Jakarta - Realisasi pendirian Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) harus diikuti dengan keberadaan Peraturan Daerah (Perda) tentang LPPL tersebut. Mengingat pembiayaan operasional LPPL dibebankan pada Anggaran Perencanaan dan Belanja Daerah (APBD) setempat. Karenanya, untuk mendapatkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) Tetap, LPPL harus sudah memiliki payung hukum berupa Perda. Hal tersebut disampaikan Sujarwanto Rahmat M Arifin, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, saat menerima Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gunung Kidul, di kantor KPI (29/8).

Dalam pertemuan tersebut, hadir Ketua DPRD Gunung Kidul, Budi Utama didamping Ketua Komisi B Suhardono, Sekretaris Komisi B, Tri Iwan Isbumaryani danbeberapa anggota lainnya. Menurut Budi Utama, pemerintah daerah kabupaten Gunung Kidul sedang memproses perizinan dari radio pemerintah kabupaten, Swaradaksinaga, yang berupa LPPL. Hingga saat ini, radio Swaradaksinaga sudah melewati proses Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) dengan KPID Daerah Istimewa Yogyakarta. Direncanakan, dalam waktu dekat, radio Swaradaksinaga akan melewat proses Pra FRB (Forum Rapat Bersama) antara KPI, KPID dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Rahmat sendiri mengakui, keberadaan radio Swaradaksinaga sangat didukung oleh KPID DIY tempatnya dulu berkiprah. Lewat KPID DIY, radio ini diharapkan dapat memberikan layanan informasi pada masyarakat Gunung Kidul, melengkapi tiga radio yang sudah ada terlebih dahulu. Untuk itu dirinya menyarankan agar DPRD Gunung Kidul segera mengagendakan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2014, tentang Perda LPPL ini.

Selama ini, untuk mendapatkan Rekomendasi Kelayakan (RK) dari KPID DIY, memang cukup dengan adanya Peraturan Bupati  (Perbup) tentang LPPL. Namun untuk bisa bersiaran dan memeroleh IPP Tetap, syarat yang ditetapkan regulasi adalah keberadaan Perda.

Rahmat memberikan contoh tentang LPPL radio di Purworedjo dan LPPL Televisi di Kebumen. Keduanya dapat beroperasi dengan payung hukum berupa Perda LPPL setempat. Namun demikian Rahmat mengingatkan, bahwa keberadaan LPPL nantinya bukanlah untuk sarana pencitraan pejabat. “LPPL  harus bersifat netral seperti RRI dan TVRI sekarang. Karenanya tidak boleh digunakan untuk narsisme pejabat”, tegas Rahmat.

Bagi KPI keberadaan LPPL di daerah menjadi sarana diseminasi informasi yang efektif pada masyarakat. Diharapkan lewat LPPL ini jangkauan pelayanan informasi pada masyarakat di berbagai pelosok daerah dapat lebih  besar dan optimal.

Padang- Kegiatan yang merupakan salah satu pemenuhan persyaratan dalam proses pelayanan perizinan, Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) kembali dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), KPID Daerah,dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo RI), 26-27 Agustus 2013 di Hotel Daima, Provinsi Sumatera Barat.Keempat lembaga penyiaran itu adalah Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) PT. Minang Media Televisi Sumbar (Minang TV), LPS PT. Lativi Mediakarya Semarang Padang (TVOne Padang), LPS PT. Triarga Media Televisi (Triarga TV), dan Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Radio Sawahlunto FM.

Komisioner KPI Pusat yang memimpin jalannya rapat EUCS, Amirudin menyatakan, peraturan perundang-undangan penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) harus dijadikan self regulatory atau self control bagi lembaga penyiaran. Terutama untuk memberikan perlindungan bagi anak dan remaja. Selain itu, aspek lokalitas juga harus dikedepankan, mengingat kecenderungan saat ini budaya kita mengalami degradasi yang dikhawatirkan akan berpengaruh pada perilaku anak bangsa yang sudah jauh dari nilai-nilai ketimurannya.

Sementara Ketua KPI Daerah Padang, Ferry Zein mengharapkan pula lembaga penyiaran mengembangkan jalinan komunikasi yang erat dengan masyarakat. Misalnya dengan dibuka dialog interaktif secara langsung. Hal ini bertujuan agar lembaga penyiaran dapat menampung aspirasi masyarakat di Sumbar.

Provinsi Sumbar pada akhir Bulan Oktober 2013 akan melakukan pesta demokrasi untuk pemilihan Walikota.Menyikapi situasi ini anggota KPI Daerah Sumbar Bidang Perizinan, Wirnita Eska, meminta lembaga penyiaran meningkatkan aspek netralitas dengan menyediakan ruang yang sama bagi calon-calon tersebut.

Seperti diketahui, kegiatan EUCS ini menguji tiga aspek, aspek administrasi (oleh Kemenkominfo), aspek teknis (Balai Monitoring Sumbar) dan aspek program siaran yang dilakukan oleh KPI. (Int)

Jakarta - Kepengurusan baru Komisi Penyiaran Indonesia Pusat harus menjaga integritas di Pemilu 2014. Tugas mereka mengawasi penggunaan lembaga penyiaran sebagai saluran kampanye pemilik media yang berafiliasi dengan partai politik.

Koordinator Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) Eko Maryadi, di Jakarta, Kamis (22/8), mengatakan, dalam Pemilu 2014, pengurus baru harus bisa menunjukkan KPI Pusat sebagai lembaga independen dan tidak melayani kepentingan parpol tertentu.

KIDP melihat munculnya kekhawatiran masyarakat terkait konten siaran televisi yang partisan karena cenderung menitikberatkan konten pada kepentingan parpol tempat pemiliknya berpolitik.

Eko mencontohkan, seringnya muncul iklan politik di stasiun televisi, seperti TV One dan ANTV yang dimiliki Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Media Group milik Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh, dan Media Nusantara Citra (MNC) milik Ketua Dewan Pertimbangan Partai Hanura Hary Tanoesoedibjo.

Menurut Eko, pemanfaatan media penyiaran sebagai saluran kampanye tidak menjadi masalah selama prinsip keadilan dijalankan.

Ketua KPI Pusat periode 2010- 2013, Mochamad Riyanto, pada acara serah terima jabatan kepada anggota KPI Pusat periode 2013-2016, mengatakan, Pemilu 2014 menjadi luar biasa dinamis sehingga membutuhkan penanganan khusus.

”Fenomena afiliasi pemilik media ke parpol memang sangat dikhawatirkan sehingga KPI Pusat harus menjadi regulator bagi media agar bisa bersikap adil dalam penyiaran pemilu,” kata Mochamad.

Menurut dia, pengurus KPI Pusat yang baru harus bisa mendorong media penyiaran memberikan pendidikan politik kepada masyarakat secara berimbang dengan tidak hanya menonjolkan partai tertentu saja.

Menanggapi hal itu, Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan, Pemilu 2014 jadi salah satu perhatian besar, selain persoalan migrasi penyiaran analog ke digital dan penyiaran di daerah perbatasan. Ia menjamin, sembilan anggota KPI Pusat bisa menjaga integritas dan menghindari intervensi pemilik media.

Menurut dia, banyaknya afiliasi pemilik media ke parpol membuat KPI Pusat akan ketat mengawasi. KPI Pusat tengah menjajaki peraturan tentang penyiaran pemilu bersama Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. (Sumber: Kompas)

Jakarta – KPI, KPU, Bawaslu, dan Dewan Pers sesegera mungkin membentuk Task Force dengan tugas melakukan pengawasan dan analisa terhadap iklan kampanye guna memiliki sikap dan persepsi yang sama. Hal itu dikemukan Anggota KPI Pusat, Agatha Lily, usai pertemuan dengan KPU dan Bawaslu di kantor Bawaslu Pusat Jakarta, Senin, 26 Agustus 2013.

Task force ini nantinya bertugas melakukan penanganan secara cepat aduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kampanye Pemilu di media massa. “Satuan tugas ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi tentang aturan kampanye bagi peserta Pemilu, khususnya yang disiarkan lembaga penyiaran sehingga tidak terjadi informasi yang berbeda di antara para penyelenggara negara terkait kampanye Pemilu. Setelah terbentuknya satuan tugas ini, akan diselenggarakan konferensi pers bersama untuk mengumumkan hal-hal terkait dengan kampanye Pemilu,” kata Lily panggilan akrab Komisioner bidang Isi Siaran KPI Pusat ini.

Lily memandang perlunya batasan mengenai iklan kampanye dan bukan iklan kampanye yang jelas dalam Peraturan KPU (PKPU) yang saat ini sedang dalam proses pengesahan di Kementerian Hukum dan HAM. Batasan ini diperlukan agar tidak membingungkan Parpol dan Lembaga Penyiaran.

Kemudian pokok masalah lain yang menurutnya penting adalah semua regulator terkait (KPU, KPI, Bawaslu dan Dewan Pers) meminta lembaga penyiaran dan partai politik untuk membuat iklan layanan masyarakat (ILM) sebagai bentuk pendidikan politik dan sosialisasi guna mewujudkan Pemilu yang berkualitas dan demokratis.

Dalam rapat koordinasi tersebut, perwakilan Dewan Pers berhalangan hadir. KPU, KPI dan Bawaslu akan kembali mengajak Dewan Pers duduk bersama dalam rapat selanjutnya. Pada saat berlangsungnya pertemuan, Anggota KPU, Ferry Kurni Rizkiyansyah, Anggota Bawaslu, Nasrullah, Endang Widhatiningtyas, dan Daniel Zuchron, meminta KPI mendokumentasikan semua program terkait aktifitas politik peserta Pemilu di media televisi, baik pemberitaan, program siaran dan iklan. Dokumentasi ini nantinya akan jadi bahan evaluasi dan kontrol pada saat pelaksanaan kampanye Pemilu 2014. Red

Jakarta- Keberadaan tokoh masyarakat dalam panitia seleksi anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah sangat penting untuk menjaga nilai-nilai luhur di daerah dapat direfleksikan oleh anggota KPID terpilih. Hal tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat Judhariksawan dalam pertemuan konsultasi antara anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan dengan KPI Pusat, di kantor KPI Pusat (23/8).

Kehadiran Komisi A DPRD Sulawesi Selatan ke kantor KPI ini untuk mendapatkan kejelasan mengenai proses rekruitmen anggota KPID. Mengingat masa tugas KPID Sulawesi Selatan saat ini, akan berakhir pada Februari 2014. Berdasarkan peraturan pedoman rekruitmen yang dibuat oleh KPI Pusat, setidaknya 6 bulan sebelum masa tugas KPID habis, DPRD setempat mendapatkan pemberitahuan dari KPID mengenai berakhirnya masa tugas tersebut. Dengan demikian DPRD, dalam hal ini Komisi A, dapat melakukan persiapan rekruitmen anggota yang baru.

Menurut Muchlis Panaungi, pimpinan rombongan yang merupakan anggota Komisi A DPRD Sulawesi Selatan dari Fraksi Partai Amanat Nasional, memilih perwakilan tokoh masyarakat untuk duduk sebagai anggota panitia seleksi anggota KPID yang baru bukanlah hal yang mudah. Keberagaman suku dan budaya yang ada di Sulawesi Selatan mengharuskan Komisi A DPRD demikian selektif, sehingga tokoh yang terpilih memang mengerti aspirasi masyarakat di Sulawesi Selatan terhadap penyiaran.

Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Fajar Arifianto Isnugroho, disampaikan juga mengenai mekanisme uji kelayakan dan kepatutan anggota KPID oleh Komisi A DPRD, serta pentingnya keberimbangan keterwakilan perempuan dalam komposisi anggota KPID yang terpilih.  Fajar menegaskan bahwa sekalipun KPI Pusat telah menetapkan pedoman rekruitmen, namun jangan sampai mengurangi kewenangan dari Komisi A DPRD. Misalnya, sekalipun dalam pedoman rekruitmen ditetapkan anggota panitia seleksi berjumlah lima orang, kebutuhan masing-masing provinsi tidaklah sama. Jika memang dibutuhkan panitia seleksi berjumlah lebih dari yang ditetapkan, dan selagi daerah tersebut memiliki kemampuan anggaran untuk menyediakan panitia seleksi lebih dari lima, hal tersebut sah-sah saja.

Sementara itu Ketua KPID Sulawesi Selatan Rusdin Tompo, yang ikut hadir mendampingi Komisi A DPRD Sulawesi Selatan, ikut memberikan usulan. Menurutnya, dalam komposisi panitia seleksi  patut dipikirkan keikutsertaan praktisi penyiaran dan komisioner KPID yang tidak punya kesempatan untuk kembali terpilih. Praktisi penyiaran yang dimaksudnya adalah praktisi radio komunitas dan lembaga penyiaran publik. Menurutnya, selama ini radio komunitas dan  lembaga penyiaran publik secara fakutal mempunyai peranan yang sangat besar dalam dunia penyiaran. Namun dalam pengalokasian frekuensi, justru terpinggirkan.

Sebagai penutup, Judha mengatakan, keberadaan KPID adalah ujung tombak untuk menghadirkan penyiaran lokal sebagai wujud keberagaman bangsa Indonesia. Selain itu, KPI juga merupakan penjaga kepentingan publik di daerah terhadap penyiaran. Untuk itu lewat panitia seleksi yang paham mengenai kearifan budaya di tengah masyarakat, diharapkan terpilih anggota KPID dengan pemahaman utuh tentang penyiaran dan kepentingannya untuk kemajuan daerah, serta pengokohan integrasi bangsa.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.