Jakarta -- Anggota DPR RI Komisi I DPR RI, Taufik R. A Abdullah, mengingatkan masyarakat supaya memastikan data pribadi yang diberikan untuk keperluan perjanjian maupun kontrak tidak dipergunakan di luar perjanjian maupun kontrak tersebut. 

Berdasarkan ketentuan di Undang-Undang (UU) tentang Transaksi Elektornik pada Pasal 26 ayat 1 disampaikan bahwa permintaan data pribadi terhadap seseorang harus memenuhi ketentuan adanya persetujuan yang sah sesuai tujuan penggunaan data. Karenanya, sering kali terjadi keputusan memberikan data ini dilandasi perjanjian atau kontrak yang bertujuan agar pengendali data menjaga kerahasiaan data tersebut. 

Menurut Taufik, proses legal seperti ini untuk menjaga sebuah kerahasiaan data pribadi menjadi penting. Terlebih sekarang ini seluruh proses yang berbasis digital diwajibkan mengungah data pribadi. 

“Jadi, saat ini yang perlu masyarakat ketahui bahwa kita sebagai pemilik data pribadi berhak untuk mengakhiri pemrosesan, menghapus dan atau memusnahkan data pribadi miliknya,” kata Taufiq dalam seminar diskusi berbasis daring Ngobrol Bareng Legislator yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dengan tema “Jaga Privasi Dan Keamanan Data Pribadi di Dunia Digital”, di Jakarta, Minggu (5/6/2022).

Taufiq mengatakan bahwa media sosial sekarang tengah digandrungi oleh sebagian lapisan masyarakat Indonesia. Bedasarkan pengamatan WeAre Social tahun 2022, rata-rata pengguna internet yang mengakses media sosial menghabiskan waktu antara 60 menit hingga 180 menit lebih dalam sehari. Sedangkan untuk menonton TV, baik secara broadcast maupun streaming, rata-rata masyarakat menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam 50 menit. 

“Namun demikian, televisi masih diyakini sebagai media yang paling dipercaya masyarakat dalam mencari informasi,” tandas Taufiq. 

Dalam kesempatan itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis yang aktif sebagai Dewan Pakar Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) melihat tren tingkat kepecayaan masyarakat terhadap media televisi masih tinggi. Hal ini dikuatkan dari data Katadata Insight Center (KIC) tahun 2022 yang menyatakan televisi masih menjadi sumber media yang paling dipercaya untuk mendapatkan informasi. 

Berdasarkan data tersebut, sebanyak 47% responden menjawab televisi sebagai media yang mereka percayai. Adapun media sosial berada berada diperingkat kedua dengan yakni dengan 22,4% responden. 

”Faktanya adalah sebuah keakuratan informasi dalam media mainstream masih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Bukti ini juga dikuatkan dengan proses yang begitu panjang dari sebuah produksi konten informasi yang akan disajikan,” kata Andre.

Andre mengungkapkan, beberapa waktul lalu, Indonesia pernah mengalami kasus kebocoran data di internet. Setidaknya kurang lebih 279 juta data peserta BPJS Kesehatan diperjualbelikan di RaidForums dan bahkan sertifikat vaksin Presiden Joko Widodo pun ramai beredar di media sosial. Ini menandakan perlindungan data pribadi masih perlu menjadi perhatian pemerintah.

“Berselancar di dunia internet perlu kebijaksanaan dan kehati-hatian yang ekstra. Pasalnya, apa yang sudah kita unggah di internet, tentu sudah menjadi milik publik. Oleh karena itu, ketika data pribadi kita harus diunggah dengan bijaksana dengan memahai betul alur hingga peruntukan data tersebut,” tutur Pria yang biasa disapa Andre ini. Maman/Editor: RG dan MR

 

 

 

Padang -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mendorong KPID Sumatera Bart (Sumbr) untuk meningkatkan pengawasan terhadap konten lokal 10 persen. Upaya pengawasan ini sangat penting untuk meningkatkan sumber daya lokal di penyiaran.

Hal ini disampaikan Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis dalam rapat koordinasi (rakor) stakeholders penyiaran, guna menyamakan persepsi dan menggali ide-ide tentang bagaimana penyiaran yang sehat di Sumatra Barat.

Rakor tersebut dibuka Kepala Dinas Kominfotik Jasman, Senin (30/5/2022) di Hotel Kyriad Bumiminang Padang, diikuti sejumlah lembaga penyiraan televisi, Kadiskominfo kabupaten/kota se-Sumbar, Aliansi Milienial Pengawal Penyiaran, serta Aliansi Jurnalis Peduli Penyiaran.

Pada rakor itu menampilkan sejumlah narasumber yakni Direktur Penyiaran Kementerian Kominfo Geryantika Kurnia, dan Kadis Kominfotik Sumatera Barat Jasman serta Wakil Ketua Komisi 1 Maigus Nasir dan Ketua KPID Sumbar Dasrul dengan moderator Isa Kurniawan.

Yuliandre menambahkan salah satu yang harus dipersiapkan untuk menghadapi era digital dimana akan muncul banyak TV baru adalah infrastruktur pengawasan. “Infrastruktur penyiaran di era ini akan lebih besar karena pertumbuhan TV baru akan meningkat,” tuturnya.

Dia mengatakan, persiapan singkat ASO ini harus dimaksimalkan sedemikian rupa. “Peran ini harus dilakukan oleh KPID dengan sosialisasi dan literasi. Sosialisasi ini menyangkut misalnya cara mendapatkan set top box-nya. Standarnya seperti apa dan lainnya. Kemudian hal ini dikuatkan soal literasi karena masyarakat kita akan banyak menerima siaran TV setelah berganti siaran digital nanti,” kata Yuliandre.

Dia juga menyampaikan faktor lain yang harus diperhatikan KPID menghadapi migrasi ini yakni soal kesiapan infrastruktur, program siaran dan ekosistemnya.

“Bagaimana KPID harus menumbuh kembangkan lembaga penyiaran yang ada di daerah pada era konvergensi ini. Pasalnya, saat ini sudah banyak media-media grup besar sudah melakukan transformasi tersebut meskipun regulasinya belum ada,” ujarnya.

Rakor itu mengangkat tema masa depan penyiaran di Sumatera Barat dalam era penyiaran digital. “Rapat koordinasi ini bertujuan untuk menyamakan persepsi stockholder penyiaran, pemangku kebijakan dan masyarakat terkait arah penyiaran Sumbar ditengah diberlakukannya analig swich off (ASO) tahun 2022 ini,” kata Ketua KPID Sumbar, Dasrul.

Selain itu, dalam rakor ini juga dibahas tentang penguatan lembaga KPID dan lembaga penyiaran di Sumatera Barat serta mensosialisasikan hak-hak masyarakat terkait penyiaran sehat. “KPID merupakan lembaga independen yang bertugas mengawal Undang-Undang Penyiaran yang diatur teknis oleh pedoman perilaku penyiaran dan standar penyiaran.

Untuk itu KPID berkewajiban menyosialisasikan hal kepada seluruh masyarakat dan stakeholders. Agar masyarakat mendapatkan haknya di bidang informasi yang di kemas dalam program penyiaran,” terang Dasrul.

Dia menambahkan, rakor ini sangat penting dan ini menjadi bukti bahwasannya KPID Sumbar serius dalam melaksanakan tugasnya dengan berkoordinasi bersama stakeholders pemerintahan maupun lembaga penyiaran.

Dasrul juga berharap dengan adanya rakor stakeholders penyiaran dapat mencapai hasil yang terbaik bagi penyiaran di Sumatera Barat nantinya. Kadikominfotik Sumbar Jasman saat membuka menyatakan Analog Switch Off (ASO) adalah program nasional yang mana daerah tentunya harus menyukseskan.

“Namun selama ini kenyataannya, Diskominfo di daerah baik provinsi maupun kabupaten kota tenyata tidak pernah dilibatkan. Jadi kami tentu tidak tahu apa yang harus disosialiasikan,” katanya.

Begitupun tentang pembagian set top box (penerima siaran digital) di daerah kabupaten kota, tiba-tiba saja diserahkan melalui Pos. Dia berharap, kedepan, karena ASO ini adalah program nasional, pemerintah daerah khususnya Diskominfo hendaknya dilibatkan dan disosialisasikan terlebih dahulu. Red dari berbagai sumber

 

Kupang – Berbagai upaya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) khususnya KPID membantu keberhasilan proses perpindahan dari sistem siaran TV analog ke siaran TV digital yakni dengan ikut mensosialisasikannya ke masyarakat. Berbagai teknik dan cara sosialiasasi ASO (analog switch off) telah dilakukan, salah satunya sosialisasi langsung dengan mendatangi rumah-rumah atau door to door. 

Dari cara jemput bola ini, KPID NTT banyak menemukan fakta menarik seperti masyarakat di Kota Kupang khususnya Kecamatan Maulafa yang masih nyaman menikmati siaran televisi secara analog. Bahkan, Sebagian besar terlihat sangat menikmati tayangan-tayangan yang ada serta belum mau membeli perangkat bantu penerim siaran digital atau Set Top Box (STB).

Demikian disampaikan Ketua KPID NTT, Fredrikus Royanto Bau, kepada kpi.go.id usai melakukan sosialisasi ASO secara langsung kepada warga di Kelurahan Maulafa, Rabu (25/5/2022) lalu. 

Menurut Fredrikus, sosialisasi dilakukan dengan cara acak kepada sejumlah warga di pinggir jalan yang rumahnya masih terpasang antene UHF. Pihaknya ingin memastikan bagaimana kesiapan masyarakat menghadapi ASO tahap 1. Dari sejumlah rumah yang didatangi, ternyata sebagian besar mengaku masih nyaman menikmat tayangan siaran analog.

Ketika ditanya lebih dalam, sejumlah warga ini mengaku tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli TV digital dan antene digital. Bahkan harus membeli paket data internet. Hal ini karena ada informasi salah  yang diterima mereka bahwa lebih baik membeli televisi dan antene digital.

“Saya tanya mereka mengapa masih analog. Mereka bilang tidak ada uang untuk beli TV dan antene digital jadi terpaksa nonton pakai TV yang lama. Mereka tidak mau beli Set Top Box karena dapat informasi bahwa lebih baik beli TV dan antene digital saja. Menurut saya, warga telah termakan informasi hoaks. Padahal tinggal membeli Set Top Box dan sudah bisa nikmati siaran secara digital,” kata Fredrikus.

Selain itu, ada informasi dari warga Kabupaten Belu yang selama ini memakai antene parabola kemudian mendapatkan STB dan kemudian memasangnya. Akan tetapi mereka justru membongkar kembali set top box tersebut karena yang mereka  terima hanya siaran TVRI, sedangkan siaran TV lain tidak ada.

“Menurut saya, ini adalah informasi-informasi yang mengindikasikan adanya kendala-kendala dari migrasi siaran digital. Karena itu, dibutuhkan sosialisasi yang secara terus menerus agar ada pemahaman yang komprehensif dari masyarakat dan para pejabat terkait ASO ini,” ujar Fredrikus.

Dikatakannya, banyak informasi benar yang belum sampai kepada masyarakat terkait ASO. Karena itu, perlu diketahui bahwa siaran televisi digital itu gratis tanpa internet. 

Menurut Frederikus, ada empat poin yang perlu diketahui sebagai target ASO yang pertama, lokasi atau wilayah yang selama ini ada siaran televisi analog. Kedua, untuk lokasi yang selama ini belum dapat siaran televisi atau blankspot, setelah ASO akan dibangun infrastruktur televisi oleh TVRI. Ketiga, masyarakat yang selama ini menggunakan parabola atau televisi berlanggganan tidak akan terdampak atau terpengaruh dengan ASO. Artinya tetap bisa menggunakan  parabola. Keempat, ada sekitar 6,7 juta masyarakat miskin yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial  akan mendapatkan STB gratis. 

“Jadi sebenarnya, bantuan STB itu harus  benar-benar untuk masyarakat yang sudah punya TV dan selama ini pakai antene UHF. Kalau yang sudah pakai parabola tidak perlu lagi STB. Dan juga program ASO ini tidak akan ada bantuan TV dan antene seperti yang diminta warga di sejumlah daerah,” tuturnya.

Mengenai keluhan warga di Belu, TTU dan Malaka yang hanya menikmati siaran dari TVRI, Dia mengatakan bahwa hal itu tidak bisa dihindari karena memang lembaga penyiaran televisi yang menyewa multipleksing TVRI belum ada.

“Untuk saat ini memang hanya TVRI yang melayani wilayah perbatasan. Belum ada televisi lain yang sewa multipleksing untuk tiga wilayah ini. Kalau Kota Kupang dan sebagian Kabupaten Kupang, akan ada banyak saluran karena sebagian besar lembaga penyiaran yang ada saat ini wilayah layanannya berada di Kota Kupang,” tandas Frederkus. ***

 

 

Bogor -- Peralihan dari siaran TV analog ke siaran TV digital diperkirakan akan menambah daftar jumlah stasiun TV di tanah air. Ini artinya jumlah konten yang disiarkan makin banyak dan beragam. 

Menyikapi perkembangan tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah menyiapkan langkah cepat  agar tidak tertinggal dengan situasi yang ada. Salah satu upaya yang dilakukan KPI yakni segera menambah komponen kontrol atau pengawasan isi siaran dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM).

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan nanti setelah siaran digital berjalan penuh akan bermuncul TV-TV baru seperti CNN, CNBC, Magna Channel, Mentari TV, Smile TV, Inspira, Nusantara, Gramedia TV dan lainnya. Makin banyak jumlahnya, kontennya juga akan makin beraneka ragam. 

“TV yang banyak akan menjadi PR buat KPI. Karena di dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran tugas KPI mengawasi. UU Penyiaran mengikatnya ke KPI yang diberikan kewenangan mengawasi. Mau tidak mau kita punya tugas dan kewajiban untuk mengawasi TV yang jumlahnya semakin banyak,” katanya saat membuka kegiatan Training pf Trainer (TOT) Pengawasan Isi Siaran KPI, Minggu (29/5/2022) di Bogor, Jawa Barat. 

Menurutnya, pertambahan jumlah TV harus juga direspon dengan penguatan sistem pengawasan yang meliputi pengembangan infrastruktur, peningkatan SDM yang dikombinasi dengan teknologi terkini.

“Kita ingin isi siaran sesuai dengan arah dan tujuan bangsa yakni membentuk generasi bangsa yang baik, cerdas dan berkemampuan tinggi seperti lirik  yang ada dalam mars KPI, sesuai Pancasila mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujarnya. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan bahwa bertambahnya jumlah TV tidak hanya jadi tantangan di KPI Pusat tapi juga KPID. Karenanya, harus dibuatkan skema pemantauan atau pengawasan secara langsung yang canggih tetapi mudah dan efisien, baik di KPI Pusat maupun KPID. “Kita harus cari terobosan agar kita bisa memantau secara langsung,” tuturnya.

Selain pengawasan, lanjut Mulyo, perlu diciptkan standar operasional prosedur (SOP) soal bagaimana menangani pengaduan dari masyarakat. Langkah yang akan dilakukan adalah KPI akan membuat aplikasi penerima aduan isi siaran dari masyarakat. 

“Dalam aplikasi itu akan dipantau oleh teman KPID dan masyarakat langsung. Kami mencoba beberapa aduan yang masuk dicatat melalui email, WA lalu di follow up, termasuk aduan KPID,” paparnya.

Mulyo juga menyampaikan perihal berbagai dinamika yang ada dalam pengawasan siaran dan bagaimana menafsirkan konten berdasarkan pedoman yang berlaku. Menurutnya, pelatihan yang mengundang banyak narasumber ahli mesti dimanfaatkan untuk mengasah kemampuan pengawasan tim pemantau. “Poinnya, adalah untuk meningkatkan profesionalitas kita sebagai pemantau,” pintanya. 

Senada dengan Mulyo, Komisioner sekaligus Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, MImah Susanti, berharap peserta TOT dapat meningkatkan kemampuan sekaligus memperdalam wawasannya terkait penyiaran. 

“Harapannya teman-teman sudah siap menjadi trainer di seluruh wilayah Indonesia. Persiapan kader-kader yang akan terjun ke lapangan,” tambahnya.

Pada sesi paparan narasumber, Ulil Abshar Abdalla, menyampaikan pentinganya kejelian dalam pengawasan terutama pengawasan terhadap konten-konten yang mengidikasi ke radikalisme. 

“Kalau ada konten penyiaran yang mengarah pada kecenderungan itu, kita harus segera aware. Jadi antena KPI harus sensitif terhadap ekspresi radikal,” kata Ulil. ***/Editor: MR/Foto: MR  

 

 

Yogyakarta – Hadirnya regulasi yang setara dalam dunia penyiaran dan media baru dipandang sebagai sebuah keharusan dalam upaya menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila. Rancangan undang-undang penyiaran yang mulai digodok di Komisi I, memang memberi ruang yang lebih  besar kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam hal penguatan kelembagaan dan kewenangan. Namun yang tak kalah penting adalah tentang kesetaraan regulasi antar-platform media. Saat ini, lembaga penyiaran baik itu publik atau pun swasta dipantau secara ketat oleh KPI. Sementara media digital lain justru memiliki ruang kebebasan secara mutak tanpa ada yang mengendalikan, lantaran ketiadaan regulasi. Anggota Komisi I DPR RI Sukamta, Ph.D, menyampaikan hal tersebut pada Seminar Utama yang digelar dalam rangka Konferensi Penyiaran Indonesia 2022 di Yogyakarta, (24/5).

Menurut Sukamta, jika konten di ruang publik baik itu melalui penyiaran atau pun jaringan internet tidak dikontrol, akan membahayakan nilai-nilai Pancasila. “Kalau tidak dikonstruksi bersama hingga semua bebas mengadopsi nilai apapun dan disiarkan tanpa ada filter nilai Pancasila, kebebasan mutlak di media ini akan menjadi ancaman bagi ketahanan nasional,” ujarnya. Anak-anak yang hari ini berusia dua puluh tahun ke bawah tidak memahami nilai-nilai Pancasila yang diletakkan oleh para founding father negeri ini, sehingga tiga puluh hingga empat puluh tahun lagi kita tidak tahu nilai-nilai apa saja yang akan mereka pakai.  

Penyiaran sendiri, diyakini Sukamta, mampu membentuk peradaban bangsa. Saat ini kita diributkan oleh konten hoaks serta intoleran dengan segala pertikaiannya di media sosial. Kalau hal ini tidak ada filter, ujar Sukamta, akan menjadi seperti apa media dan kultur yang dipraktekkan masyarakat di masa mendatang. Hal inilah, yang dikhawatirkan Sukamta akan membahayakan eksistensi dari NKRI. “Sehingga mungkin NKRI tidak hancur dari serangan musuh luar, tapi justru terancam dari budaya sendiri, akibat warna, isi dan konten penyiaran sekarang,” tegasnya. 

Bicara soal ancaman terhadap kebhinekaan di Indonesia, Siti Ruhaini Dzuhayatin dari Kantor Staf Presiden memiliki pendapat sendiri. Menurut Siti, sebagai sebuah komitmen bersama, NKRI dan Pancasila akan abadi karena dua entitas ini diyakini sebagai sebuah perjanjian atau kesaksian yang suci. Sebagai bangsa yang terdiri atas 700 etnis, selayaknya kita patut berbagga karena mampu menciptakan NKRI. Apalagi jika berkaca pada negara-negara lain yang hanya terdiri atas beberapa suku bangsa, namun belum mampu berdiri sebagai satu negara. Artinya, ujar Siti, kita modal yang sangat besar sekali yang sudah ditanamkan oleh founding parents yakni Bhineka Tunggal Ika. “Dan kita berharap sampai akhir zaman tetap ada, tegasnya. 

Dalam era keterbukaan seperti sekarang, Siti menilai, harus ada strategi dalam menjaga kebhinekaan. “Founding Parents sudah memberikan resep yang bagus, moderasi atau wasathiyah dalam beragama, etnisitas, ekonomi ataupun sosiopolitik dan kultural”, tambah Siti. Kebhinekaan dalam bingkai Tunggal Ika, bukanlah entitas terberi, melainkan sesuatu yang harus dicapai dan harus terus dirawat, karena menjadi pondasi utama kebangsaan kita. 

Dalam pemaparannya, Siti mengatakan, teknologi digital mencipta ruang tanpa batas dengan cita-cita persaudaraan global dan konvergensi nilai-nilai utama internasional. “Global Village diasumsikan bahwa semua orang setara, egaliter, bersaudara, adil, aman dan nyaman,” ujarnya.  Sementara di sisi lain, cita-cita global village masih tersandera oleh ketimpangan, persaingan, penindasan dan ketidakadilan yang mengakibatkan krisis identitas dan memunculkan kembali romatika ethno-religious communality. Selain itu, teknologi juga memberi kemudahan transmisi sentimen secara trans-national, trans-budaya dan trans-kebangsaan. 

Bicara soal soal Global Village, menurut Sukamta, revolusi digital di bidang media komunikasi dan penyiaran akan melahirkan dua kemungkinan. Yang pertama, hadirnya kampung global yang mengoneksikan seluruh masyarakat dunia lewat media komunikasi digital hingga menjadi bersaudara dalam hubungan yang saling menguntungkan. Kemungkinan kedua, menurut Sukamta adalah Global Pillage atau penjarahan global. Yakni suatu kondisi masyarakat dunia yang saling terkoneksi, namun pada hakikatnya saling memangsa. Yang satu melakukan penjarahan baik ekonomi, sosial, budaya, pemikiran, ideologi maupun politik terhadap yang lain.  

Sukamta mengakui, tantangan luar biasa bagi industri penyiaran di Indonesia untuk merumuskan muatan yang layak tayang untuk Indonesia yang beragam. Penyiaran, selain menyangkut sisi peradaban, juga meyangkut sisi ragam budaya yang harus diakomodir. Ada pula etika dan agama, ujar Sukamta. Mengingat peradaban yang sukses itu yang selalu menjunjung tinggi etika. “Karena tidak ada peradaban yang bertahan ratusan tahun, tapi tidak punya etika yang dipegang bersama,” tegasnya.

Seminar yang mengusung tema Penguatan Nilai-Nilai Pancasila Melalui Media Komunikasi dan Penyiaran Indonesia Menuju Peradaban Baru ini, dihadiri pula oleh Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid  dan Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi. Adapun narasumber yang turut hadir dalam seminar ini adalah Komisioner KPI Pusat bidang Kelembangaan Yuliandre Darwis dan Wakil Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Neil R Tobing. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.