang, lembaga penyiaran publik (LPP) diharapkan mampu memberi kontribusi bagi suksesnya perhelatan akbar ini. Mengingat pilpres kali ini adalah suksesi nasional sangat menentukan wajah indonesia lima tahun ke depan. Apalagi sampai saat ini pengaruh media penyiaran sangat signifikan dalam mempengaruhi pilihan politik masyarakat. Hal ltersebut disampaikan Azimah Subagijo, komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan system penyiaran dalam Pertemuan Nasional Pengelolaan Bidang Pemberitaan Radio Republik Indonesia (RRI) untuk Evaluasi dan Pengembangan Siaran Pro 3 Berjaringan Nasional dan Penguatan Isi Program Berita, di Surabaya (30/4).

Menurut Azimah, dalam kuartal ke-satu tahun 2014, media penyiaran televisi berkemampuan melakukan penetrasi hingga 95% masyarakat Indonesia, disusul radio hingga mencapai 47%. Dengan besarnya cakupan televisi dan radio ini, menjadikan informasi yang obyektif, akurat, netral dan mencerahkan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. ”Apalagi LP Publik seperti RRI harus mampu menunjukkan keberpihakannya pada kepentingan publik”, ujarnya. Berkaca pada pemilu legislatif yang baru saja selesai, sejumlah pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran terutama karena tidak dapat menjaga netralitas, serta cenderung dimanfaatkan oleh pemilik media dan atau kelompoknya yang kebetulan berafiliasi dengan partai politik yang menjadi peserta pemilu.

Khusus tentang pemberitaan, Azimah menekankan tentang pentingnya ketaatan pada kode etik jurnalistik sebelum lembaga penyiaran menyampaikan beritanya kepada publik. Hal ini karena pengaruh berita sangat besar bagi masyarakat, ujar Azimah. Padahal masyarakat masih menganggap program siaran berita sebagai suatu kebenaran, berbeda dengan iklan, masyarakat sudah lebih sadar bahwa itu sekedar pencitraan.

Yang juga perlu menjadi perhatian bagaimana memberikan informasi yg cukup kepada pemilih pemula, tambah Azimah. Jumlah mereka cukup signifikan lebih kurang 30% dari total pemilih, namun cenderung apatis, pragmatis dan mudah dimanipulasi. Padahal jumlah mereka sangat menentukan pemimpin masa depan yang akan terpilih, sehingga jika mencerdaskan mereka maka harapannya adalah pemimpin yang akan terpilih juga akan berkualitas.

Menanggapi hal itu, Istu Gatri (Kepala Bidang Program dan Produksi Pemberitaan DIT-PP) menyatakan bahwa RRI di beberapa satuan kerja sudah mempunyai program untuk mencerdaskan pemilih pemula. Seperti Goes to Campus, Kuis Interaktif dan Sosialisasi terhadap pelajar dan mahasiswa.

Tanggapan kritis juga dilontarkan salah seorang peserta dari Aceh, Sargunis. Bahwa saat ini beberapa media cetak dan Televisi swasta sering membesar-besarkan peristiwa yang terjadi di Aceh, sehingga membuat orang di luar Aceh menyangka kondisi di Aceh sangat mencekam.  Untuk itu RRI Aceh berjuang untuk menginformasikan bahwa kondisi sebenarnya tidak seperti yang diberitakan "Memang benar ada warga yang tewas tertembak, tetapi tidak ada kerusuhan. Kami warga di aceh tetap menjalankan aktivitas seperti biasa dalam suasana yang kondusif", ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Azimah menyatakan bahwa, hal ini karena profesionalisme di kalangan jurnalis memang masih perlu ditingkatkan khususnya para kontributor dari televisi-televisi swasta. Untuk itu, sejak tahun lalu KPI bekerjasama dengan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) untuk membuat program peningkatan kompetensi jurnalis di televisi. Azimah juga berharap RRI ke depan dapat bekerjasama dengan KPI untuk peningkatan profesi media penyiar di radio.

Pada kesempatan itu pula, Azimah memberikan apresiasi kepada RRI yang telah membuat program-program yang mencerdaskan terkait pemilu. Seperti Talkshow Interaktif, Profil Partai Politik peserta Pemilu dan Iklan Layanan Masyarakat ttg Anti Golput, serta Debat Program antar Parpol tentang Isu-isu Tematik.

Khusus untuk Debat Program antar Parpol, Azimah memberi nilai lebih, mengingat untuk merumuskan tema2 yang diangkat, RRI melakukannya melalui survey langsung terhadap masyarakat. Sedangkan media lain tidak melakukannya atau paling tidak sekedar mengambil isu dari tranding topik yang ada di media sosial. Hadir pada kesempatan itu, Direktur Program dan Produksi LPP RRI, M. Kabul Budiono dan seluruh kepala pemberitaan RRI se-Indonesia.

 

(Jambi) Pesat perkembangan teknologi informasi saat ini juga memiliki dampak yang signifikan bagi dunia penyiaran. Menonton televisi atau mendengarkan radio saat ini tidak harus melalui TV atau radio langsung. Hanya melalui internet kedua siaran media penyiaran itu sudah bisa diakses. Media saat ini sudah mengalami evolusi menuju konvergensi media.

Hal itu menjadi topik diskusi dalam diskusi cluster Bidang Pengelolaan Infrastruktur dan Sistem Penyiaran. Adapun narasumber dalam diskusi itu salah satunya Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo dan Komisioner Bidang Pengelolaan Infrastruktur dan Sistem Penyiaran  KPI Pusat Azimah Subagijo. Peserta diskusi adalah komisioner KPID dari 33 Provinsi Bidang Perizinan.

Roy Suryo mengatakan, konvergensi merupakan era cara penyiaran dengan  lintas perangkat atau multilayer. Menurutnya, konvergensi penyiaran tidak ada hubungannya dengan komunikasi massa dan personal.

Menurut Roy, dengan sistem itu, siaran dari belahan manapun dan jenis media apapun akan dengan mudah masuk ke Indonesia. Sedangkan, bagi Roy, hal itu belum memiliki perangkat hukumnya dan membahayakan dan bisa mematikan potensi konten lokal jika tidak benar-benar diperhatikan.

Sedangkan menurut Azimah Subagijo, konvergensi media ini membuat kemudahan akses bagi penggunanya. Dia mencontohkan, bagaimana siaran televisi bisa diakses lewat perangkat telepon pintar. “Bila semua media dan penyiaran sudah melakukan konvergensi ini dan jika tidak persiapkan dari sekarang akan membahayakan potensi siaran lokal kita yang belum maksimal penggarapannya,” kata Azimah dalam diskusi yang berlangsung di Novita Hotel, Jambi, Selasa, 23 April 2014.

Dengan konvergensi, Azimah menjelaskan, keragaman siaran memang didapatkan. Namun dalam konteks berbangsa saat ini, menurutnya konten lokal masih belum tergarap. Dia melihat siaran lembaga penyiaran saat ini masih bersifat sentralistis di Jakarta. Padahal belum tentu masalah yang terjadi Jakarta menjadi kebutuhan bagi penonton di daerah.

“Forum ini sengaja kami buat karena kita baru saja mengirim surat ke lembaga penyiaran untuk menegakkan aturan 10 persen konten lokal itu, sebab kami melihat ada iktikad baik lembaga penyiaran, namun terkesan asal ada saja. Alasannya macam-macam, mahal, belum siap SDM di daerah, hingga potensi iklan. Saya lihat itu masalahnya bukan tidak bisa, tapi tidak mau,” ujar Azimah.

 

Azimah, mencontohkan bagaimana penggarapan konten lokal Indenosia yang sudah banyak dikuasai pihak asing. Padahal lembaga penyiaran membeli konten dari luar dengan harga yang mahal sedangkan penggarapannya di Indonesia.

Diskusi kelompok bidang di KPI membahas semua masalah penyiaran terkini. Di akhir acara yang akan berakhir pada Kamis 23 April 2014 akan dibacakan hasil pleno semua bidang dan dijadikan bahan sebagai peraturan atau bahan rekomendasi dalam rangka memperbaiki penyiaran Indonesia tanpa meninggalkan potensi lokal yang ada.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.