Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bersama sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di 12 kota menggelar webinar Indeks Kualitas Program Siaran TV 2023. Kegiatan ini dalam rangka mengukur efektivitas program siaran TV di tengah dinamisnya perkembangan teknologi dan kehidupan sosial masyarakat. 

Dalam acara diseminasi IKPSTV di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Hasanuddin (Unhas), Selasa (3/10/2023) kemarin, dibahas bagaimana kekuatan program berita televisi menghadapi era disrupsi informasi. Hasil indeks terhadap program pemberitan yang dilakukan KPI bersama 12 PTN disampaikan sebagai acuan untuk menguatkan efektivitas program ini menghadapi realitas yang terjadi di masyarakat. 

Menyikapi hal ini, Dekan Fisip Unhas, Prof. Phil Sukri mengatakan, bahwa media sebagai bagian dari komunikasi merupakan ruang dinamis dalam interaksi dan penyebaran informasi dalam dinamika kehidupan masyarakat.

“Riset ini merupakan jalan atau wahana meletakkan isu-isu sosial pada kerangka obyektif. Kita sebagai ilmuwan yakin betul riset ini yang dilakukan dengan metode yang baik akan menghasilkan kerangka obyektif,” jelasnya.

Anggota KPI Pusat Amin Shabana, selaku penanggung jawab kegiatan diseminasi menyampaikan,  program berita mendapat tantangan besar menghadapi kontestasi politik 2024. Menurutnya, ekskalasi pemberitaan di TV Indonesia akan semakin intensif dan tajam.

“Ini membuktikan bahwa momentum kepemiluan masih menjadi isu yang sangat seksi terlepas dari pro dan kontra keberimbangan, aktualitas, kepentingan publik yang di bawah oleh masing-masing lembaga penyiaran. Sama-sama kita ketahui kalau berbicara mengenai ekonomi politik media ada pengaruh-pengaruh misalnya afiliasi lembaga penyiaran terkait partai politik tertentu, hal ini juga mewarnai diskusi yang ditampilkan oleh lembaga penyiaran kita,” jelas Amin.

Dosen Ilmu Komunikasi Fisip Unhas Muliadi Mau menyampaikan, survei IKPSTV program siaran berita dari tahun ke tahun sejak 2017 cenderung meningkat. Di tahun 2023 periode 1 indeks kualitas siaran berita mencapai 3,38. Namun, melihat tren, di tahun 2018 dan 2019 terdapat penurunan yang memperlihatkan indeks pemberitaan mencapai nilai indeks 2,9 di bawah rata-rata indeks KPI yakni 3,0.

“Kalau kita lihat tren itu ada pada tahun-tahun politik, ini menjadi penanda rentan atau rawannya pemberitaan TV sebagai media pemberitaan politik sehingga aspek keberimbangan dan netralitas dipertanyakan,” paparnya.

Ia mengimbau masyarakat untuk mewaspadai pemberitaan pada tahun politik. Pasalnya, kepemilikan media di Indonesia rata-rata dimiliki politisi. "Itu harus diwaspadai di tahun politik. Kalau kita melihat di teori politik media, media massa bisa menjadi sarana utama bagi pemilik modal dan kekuasaan untuk melanggengkan kekuasaan ekonomi dan politik, selain itu media memiliki potensi besar dalam membangun dan menanamkan hegemoni dan punya potensi menanamkan ideologi politik tertentu,” ungkap Muliadi.

Sementara itu, Pengendali IKPSTV KPI, Alem Febri Sonni mengatakan, bahwa data riset KPI bisa menjadi rujukan bagi para akademisi sebagai dasar melakukan riset dalam konteks penyiaran.

“KPI memberikan akses yang besar bagi akademisi dan peneliti mengembangkan riset penyiaran yang efeknya tentu memberikan kepuasan publik terhadap informasi dalam dunia penyiaran,” tuturnya. 

Angkat martabat 

Rendahnya indeks kualitas di dua kategori program siaran yakni infotainmen dan sinetron menjadi PR besar bagi KPI dan 12 PTN yang terlibat dalam program IKPSTV. Tanggung jawab ini tidak hanya menjadi beban di satu pihak saja melainkan seluruh komponen terkait. Jika nilai indeks di dua kategori ini mengalami kenaikan (berkualitas), martabat penyiaran Indonesia terdongkrak.

Akademisi dari Universitas Lambung Mangkurat, Sarwani mengatakan, indeks kualitas dari setiap program merupakan gambaran umum dari kualitas siaran TV di tanah air. Rendahnya nilai indeks yang diperoleh dua program tersebut menjadi tantangan untuk semua pihak. 

"Tema yang diangkat yaitu siaran program TV yang bermartabat. Kenapa, sebab ada program TV yang belum mencapai indeks yang baik yakni program siaran sinetron dan infotainmen. Ini tantangan tersendiri bagi segenap insan pertelevisian," kata Sarwani saat membuka kegiatan Diseminasi IKPSTV di Universitas Lambang Mangkurat, Senin (2/10/2023).

Menyikapi hal itu, Anggota KPI Pusat Amin Shabana mengatakan, perlunya dukungan konstruktif untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas ekosistem penyiaran mulai dari hulu hingga ke hilir. Apalagi sistem penyiaran Indonesia telah berubah menjadi digital. 

"Perlu ada perumusan kebijakan yang mendukung pelaksanaan ASO (analog switch off). Kami bersama KPID terus mendorong revisi undang-undang penyiaran untuk merespon perkembangan zaman. Selain kebijakan itu, pengawasan terhadap siaran digital akan jauh lebih berat karena jumlah TV jadi lebih banyak," jelas Amin.

Sementara di hilir, KPI akan mendorong lembaga penyiaran agar memiliki standarisasi pada konten kreator lewat pengembangan uji kompetensi dan sertifikasi. "Eksosistem ini kami bangun juga sebagai wujud perhatian kami kepada industri penyiaran," ujar Amin Shabana. 

Setelah kegiatan diseminasi di dua kota tersebut, KPI Pusat melanjutkan kegiatan yang sama di 10 kota berikutnya. Program IKPSTV KPI 2023 yang melibatkan 12 PTN di 12 Kota ini merupakan program kegiatan reguler dan program prioritas nasional yang diawasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). *** 

 

Banyumas -- Peran masyarakat untuk membantu mengawasi penyiaran kepemiluan di media penyiaran dinilai akan mendorong jalannya proses penyiaran pemilu yang adil, transparan dan proporsional di lembaga penyiaran. Namun begitu, masyarakat harus mampu menyikapi setiap informasi yang beredar di media sosial dengan memastikan dulu kebenarannya di media penyiaran. 

Ketua KPI Pusat Ubaidillah, saat membuka kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) Pengawasan Penyiaran Kepemiluan di Banyumas, Jawa Tengah, Senin (2/10/2023), menyadari jika penonton TV dan pendengar siaran radio sekarang telah berkurang. Namun hal itu tidak lantas membuat masyarakat mengurangi kepercayaannya kepada media tersebut.

Menurutnya, informasi di media penyiaran dapat dijadikan sumber rujukan terpercaya. Pasalnya, seluruh informasi yang akan disiarkan telah melalui rangkaian kerja dan proses jurnalistik (cek dan ricek). Sedangkan proses penerbitan informasi di media sosial tidak seperti di media penyiaran. 

"Jadi kalau informasi atau berita itu belum masuk di TV dan radio, itu belum menjadi informasi," kata Ubaidillah di depan puluhan peserta Bimtek perwakilan berbagai kelompok masyarakat di wilayah Banyumas.

Terkait pengawasan penyiaran, KPI meminta keterlibatan publik untuk aktif memantau penyiaran pemilu di TV dan radio. Meskipun KPI Pusat telah memiliki perangkat dan SDM untuk memantau 16 TV jaringan, 15 radio jaringan, 5 lembaga penyiaran berlangganan (LPB) dan lembaga penyiaran publik (LPP), itu belum mencakup siaran yang ada di daerah seperti TV dan radio lokal.

"Kami berharap masyarakat menjadi pengawas bersama kami setelah kegiatan ini. Mudah-mudahan mulai hari ini partisiapsi publik di Banyumas bisa meningkat bahwa lembaga penyiaran bisa dimanfaatkan untuk literasi dan edukasi. Bila ada pengaduan tayangan, masyarakat bisa disampaikan kepada KPID," ujar Ubaidillah. 

 

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI H. Muhamad Arwani Thomafi, menyampaikan jika setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan informasi dan hiburan. TV dan radio menjadi sarana untuk mendapatkan akses tersebut. "Namun semestinya informasi yang didapatkan haruslah layak dan manfaat," katanya.

Memasuki tahun politik, Arwani Thomafi mendorong lembaga penyiaran menyampaikan informasi berkaitan kepemiluan dengan transparan, benar dan proporsional. Pasalnya, masyarakat butuh informasi pemilu yang mencerdaskan. 

"Tidak hanya menjadi media informasi, tapi lebih dari itu yakni menjadi sarana untuk mengawasi jalannya proses demokrasi. Ini bisa melibatkan masyarakat untuk mendorongnya," ujar Arwani. 

Selain itu, lembaga penyiaran berfungsi memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang cara berpolitik dan berdemokrasi yang baik. "Karena kita ini beda pilihan dan lainnya. Tapi perbedaan itu harus menjadi pemahaman yang kuat karena itulah esensi dari demokrasi. Beda pilihan tapi satu tujuan yakni bagaimana memperkuat demokrasi tersebut," jelas Anggota DPR dari Fraksi P3.

Dia juga meminta masyarakat untuk tidak mudah tergoda dan terprovokasi oleh informasi yang mengadu domba. "Apa yang menjadi keragaman politik adalah sebagian karunia dan rahmat," paparnya melalui daring.  

Ruang yang sama

Dalam konteks pemilu, keberadaan media penyiaran sebagai media penjernih dari informasi media sosial harus juga diikuti dengan penyampaikan informasi yang adil dan berimbang. Hal ini akan memastikan seluruh peserta pemilu mendapatkan porsi yang sama di setiap media. 

"Kami berharap semua peserta pemilu dapat ruang yang adil dan berimbang di lembaga penyiaran. Kami juga berharap lembaga penyiaran dapat menjadi ruang edukasi dan sosialisasi seperti untuk tanggal pencoblosan pemilu," kata Anggota sekali Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat Tulus Santoso.

Menurut Tulus, sosialisasi tentang kepemiluan akan mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut dalam pemilu. Mereka pun harus mengetahui tentang partai politik, calon legislatif dan lainnya agar tidak salah pilih. "Ini penting disosialisasikan. Masyarakat harus mendapatkan informasi tersebut," ujarnya. 

Tulus juga menekankan agar masyarakat melakukan verifikasi (pengecekan ulang) terhadap informasi yang didapat dari media sosial. Informasi yang sudah dipastikan kebenarannya hanya melalui TV dan radio. 

"Kita harus waspada terhadap informasi yang asalnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Adapun informasi di media penyiaran sudah terverifikasi. Media ini juga dalam pengawasan KPI. Jika terjadi melanggar akan mendapatkan sanksi," tegas Tulus.

Anggota KPID Jawa Tengah Anas Syahirul Alim, menyampaikan ada 300 radio dan 59 TV yang berizin dan bersiaran di Jateng. Selain itu, masih terdapat siaran radio illegal yang masih dimanfaatkan masyarakat dan bahkan peserta pemilu untuk berkampanye. "Kita banyak mendapatkan keluhan tentang ini. Kami mohon masyarakat untuk menggunakan frekuensi yang legal," katanya.

Suksesnya pemilu tidak hanya bergantung dari penyiaran di lembaga penyiaran. Tokoh agama sekaligus pemuka masyarakat di Pekuncen, Habib Muhammad Alhabsyi menyatakan, setiap orang yang baik harus menyampaikan kebaikan tersebut kepada orang lain. "Jika ada orang baik yang tidak menyampaikan ini, maka jangan salahkan orang jahat menyampaikan hal  buruk," ujarnya.

Tenaga Ahli Madya KSP (Kantor Staf Presiden) Ngatoillah menyampaikan, masyarakat harus mendapatkan informasi tentang kepemiluan yang benar dan jelas. Masyarakat pun harus ikut terlibat dalam pengawasan penyiaran. "Masyarakat harus ikut menjadi pengawas dari proses ini agar berjalan baik dan aman. Harus ada peran serta bersama untuk menyukseskan ini," tambahnya. *** 

 

Jakarta -- Tim Seleksi (Timsel) calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan (Sulsel) Periode 2023-2026 menyatakan akan memilih calon-calon Anggota KPID yang berkualitas sebelum diserahkan ke Komisi A DPRD Sulsel untuk di uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test). Karenanya, Timsel memastikan seluruh proses seleksi berkas administrasi hingga wawancara calon akan selektif, ketat dan transparan.

Hal itu disampaikan Ketua Timsel Calon Anggota KPID Sulsel Suparno, saat kunjungan kerja sekaligus konsultasi ke KPI Pusat, Rabu (27/9/2023). Dalam kunjungan itu, seluruh anggota Timsel ikut menyertai. Timsel beranggotakan 5 orang terdiri dari unsur pemerintah, akademisi, praktisi penyiaran dan Anggota KPI Pusat. 

"Kita ingin mendapatkan KPID yang berkualitas, kreatif, memahami penyiaran dan memang dibutuhkan untuk penyiaran di Sulawesi Selatan. Jadi kami akan serahkan calon yang berkualitas ke Komisi A DPRD," katanya di hadapan Ketua KPI Pusat Ubaidillah serta Anggota KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan dan Aliyah yang menerima kunjungan itu.

Saat ini, lanjut Suparno, proses pendaftaran calon Anggota KPID Sulsel Periode 2023-2026 telah dibuka dan akan ditutup pada 18 Oktober 2023. Pendaftaran dibuka untuk umum dengan sejumlah syarat yang mesti dipenuhi. Timsel juga telah berkoordinasi dengan PJ Gubernur Sulsel dan DPRD Provinsi. 

"Disini kami juga ingin menyampaikan pertanyaan dari masyarakat terkait calon pendaftar yang memiliki media. Apa yang harus kami lakukan," tanya Suparno.

Menjawab pertanyaan itu, Ketua KPI Pusat Ubaidillah, meminta agar setiap pendaftar calon Anggota KPID untuk menyertakan surat keterangan yang menyatakan tidak terkait dengan kepemilikan media, bekerja di media atau partai politik. "Jadi jika ada yang bekerja di media, mereka harus mengundurkan diri. Mereka juga tidak boleh terafiliasi dengan kepentingan tertentu," katanya.

Dalam kesempatan itu, Ubaidillah meminta Timsel untuk memberi perhatian pada perwakilan perempuan di KPID. Menurutnya, keberadaan perempuan sangat penting untuk menentukan arah kebijakan khususnya terkait persoalan anak dan perempuan dalam penyiaran. "Ini harus jadi perhatian dan penting," ujarnya yang juga diamini Aliyah dan Muhammad Hasrul Hasan 

Adapun nama-nama Timsel calon Anggota KPID Sulsel Periode 2023-2026 yakni Andi Winarno Eka Putra (Kadis Kominfo Pemprov Sulsel ), A. Lukman Irwan, Arief Wicaksono (Akademisi), Suparno (Praktisi Penyiaran) dan Aliyah (perwakilan dari KPI Pusat). ***/Foto: Agung R

 

Bandung – Menyikapi kondisi kelembagaan dan penganggaran bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah saat ini, KPI Pusat mengundang tiga kementerian terkait untuk mendapatkan solusi terbaik atas struktur kelembagaan dan sistem penganggaran KPID yang lebih baik. Dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (Focuss Group Discussion) yang bertajuk “Klasterisasi Penganggaran KPID”, KPI Pusat menghadirkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Kementerian Keuangan, (29/9).

Anggota KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan, Made Sunarsa menyampaikan, pemerintah saat ini sangat memberikan perhatian dalam mendukung iklim penyiaran di Indonesia. Ini dibuktikan dengan kebijakan digitalisasi penyiaran untuk memberikan pelayanan siaran yang lebih berkualitas dan merata di seluruh Indonesia. Pemerintah berharap KPI sebagai regulator dan pengawas siaran harus kuat, mampu menjalankan kewenangan, tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh Undang Undang no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. 

KPI Pusat dan KPI Daerah diharapkan memiliki bargaining yang tinggi mengingat digitalisasi penyiaran akan berpengaruh terhadap industri penyiaran. Namun, tambahnya, peran dan tugas yang harus diemban oleh KPI, tentu harus diiringi dengan dukungan optimal baik dari sisi anggaran maupun dari sisi kelembagaan. Made menambahkan, dengan penganggaran melalui mekanisme hibah saat ini, beberapa daerah mengalami kendala terkait anggaran.”Diantaranya ketidakstabilan jumlah anggaran, dan pengaruh  politis di daerah masing masing”, ujarnya. 

“Oleh karena itu kita hadir bersama dalam diskusi ini untuk bisa mencarikan solusi terbaik, meminta kepada kementrian terkait agar ada formula atau skema anggaran yang tepat untuk KPID agar dapat menjalankan kewenangan dan beban tugas secara optimal sebagaimana yang telah diamanatkan undang-undang,” tutupnya.

Ketua KPI Pusat, Ubaidillah mengatakan, permasalahan anggaran KPI Daerah berawal dari terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 282 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban (Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Kemudian terbit Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang selanjutnya menimbulkan dinamika dalam penganggaran KPI Daerah karena status anggaran KPI Daerah selanjutnya adalah Hibah. 

“Kondisi disharmoni dapat dilihat dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 dengan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang mengakibatkan status kelembagaan dan penganggaran KPI menjadi kurang stabil sebagai lembaga negara yang independen,” katanya. 

Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda, Kementerian Dalam Negeri, Hilman Rosada mengatakan pemetaan hingga alokasi anggaran untuk setiap perangkat daerah ditentukan berdasarkan target kinerja pelayanan publik masing-masing urusan pemerintahan. Kinerja yang dimaksudkan meliputi fokus pada prioritas tupoksi kerja yang telah ditetapkan wajib masuk dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). Ke depan Hilman berharap adanya sebuah pertemuan lanjutan dari diskusi hari ini secara komprehensif terkait pola pengalokasian anggaran KPI Daerah dengan pejabat terkait di lingkungan Kemendagri, KemenpanRB dan Kemenkeu. Kami berharap ada peran-peran yang bisa dikontribusikan dari kami untuk membantu penganggaran di daerah yang lebih baik, ujarnya. Untuk jangka pendek, pimpinan KPI Pusat dapat menindaklanjuti pertemuan hari ini dengan surat edaran bersama, jika dimungkinkan. Hilman menambahkan jika ada detail angka yang bisa dibantu oleh kementrian keuangan, maka itu akan lebih baik. “Kami berharap rumusan dan analisa beban kerja KPID dapat dikuatkan dengan sebuah aturan yang mengikat kepada pemerintah tiap provinsi,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Analis Kebijakan Ahli Pertama, Kementerian PAN RB, Nana Narundana memandang KPI merupakan lembaga non struktural (LNS) yang dalam hubungan kelembagaan dan kerja tidak jauh dari Presiden, sebagai pimpinan eksekutif. Mekanisme atas dukungan penguatan manajemen organisasi melalui penambahan pengaturan personalia di KPI Daerah diharapkan Gubernur bisa mendelegasikan ASN pada secretariat KPI daerah. Lebih lanjut, secara spesifik KemenPANRB mendukung penguatan manajemen organisasi melalui personalia KPI Daerah. 

“Subtansinya, setiap lembaga negara harus mendapat support kelembagaan, tentu didasarkan atas prisnsip proporsional dan professional sesuai dengan beban kerja dan kinerja lembaga. Tidak mungkin lembaga dapat berjalan baik tanpa ada dukungan yang layak. Namun tetap harus diingat harus sesuai dengan beban kerja dan sesuai dengan regulasi yang ada” katanya. 

Hadir sebagai pembicara terakhir, Kepala Subdirektorat Anggaran Bidang Pertahanan dan Keamanan, Kementerian Keuangan, Suyadi mengungkapkan kedudukan KPID sesuai Undang-Undang (Penyiaran dan keuangan) otomatis menjadi domain daerah. Jika dilihat dari sisi penganggaran maka, secara regulasi KPID menjadi bagian dari sekretariat daerah provinsi. Atas diskusi yang berkembang, Suyadi  menilai perlunya membuat sebuah formula anggaran minimal KPID dengan klasifikasi kewajiban dan beban kerja untuk  anggaran masing masing daerah yang dialokasikan. 

“Dari Kementerian Keuangan, setelah menyimak diskusi ini, kami akan koordinasikan dengan bidang khusus yang akan menghitung berapa anggaran minimal yang seharusnya diberikan kepada KPI Daerah, dengan berbagai pertimbangan seperti, jumlah penduduk Provinsi Daerah masing masing, luas wilayah kerja dan jumlah lembaga penyiaran yang diawasi serta kekuatan APBD tiap daerah, kami berharap ini bisa dihitung” Kata Suyadi

Turut hadir dalam diskusi tersebut diantara Sekretaris KPI Pusat, Umri, Tim Klasterisasi Penganggaran KPI Daerah yang terdiri dari  Wakil Ketua KPID Provinsi Riau, Hisam Setiawan, Ketua KPID Provinsi Lampung, Budi Jaya, Ketua KPID Provinsi Banten, Haris H. Witharja, dan Ketua KPID Provinsi Jawa Timur, Imanuel Yosua.  (Syahrullah)

 

 

Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Banten tengah menyiapkan rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyiaran. Perda ini diharapkan akan memperkuat posisi Banten baik dari sisi penataan penyiaran maupun ekonomi. 

Hal ini diungkapkan Ketua Komisi I DPRR Banten Jazuli Abdillah, saat kunjungan kerja dalam rangka konsultasi ke KPI Pusat, Senin (25/9/2023). Dalam kunjungan itu, Ia didampingi Anggota KPID Banten. 

“Perda ini produk bersama. Kita sudah diskusi di Banten sejak 2022 lalu. Perda ini menjadi fokus di Komisi I DPRD Banten. Kita pun sudah identifikasi kebutuhannya dengan bantuan dari mitra kerja kami yakni KPID. Konsultasi juga dalam rangka menguatkan argumentasi kami,” kata Jazuli.

Ungkapan senada turut disampaikan Ketua KPID Banten Haris H Witharja. Menurutnya, posisi Banten harus diperkuat agar tidak melulu menjadi daerah paparan dari siaran yang berasal dari Jakarta. 

“Kalau kita tidak perkuat, posisi Banten tetap saja sama seperti sekarang hanya sebagai market saja. Bagaimana tidak, wilayah kota Serang yang merupakan wilayah siaran sendiri justru menerima siaran dari wilayah Jakarta. Ini merugikan daerah karena UU penyiaran menyatakan siaran harus jaringan. Daerah punya hak 10% untuk konten lokal dan hak ini harus didesak,” jelas Haris.

 

Bahkan, lanjut Haris, dalam perda ini akan memuat sanksi bagi yang tidak mengikuti aturan. “langkah ini akan memacu sektor ekonomi di daerah, baik itu di sektor kreatifitasnya ataupun sektor ekonomi lainnya. Perda ini diharapkan akan memberikan kemanfaatan besar bagi masyarakat dan pembangunan di Banten,” tuturnya.

Menanggapi rencana ini, Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa menyatakan dukungan dan apresiasinya. Menurut Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat ini, terbitnya perda dapat mendorong pengembangan penyiaran di daerah dalam menghadapi era digitalisasi. 

“Baru ada dua provinsi yang memiliki perda penyiaran antara lain Yogyakarta dan Lampung. Saya yakin perda ini akan berjalan dengan baik di bawah KPID,” katanya yang diamini Anggota KPI Pusat lainnya Tulus Santoso.

Dalam kesempatan itu, I Made Sunarsa meminta agar ketika perda ini sudah terbit untuk disosialisasikan secara massif ke masyarakat. “Mudah-mudahan perda ini memberi kemanfaatan yang besar untuk masyarakat Banten,” tutupnya. ***/Foto: Agung R

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.