Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengharapkan Trans7 dan Trans TV segera melakukan perbaikan terhadap sejumlah program acaranya. Harapan tersebut disampaikan secara langsung oleh Anggota KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, saat diskusi dengan pimpinan dan bagian produksi acara di kedua televisi tersebut, Senin, 18 November 2013 di kantor Trans Corp.
Menurut Ketua bidang Isi Siaran KPI Pusat ini, diskusi yang dilakukan pihaknya bagian dari pembinaan pihaknya pada Trans TV dan Trans7 atas tayangan yang dinilai KPI memerlukan perbaikan. Meskipun begitu, proses pembinaan tidak akan menghapuskan sanksi administrasi jika terdapat adegan atau tayangan yang melanggar P3 dan SPS KPI.
“Kami harap Trans TV dan Trans7 bisa mengambil langkah-langkah dengan baik untuk perbaikan supaya tidak ada penjatuhan sanksi,” tegas Rahmat yang diamini Anggota KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily.
Dalam kesempatan itu, kata Rahmat, kedua stasiun televisi tersebut dapat menerima masukan yang disampaikan KPI terkait perlunya perbaikan pada sejumlah tayangnya. Turut hadir dalam diskusi pimpinan Trans Corp, Ishadi SK. Red
Jakarta – Lembaga penyiaran atau media tidak boleh seolah-olah memutuskan sebuah kasus yang belum diputuskan di lembaga peradilan atau pengadilan. Keputusan yang seolah-olah itu dinilai tidak etis karena melewati kewenangan yang dimiliki lembaga yang memang berhak memutuskan sebuah kasus yakni pengadilan.
Apa yang disampaikan di atas merupakan keluhan dari beberapa hakim terkait sejumlah tayangan di televisi. Menurut mereka, dalam tayangan tersebut terkadang vonis sudah lebih dahulu dijatuhkan sebelum ada proses atau keputusan dari pengadilan.
“Dalam siaran tersebut kadang vonis sudah dilakukan sebelum proses pengadilan dilaksanakan. Apakah bisa tayangan seperti ini diperbaiki,” kata salah satu hakim yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Workshop Advokasi Hukum tentang “Regulasi dan Teknis Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Penyiaran yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika di Hotel Alila Jakarta, Senin, 18 November 2013.
Menanggapi hal ini, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, yang juga salah satu narasumber di acara tersebut mengatakan, seharusnya lembaga penyiaran atau isi siaran media yang sedang membahas sebuah kasus tidak boleh membuat sebuah keputusan terkait kasus itu yang saat bersamaan sedang atau belum diproses di pengadilan. “Keputusan harus menunggu hasil atau idiom dari lembaga peradilan atau pengadilan,” katanya.
Meskipun media memiliki hak kebebasan berpendapat, namun etika hukum atau pengadilan harus dihormati. Menurutnya, pemberitaan media harus sesuai dengan kode etik jurnalistik (KEJ) yakni berimbang dan juga cover both side. “Namun demikian, para hakim jangan sampai dan tidak boleh terpangaruh atas tayangan tersebut,” pintanya di depan para hakim yang berasal dari pengadilan tinggi di tanah air.
Dalam kesempatan itu, Judha menjelaskan fungsi dan kewenangan lembaganya serta proses penjatuhan sanksi administrasi terhadap lembaga penyiaran yang melanggar aturan. Pertama, program siaran yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Standar Program Siaran dijatuhkan sanksi administratif oleh KPI. Selanjutnya, penjatuhan sanksi teguran tertulis dilakukan setelah KPI memperoleh keyakinan telah terjadi pelanggaran melalui proses pemeriksaan berdasarkan aduan masyarakat dan atau pemantauan langsung.
Selain itu, sanksi administratif penghentian sementara mata acara yang bermasalah dilakukan sesuai mekanisme penjatuhan sanksi yang diatur dalam P3SPS. Sedangkan, sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. “Penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan dilakukan oleh KPI berdasarkan keputusan rapat pleno dan dilengkapi dengan berita acara rapat,” jelasnya.
Diakhir penyampainya, Judha berharap frekuensi yang merupakan ranah publik dapat dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kebaikan dan kejayaan bangsa ini. Media Tidak Boleh “Seolah-olah” Putuskan Sebuah Kasus yang Belum Diputuskan Pengadilan
Jakarta – Lembaga penyiaran atau media tidak boleh seolah-olah memutuskan sebuah kasus yang belum diputuskan di lembaga peradilan atau pengadilan. Keputusan yang seolah-olah itu dinilai tidak etis karena melewati kewenangan yang dimiliki lembaga yang memang berhak memutuskan sebuah kasus yakni pengadilan.
Apa yang disampaikan di atas merupakan keluhan dari beberapa hakim terkait sejumlah tayangan di televisi. Menurut mereka, dalam tayangan tersebut terkadang vonis sudah lebih dahulu dijatuhkan sebelum ada proses atau keputusan dari pengadilan.
“Dalam siaran tersebut kadang vonis sudah dilakukan sebelum proses pengadilan dilaksanakan. Apakah bisa tayangan seperti ini diperbaiki,” kata salah satu hakim yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Workshop Advokasi Hukum tentang “Regulasi dan Teknis Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Penyiaran yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika di Hotel Alila Jakarta, Senin, 18 November 2013.
Menanggapi hal ini, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, yang juga salah satu narasumber di acara tersebut mengatakan, seharusnya lembaga penyiaran atau isi siaran media yang sedang membahas sebuah kasus tidak boleh membuat sebuah keputusan terkait kasus itu yang saat bersamaan sedang atau belum diproses di pengadilan. “Keputusan harus menunggu hasil atau idiom dari lembaga peradilan atau pengadilan,” katanya.
Meskipun media memiliki hak kebebasan berpendapat, namun etika hukum atau pengadilan harus dihormati. Menurutnya, pemberitaan media harus sesuai dengan kode etik jurnalistik (KEJ) yakni berimbang dan juga cover both side. “Namun demikian, para hakim jangan sampai dan tidak boleh terpangaruh atas tayangan tersebut,” pintanya di depan para hakim yang berasal dari pengadilan tinggi di tanah air.
Dalam kesempatan itu, Judha menjelaskan fungsi dan kewenangan lembaganya serta proses penjatuhan sanksi administrasi terhadap lembaga penyiaran yang melanggar aturan. Pertama, program siaran yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Standar Program Siaran dijatuhkan sanksi administratif oleh KPI. Selanjutnya, penjatuhan sanksi teguran tertulis dilakukan setelah KPI memperoleh keyakinan telah terjadi pelanggaran melalui proses pemeriksaan berdasarkan aduan masyarakat dan atau pemantauan langsung.
Selain itu, sanksi administratif penghentian sementara mata acara yang bermasalah dilakukan sesuai mekanisme penjatuhan sanksi yang diatur dalam P3SPS. Sedangkan, sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. “Penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan dilakukan oleh KPI berdasarkan keputusan rapat pleno dan dilengkapi dengan berita acara rapat,” jelasnya.
Diakhir penyampaiannya, Judha berharap frekuensi yang merupakan ranah publik dapat dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kebaikan dan kejayaan bangsa ini. Red
Pontianak- Radio Komunitas (Rakom) kerap dianggap tidak populer dan kurang diminati. Anggapan ini muncul karena aspek non profit Rakom. Meski demikian, Rakom menjadi sarana efektif pemberdayaan masyarakat, terutama dalam menyosialisasi sebuah komunitas tertentu yang konsen dalam bidang tertentu, sepeti komunitas pecinta lingkungan hidup, komunitas peduli hutan lindung, dan lainnya. Statemen ini diungkap Danang Sangga Buwana, Komisioner KPI, pada Pelatihan SDM Lembaga Penyiaran Komunitas di Pontianak, Kalimantan Barat, pekan lalu.
“Setidaknya Rakom mempunyai empat ciri yang sangat berguna bagi pemberdayaan masyarakat. Ciri pertama, adalah aksesibilitas komunikasi antar komunitas. Hal ini Rakom dapat mempromosikan partisipasi aktif dan sukarela dalam produksi media dan bukan hanya konsumsi pasif terhadap media,” kata Danang.
Rakom, imbuh Danang, juga mempunyai ciri keanekaragaman sebagai ciri yang kedua. Rakom terus berinovasi, kreatif dan memiliki program yang beraneka ragam baik dalam struktur maupun siarannya, media komunitas mencerminkan kebudayaan lokalitas Indonesia yang beraneka ragam dan melalui hal ini turut mendukung toleransi, pengertian dan kebersamaan sosial.
Menurut Danang, lokalitas menjadi ciri yang khusus Rakom. Ia mempunyai peranan lokal yang besar, sementara media komersial mengurangi program lokal dan terus memperluas jangkauan siaran. Media komunitas telah menjadi penyuara dari komunitas lokal.
“Dan yang terpenting untuk Rakom adalah unsur ketidaktergantungan atau Independence. Stasiun penyiaran komunitas dimiliki dan dikelola oleh kelompok non-profit. Setiap kelompok memiliki sifat keanggotaan terbuka dan menjalankan pengambilan keputusan secara demokratis. Sehingga dengan empat fungsi inilah, setidaknya Rakom mampu menjadi motor bagi pemberdayaan masyarakat di dunia penyairan, dalam lingkup mikro,” pungkas komisioner yang pernah menjadi presenter acara radio ini. Red dari ZL
Jakarta – 7 (tujuh) Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Tengah atau Sulteng yang barus saja terpilih untuk masa bakti 2013-2016 dan dilantik Gubernur Sulteng, melakukan kunjungan kerja sekaligus silahturahmi ke KPI Pusat, Jakarta, Senin, 18 November 2013. Kunjungan tersebut diterima secara langsung oleh Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dan Anggota KPI Pusat, Agatha Lily dan S. Rahmat Arifin.
Diawal pertemuan, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan mengucapkan selamat atas terpilihnya anggota dan kepengurusan KPID Sulteng. Dia berharap Anggota KPID Sulteng yang barus terpilih bisa menjalankan amanah yang diamanatkan UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. “Saya harap bapak dan ibu yang terpilih merupakan orang yang terpercaya dan aman bagi masyarakat karena kita dituntut untuk melindungi kepentingan publik,” pintanya.
Selain itu, Judha berpesan kepada semua Anggota KPID Sulteng agar menjaga kekompakan dan kerjasama dalam menjalankan amanah yang diembannya. “Jangan ada pembatasan-pembatasan. Setiap program dirancang, dijalankan dan dievaluasi bersama,” tegasnya kepada tujuh Anggota KPID Sulteng yang turut didampingi Sekretariat KPID.
Dalam kesempatan itu, Judha mengingatkan beberapa isu penting yang harus menjadi perhatian KPID Sulteng antara lain pelaksanaan Pemilu 2014, pengawasan pelaksanaan sistem siaran jaringan (SSJ) dan digitalisasi.
Usai pertemuan, ketujuh Anggota KPID Sulteng melihat secara langsung proses pemantauan isi siaran dan editing di KPI Pusat.
Adapun nama-nama ketujuh Anggota KPID Sulteng periode 2013-2016 yakni Andi Maddukeleng, Bahtar, Indra Yosvidar, Retno Ayuningtyas, Masbait Lesnusa, Ibrahim Lagundi dan Zakaria. Red
Jakarta - Kualitas pemimpin yang terpilih dalam Pemilihan Umum dipertanyakan jika selama proses kampanye tidak tertib mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Hal tersebut disampaikan oleh Zaid Muhammad dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), saat menghadiri diskusi tentang aturan penyiaran pemilu yang dilaksanakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, di kantor KPI Pusat (14/11). Menurut Zaid, penyelenggara pemiu bersikap setengah hati dalam menyikapi pelanggaran yang dilakukan oleh partai-partai politik. Hal itu ditunjukkan dengan tidak berlanjutnya laporan dari Perludem atas iklan partai-partai politik baik di media cetak dan media elektronik, oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dalam diskusi yang juga dihadiri oleh perwakilan partai politik peserta pemilu ini, KPI meminta masukan dari berbagai elemen masyarakat demi penyempurnaan aturan penyiaran pemilu yang merupakan penjabaran teknis dari beberapa pasal dari Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Idy Muzayyad, Wakil Ketua KPI Pusat, mengatakan bahwa pengaturan ini dibuat KPI agar tercipta keadilan bagi semua partai politik untuk tampil di lembaga penyiaran. Selain juga mendukung lembaga penyiaran untuk ikut membantu meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pemilu dengan menyebarkan informasi kepemiluan dan pendidikan politik yang dibutuhkan.
Dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) menyatakan pada prinsipnya silakan saja KPI membuat aturan asal tidak bertentangan dengan konstitusi yang ada. Tapi PKPI meminta adanya keadilan dalam peraturan tersebut, bagi seluruh peserta pemilu. “Kalau memang iklan hanya dibolehkan pada masa 21 hari kampanye, seharusnya iklan yang ada sekarang dilarang”, tegas Rully Sukarta dari PKPI.
Sementara itu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berpendapat saat ini masyarakat sudah meilihat dan menilai sendiri bagaimana lembaga penyiaran dimanfaatkan oleh partai politik yang terafiliasi dengan pemiliknya. Karenanya menurut PKS yang penting adalah tindakan KPI dalam menangani pelanggaran dengan sanksi yang tegas juga dan bukan basa basi, ujar Boy Hamidy.
Dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta melihat aturan ini sangat membantu pihaknya dalammengawasi partai politik dalam pemanfaatan lembaga penyiaran. Namun demikian, dirinya meminta KPI secara jelas menyatakan sanksi-sanksi yang akan diperoleh lembaga penyiaran jika melanggar aturan ini.
Juri acara di dangdut academy bernama soimah mengucapkan kata2 KEGATELAN kepada salah satu peserta wanita muda yang tergolong remaja. Kata2 yang tidak pantas untuk disampaikan di acara TELEVISI yang disaksikan banyak orang. Mohon agar pengaduan ini segera ditindak lanjuti. Jika cara2 seperti itu masih saja dilakukan saya akan mengambil langkah lebih lanjut.