Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan dua surat teguran pada ANTV terhadap dua program acaranya yakni “Sinema Spesial” dan “Seputar Obrolan Selebritis”. Kedua program tersebut dinilai telah melanggar P3 dan SPS KPI tahun 2012. Demikian dijelaskan dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, Selasa, 21 Mei 2013.

Dalam surat teguran tersebut dijelaskan pelanggaran yang terjadi pada program “Sinema Spesial” berjudul “Pulau Hantu 3” yang tayang tanggal 3 Mei 2013 pukul 22.25 WIB. Pelanggaran yang dilakukan program adalah penayangan adegan eksploitasi tubuh bagian dada 3 (tiga) pemeran wanita yang sedang duduk di pinggir kolam renang dan seorang pemeran wanita saat sedang berlari di pantai dan berlari di tangga. Adegan tersebut ditayangkan melalui pengambilan gambar secara close up dan medium shot. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas norma kesopanan serta pelarangan dan pembatasan adegan seksual.

“KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan adegan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 Pasal 9 dan Pasal 16 serta Standar Program Siaran Pasal 9 dan Pasal 18 huruf h,” kata Nina Mutmainnah, Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat.

Kemudian dalam program Siaran “Seputar Obrolan Selebritis (SOS)” yang ditayangkan oleh ANTV pada tanggal 6 Mei 2013 mulai pukul 12.00 WIB. “Pelanggaran yang dilakukan program adalah menampilkan dan menjadikan kehidupan pribadi (privasi) para istri Eyang Subur sebagai konsumsi publik yang disajikan dalam seluruh isi acara. Dalam program tersebut juga ditampilkan muatan yang mengesankan pembenaran terhadap tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan terhadap hak privasi, nilai-nilai agama, perlindungan anak dan remaja, dan penggolongan program siaran,” jelas Nina.

Terkait hal ini, KPI Pusat telah menerima surat No. U-176/MUI/V/2013 tertanggal 15 Mei 2013 dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) perihal Laporan Tayangan yang Bertentangan dengan Norma Agama & Hukum (surat terlampir). Surat ini pada intinya melaporkan tentang beberapa tayangan yang menampilkan 7 (tujuh) istri Eyang Subur yang digambarkan penuh kemesraan dan menimbulkan kesan pembenaran terhadap tindakan yang menyimpang dan bertentangan dengan ketentuan perkawinan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 42 Kompilasi Hukum Islam.

KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 Pasal 7, Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 21 ayat (1) serta Standar Program Siaran Pasal 6 ayat (2) huruf a, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (4) huruf a.

KPI Pusat juga menemukan pelanggaran yang sama pada program yang ditayangkan tanggal 1 Mei 2013. Pelanggaran yang dimaksud adalah menampilkan dan menjadikan kehidupan pribadi (privasi) para istri Eyang Subur serta konflik Eyang Subur dengan Adi Bing Slamet/Arya Wiguna sebagai konsumsi publik yang disajikan dalam seluruh isi acara. Dalam program tersebut juga ditampilkan muatan yang mengesankan pembenaran terhadap tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Dalam surat teguran itu, KPI Pusat meminta kepada ANTV agar menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran yang sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS sehingga program siaran bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Red

Jakarta – Sering kali tayangan atau isi media menayangkan acara atau tayangan yang tidak sesuai dengan nilai, moral, dan budaya bangsa yang diajarkan di sekolah. Kondisi tersebut ternyata dikeluhkan para guru dan pengajar sekolah SMA, SMK dan MA yang tergabung dalam Musyawarah Guru Kabupaten Cilacap (MGKC). Pasalnya, apa yang ditayangkan banyak yang bertolak belakang dengan yang ditanamkan para guru tersebut di sekolah.

“Tayangan atau isi media kerap kali menginformasikan hal-hal yang bertolak belakang dengan apa yang kami tanamkan di lingkungan sekolah. Banyak media yang tayangkan soal anak sekolah tapi tidak selaras dengan apa yang kami ajarkan. Seharusnya, isi media mendukung penempatan moral yang baik yang diajarkan di sekolah dengan keselarasan terhadap isi medianya,” kata Halimah salah satu guru dari Cilacap kepada Komisioner KPI Pusat, Idy Muzayyad, di kantor KPI Pusat, Selasa, 14 Mei 2013.

Menurut Halimah, beberapa contoh yang menjadi keluhan mereka adalah soal pergaulan anak-anak sekolah di dalam tayangan sineteron. Kemudian mengenai pakaian para siswa yang tidak sesuai atau pantas dengan apa yang semestinya dipakai di lingkungan sekolah. Penggunaan bahasa atau berkomunikasi juga menjadi masalah karena tidak mencerminkan budaya pelajar Indonesia semestinya.

“Hal – hal seperti ini akan menjadi inspirasi bagi murid-murid di daerah. Mereka akan menjadikan apa yang dilihat di televisi sebagai acuan,” kata Halimah.

Menanggapi hal itu, Anggota KPI Pusat, Idy Muzayyad menjelaskan jika fungsi media atau lembaga penyiaran adalah sebagai sarana memberikan informasi yang layak dan benar, pendidikan bagi masyarakat, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, dan sarana kebudayaan dan ekonomi. Karena itu, media atau lembaga penyiaran memiliki tanggungjawab terhadap pendidikan dan juga moral bangsa.

Menurut Idy, dalam kondisi seperti ini pendidikan literasi media menjadi sangat penting bagi para pelajar. Dan, pendidikan literasi media bisa diajarkan secara langsung para guru. Literasi media ini akan memberi pemahaman dan pengertian kepada para murid untuk bisa memilih media mana yang baik untuk mereka konsumsi. Literasi media dapat pula mematik sensitifitas mereka dan juga kritisi. Red

Foto Berita Utama di ambil dari MitraFM.Com

Jakarta - Kementerian Sosial (Kemensos) menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melindungi masyarakat dari tindak penipuan undian termasuk "game online". "Kami prihatin masih terjadi tindak penipuan berkedok undian, baik melalui pesan singkat atau sms dan juga dengan surat," kata Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri di Jakarta.

Perlindungan masyarakat dari undian yang menawarkan hadiah besar dan terindikasi penipuan, merupakan tanggung jawab bersama, tambah Mensos. Selain menjalin kerja sama dengan Kemenkominfo, pihaknya juga menggandeng Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Bareskrim Polri.

Undian yang terindikasi merugikan masyarakat tersebut saat ini bentuknya beragam seiring perkembangan teknologi informasi. Misalnya, permainan ketangkasan atau game online di dunia maya (internet). "Menentukan undian sesuai aturan. Apakah game online di dunia maya terdapat unsur penipuan dengan melibatkan Kominfo. Untuk mengetahui dari sisi agama dan ada unsur judi menggandeng MUI, sedangkan terkait unsur penipuan melibatkan Bareskrim Polri," jelas Mensos seperti ditulis antara.

Saat ini, Kemsos fokus untuk melindungi masyarakat dari berbagai tindak penipuan undian yang merugikan. Pada umumnya, korbannya merupakan masyarakat awam hukum yang mudah terkecoh oleh iming-iming undian dan hadiah sejumlah uang ataupun barang tertentu.

Para pelaku, kata Mensos, tergolong profesional dengan selalu memanfaatkan undian resmi dan berizin, misalnya undian mobil dan undian hadiah sejumlah uang.

Hasil kajian Kemensos, menunjukkan berbagai kasus tersebut muncul akibat ketidakmauan mengurus izin undian, dengan alasan malas dan birokrasi berbelit. "Termasuk agen-agen yang diminta mengurus izin undian, sering kali mengambil jalan pintas," ujarnya. Red

Jakarta – Koordinator Divisi Penyiaran dan Media Baru Aliansi Jurnalis Indepeden (AJI) Indonesia Dandy Dwi Laksono mengajak para jurnalis tak ragu mengambil posisi sebagai mata-mata publik menghadapi penyalahgunaan jurnalisme dan frekuensi. 

Menurut dia, penyalaghunaan frekuensi publik untuk kepentingan politik harus dilawan.

“AJI sebagai bagian dari Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) mengucapkan terima kasih kepada masyarakat dan teman -kawan jaringan civil society atas partisipasinya mengumpulkan bukti-bukti penyalahgunaan domain publik, khususnya frekuensi televisi untuk kepentingan politik praktis,” kata Dandy di Jakarta seperti dikutip VHRmedia,.

Dandy mengungkapkan salah satu yang sudah dilakukan KIDP dalam kampanye melawan penyalahgunaan domain publik untuk kepentingan politik 2014 yakni dengan mengunggah rekaman acara pembekalan caleg Partai Hanura.  

Pada acara itu, Hanura menyalahgunakan layar RCTI untuk kepentingan kampanye, video penyalahgunaan sudah diunggah di situs YouTube. “Sebelumnya sudah dirilis bukti- bukti pelanggaran yang sangat kuat melalui film dokumenter Di Balik Frekuensi,” kata Dandy.

AJI juga mengaku telah berkoordinasi dengan anggota Dewan Pers  untuk membuat posko pengaduan bagi para jurnalis yang ‘diperintahkan’ atau melihat serta mengalami praktik penyalahgunaan jurnalisme dan frekuensi publik untuk kepentingan politik. 

Bentuk kontribusi bisa apa saja rekaman audio, rekaman video, notulensi rapat, naskah sebelum dan sesudah diedit atas pesanan pihak tertentu,rundown versi tayang dan versi tidak tayang, materi yang didrop dan tak bisa dipublikasikan, dan lain-lain.

“Ajakan ini tidak hanya terjadi pada para jurnalis di lapangan, juga) untuk anggota AJI yang sudah menempati posisi-posisi tinggi di ruang redaksi,” kata Dandy. Red

Jakarta - Film dokumenter berjudul 'Di Balik Frekuensi' garapan Ucu Agustin memaparkan bukti-bukti berupa salinan tayangan bagaimana stasiun televisi menggunakan frekuensi dan menyalahgunakan jurnalisme untuk kepentingan politik pemilik usaha. Film ini masih diputar di berbagai komunitas untuk mendorong masyarakat peduli terhadap tayangan televisi.

Pada saat penayangan perdana film tersebut, Komisioner KPI Pisat Ezki Suyanto memberikan kata pengatar dan memaparkan soal banyaknya iklan politik dan potongan-potongan berita partai milik pengusaha televisi.

Mantan Ketua IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) Iman Wahyudi mengatakan semakin beragamnya kepemilikan harusnya kian beraneka konten televisi. "Independensi adalah amanat undang-undang, sudah jelas," katanya seperti ditulis di merdeka.com.

Dia mengatakan KPI bisa melakukan klarifikasi jika ada pengaduan dari masyarakat. Dia menilai saat ini penyiaran sudah menjadi industri dan pemodal bisa mengintervensi isi siaran. Sebab itu, jangan heran ada pimpinan televisi tidak pernah menjadi wartawan. Bahkan, di tingkat bawah bisa juga ditempatkan orang tidak berkualitas dalam dunia jurnalistik. Yang dibutuhkan saat ini adalah pelaku industri penyiaran yang profesional. "Ini mempengaruhi hasil," ujarnya.

Karena itu, Iman mengusulkan membentuk ombudsman di semua lembaga penyiaran untuk menangani pelbagai kasus, termasuk berkaitan dengan penonton. Rekomendasi ombudsman ini nantinya bisa menjadi pertimbangan bagi lembaga terkait, termasuk KPI dan Dewan Pers.

Ketua Dewan Pimpinan Serikat Perusahaan Pers Amir Efendi Siregar mengakui isi stasiun televisi menggunakan frekuensi publik lebih ditujukan terhadap penduduk kota bersifat seragam dan elitis. Mayoritas stasiun televisi, 218 dari 300 lembaga penyiaran swasta, dikuasai sepuluh stasiun televisi berpusat di Jakarta.

Dia menegaskan kepemilikan satu orang atau badan hukum atas lebih dari satu stasiun jaringan harus dibatasi. Hal ini berlaku juga terhadap stasiun televisi lokal.

Salah satu perumus undang-undang penyiaran ini setuju netralitas isi media harus jelas dan tegas, termasuk batasan intervensi pemilik atas berita disiarkan. Para pemodal dan pemilik stasiun televisi menggunakan ranah publik ini juga memakai stasiun televisi mereka buat kepentingan pribadi, termasuk politik. "Di pabrik tahu pun harus ada undang-undang antimonopoli. Apalagi di frekuensi milik publik, sampai hari ini masih terbatas dan akan tetap terbatas," tutur Amir.

Saat ini terdapat lima perusahaan menguasai jaringan televisi di tanah air, yakni MNC mempunyai RCTI, Global TV, dan MNC TV, Emtek memiliki SCTV dan Indosiar, Trans Corp menaungi Trans TV dan Trans 7, Visi Media Asia (VIVA) yang merajai ANTV dan TV One, serta Metro TV.

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Hayono Isman mengakui pemerintah perlu menata aturan soal penyiaran, selain peningkatan sumber daya produksi serta komitmen, idealisme, dan isi siaran tidak berorientasi kepada pemilik. "Keberagaman dan kualitas isi siaran terkendala pemilik, dimana faktor modal menjadi kunci keberagaman. Isi siaran saat ini masih sangat Jakarta," ujarnya. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.