Bandung - Rapim KPI 2013, dalam diskusi sesi ke 3, Selasa malam, 1 Oktober 2013, bahas tiga agenda penting dalam sistem penyiaran di tanah air yakni pengawasan struktur sistem siaran, pengembangan sistem penyiaran perbatasan dan rumusan infrastruktur LPB (Lembaga Penyiaran Berlangganan).

Komisioner KPI Pusat, Azimah Subagijo, dalam presentasi soal sistem penyiaran menyampaikan penataan perizinan terus diupayakan melalui buku kerja perizinan. Tujuannya,  untuk memberikan gambaran dan hal ihwal perizinan termasuk penyiaran digital. "Ini berpengaruh pada standar penilaian EDP, FRB, dan EUCS. Ini akan tertuang sebelum SOP muncul. Ini agar kita bisa dengan cepat mempelajari hal-hal tentang perizinan. Buku ini dalam penulisan dan kami berharap masukan dari bapak-ibu sekalian 1 bulan dari sekarang dapat kami terima," katanya.

Dari Rakornas 2013 di Bali, KPI diamanatkan untuk menyempurnakan blue print penyiaran Indonesia. "Tapi karena pergantian KPI Pusat sehingga kami kami belum sempat melakukan konsolidasi. Kami akan meminta dibentuk tim kecil untuk menyempurnakannya. Ada 3 hal yang jadi penekanan yaitu, Teknologi, Masyarakat, dan Regulasi. Dari aspek teknologi kita berharap masyarakat tidak menjadi korban dari residu migrasi teknologi. Kita juga menyiapkan masyarakat menuju era konvergensi. Dari aspek masyarakat agar masyarakat cukup punya keterampilan menggunakan teknologi dan siap juga secara finansial. Jika masyarakat juga tidak siap secara finansial harus ada subsidi," jelas Azimah.

Sementara itu, Komisioner Danang Sangga Buana, menyampaikan presentasi mengenai perumusan infrastruktur dan perizinan LPB yakni perihal pembatasan permohonan izin LPB, persyaratan pendirian LPB, soal badan hukum dalam menyikapi konsorsium LPB, perihal sifat berlangganan LPB, pengawasan dan pemantauan KPI atas kewajiban LPB dan pembagian tugas KPI Pusat dan KPID dalam proses perizinan LPB terutama satelit.  "Opsi-opsi positioning KPI berkenaan permohonan IPP LPB apakah membuka seluas mungkin atau selektif saja," tanya Danang kepada peserta Rapim.

dikesempatan yang sama, Komisioner KPI Pusat, Amirudin, menjelaskan dinamika pengembangan sistem penyiaran di perbatasan. Menurutnya, masalah perbatasan masih menjadi PR sampai saat ini seperti kasus yang terjadi di Bengkalis. Selain itu, pihaknya mengalami kendala seperti kewenangan yang terbatas, tidak menjadi bagian dari BNPP, tidak dilibatkan dalam internasional join meeting maupun regional dalam koordinasi pemanfaatan infrastruktur penyiaran serta anggaran KPI yang terbatas. Red


Bandung – Diskusi ke II Rapim KPI 2013 bahas perkembangan dan problematika penyiaran digitalisasi di tanah air, Selasa, 1 Oktober 2013. Diskusi menghadirkan narasumber dari Pemerintah cq Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Hendry Subiakto, Panja Digitalisasi Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz dan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan.

Diawal diskusi, dalam presentasi, Mutya Hafiz mengatakan, pelaksanaan alih teknologi ini agak dipaksaan dan terburu-buru. Mestinya, pelaksanaan itu melihat kebutuhan, kesiapan, dan sosialisasi. “Kenapa bukan tiga ini yang didahulukan,” kata politisi dari Partai Golkar itu.

Menurutnya, ada dinamika lain dan ada kendala operasional yang seharusnya sudah dipersiapkan matang sebelum keluarnya Permen terkait dengan digitalisasi. “Saya tekankan bahwa potensi teknologi di setiap daerah tidak sama. Jangan sampai kita melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan informasi sebab itu adalah hak azasi,” lanjutnya.

Harusnya, sosialisasi ke masyarakat lebih diutamakan. Harus diperhatikan mindset, kultur dan budaya, karena secara teknologi berbeda danjuga siaran yang beragam. Menurut Meutya, Tteknologi harus dipersiapkan secar khusus.

Sementara Judhariksawan mengingatkan kembali bagaimana peraturan yang dibuat pemeritah  perlu diketahui pihak lain dan terkesan jalan sendiri. Harusnya, pemerintah mengajak semua pihak untuk duduk bersama dalam membicarakan aturan tersebut.

“Saya cuma ingin kembali refresh, perlu diketahui semua pihak pada awalnya hendak melakukan mengharapkan kementerian untuk tidak jalan sendiri. Pasal 7 ayat 2 menyebutkan KPI adalah lembaga negara yang mengatur hal-hal mengenai penyiaran”. Kemudian muncul gagasan konseptual yang tidak menempatkan KPI untuk mengatur hal tersebut. Ketika KPI memiliki mempunyai pandangan yang lebih komprehensif KPI dianggap sebagai oposisi. Ini yang saya ingin luruskan dari awal, mari kita berpikir lebih jenar mari kita duduk sama dan kita bicarakan bersama-sama,” papar Judha.

Proses digital, kata Judha, merupakan proses yang sangat holistic yang secara menyeluruh. “Di Amerika Serikat proses migrasi melibatkan semua secara bersama-sama dalam membahas digital. Seharusnya kita belajar dari sana,” katanya.

Terkait masalah itu, Hendry menyatakan bahwa pemerintah menyadari ada kelemahan dalam Permen No.22 tahun 2012 karena lebih fokus kepada masalah teknis dan kurang memperhatikan masalah hukum. “MA membatalkan bukan karena dasar hukum tetapi ada materi dan istilah-istilah LP3M dan LP3S yang bertentangan dengan PP dan Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002. Tetapi kita mengenal dalam PP 50 dikenal LPM dan LPS,” jelasnya.

Pembatalan Permen oleh MA tidak berlaku surut sehingga bagi yang sudah mendapat RK (rekomendasi kelayakan) akan berjalan terus. Hendry berpandangan membuat Permen baru dan merubah kesalahan yang ada dalam Permen yang lalu dinilai tepat.

Dalam diskusi mencuat pertanyaan dan pendapat dari peserta yang sebagian besar menyesalkan keluarnya Permen No.22 tersebut serta langkah pemerintah yang tidak mengajak KPI dalam pembuatan aturan tersebut. Red

 

Bandung -  Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2013 dibuka secara resmi oleh Gubernur  Jawa Barat, Ahmad Heryawan, di Gedung Sate, Senin malam pukul 20.00 WIB, 30 September 2013. Dalam kesempatan itu, Gubernur mengharapkan Rapim KPI dapat menghasilkan keputusan yang mampu memberikan manfaat dan baik untuk penyiaran Indonesia.

Kesempatan pembukaan Rapim turut dihadiri Wakil Gubernur, Dedy Mizwar, dan jajaran Pemerintah Provinsi Jabar serta stakeholders penyiaran.

Diawal, Ketua Panitia Rapim 2013 menyampaikan, Rapim adalah agenda tahunan KPI yang mempertemukan jajaran pimpinan KPI Daerah di seluruh Indonesia dengan KPI Pusat, guna membahas isu penyiaran terbaru. Agenda penting yang menjadi bahasan Rapim KPI adalah peraturan mengenai penyiaran pemilu. Mengingat salah satu focus kerja KPI dalam waktu dekat adalah pengawasan penyiaran politik di lembaga penyiaran pada saat bangsa ini akan menyongsong agenda pergantian kepemimpinan nasional.

Menurut Fajar, KPI berkepentingan agar penyiaran yang sehat, cerdas, adil dan berimbang hadir di tengah masyarakat baik menjelang masa pemilu legislatif dan pemilihan presiden, ataupun saat pemilihan umum kepala daerah yang terus berlangsung bergantian di seluruh provinsi.  Untuk itu, KPI telah berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait agar regulasi yang dihasilkan dapat menjamin dan melindungi hak-hak masyarakat mendapatkan informasi tentang pemilu yang akurat, indenpenden dan terpercaya.

Selain penyiaran pemilu, pada Rapim kali ini, KPI memulai pembahasan mengenai standarisasi kompetensi profesi penyiaran.  Menurut Fajar, kualitas program siaran di lembaga penyiaran erat kaitannya dengan kompetensi dan profesionalisme SDM di dalamnya. Bagi KPI, tambah Fajar, ini merupakan langkah preventif untuk menghasilkan kualitas program siaran yang baik. Semua ini adalah usaha KPI untuk menjadikan layar kaca dan getar frekuensi bermartabat bagi bangsa Indonesia. 

Sementara itu, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, menyampaikan bahwa isu lain yang dibahas dalam Rapim KPI adalah digitalisasi, penyiaran perbatasan, regulasi lembaga penyiaran berlangganan, serta standarisasi kompetensi profesi penyiaran. Perkembangan teknologi yang semakin pesat, harus dihadapi KPI dengan memastikan kemanfaatan yang optimal bagi masyarakat.

Diakhir acara, diserahkan penghargaan kepada pencipta lagu Mars KPI, H. Surya Aka, oleh Ketua KPI Pusat, Judhriksawan. Red


Bandung – Sinergi antara KPI, KPU, Bawaslu dan Dewan Pers perlu segera membuat pedoman terkait penyiaran Pemilu 2014. Pedoman itu nantinya untuk memberi penjelasan dan penjabaran yang komplit terkait pengawasan penyiaran dalam Pemilu 2014.

Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad mengatakan, harus ada landasan hukum yang jelas untuk pengawasan penyiaran Pemilu mendatang. Pasalnya, setiap langkah yang dilakukan KPI tidak boleh melangkahi kewenangan yang ada dalam UU. “Kita perlu buat pedoman yang memberi penjelasan dan penjabaran. Itu tugas dari task force,” katanya disela-sela diskusi I Rapim KPI 2013 di Hotel Grand Preanger, Bandung, Selasa, 1 Oktober 2013.

Rencananya, KPI, KPU, Bawaslu, dan Dewan Pers akan mengadakan pertemuan atau FGD dalam minggu ini untuk membahas sejumlah agenda yang salah satunya mengenai pedoman tersebut.

Dalam presentasinya, Idy menjelaskan tugas masing-masing lembaga dalam Pemilu 2014 yakni KPI dalam bidang penyiaran dengan obyeknya lembaga penyiaran, KPU sebagai penyelenggara Pemilu dengan obyek peserta Pemilu, Bawaslu sebagai pengawas Pemilu dengan obyek peserta Pemilu, dan Dewan Pers memiliki domain dalam pelaksanaa etika jurnalistik dengan obyek wartawan dan ruang redaksi.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Bawaslu, Nasrullah memandang kewenangan pengawasan penyiaran yang ada di KPU untuk diberikan ke KPI. Ini dalam upaya memberikan peran lebih kepada KPI dan KPID dalam proses pengawasan lembaga penyiaran dalam Pemilu mendatang.

Sementara itu, Ketua KPU, Husni Kami Malik, mengakui sinergi dengan KPI, Bawasalu dan Dewan Pers sangat membantu dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu. “Kami masih banyak kekurangan. Karenanya, kita bersinergi dengan berbagai pihak,” katanya dalam diskusi yang dimoderatori Anggota KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily.

Husni Kamil pun melihat peran KPI dalam Pemilu nanti sangat dibutuhkan karena banyak peran yng harus dijalankannya. “KPI dibutuhkan untuk menjalankan banyak hal-hal itu,” paparnya.

Dalam diskusi yang berjalan dinamis tersebut, hadir Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq sebagai salah satu narasumber diskusi. Dalam pemaparan, Mahfudz meminta KPU memberikan kesempatan kepada KPI untuk lebih berpartisipasi dalam Pemilu kaitannya dengan penyiaran. Red

Bandung - Munculnya aturan tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) khusus lembaga penyiaran berlangganan (LPB) dikarenakan adanya konsep pemirsa yang berbeda dengan televisi bebas bayar (free to air). Namun perlu dikaji lebih cermat, apakah pembuatan P3 & SPS untuk LPB tersebut memang wajar dilakukan atau sebenarnya cukup dengan membuat 1 bab khusus tentang LPB di P3 & SPS yang sudah ada. Hal itu disampaikan Judhariksawan, Ketua KPI Pusat, saat membuka acara Forum DIskusi Terbatas tentang penataan regulasi LPB antara KPI Pusat, KPI Daerah dan jajaran industri penyiaran, di Bandung (29/9).

Judha mengakui, ada beberapa hal yang menjadi bahasan dalam pengaturan konten siaran di LPB. DIantaranya aturan mengenai tayangan dewasa yang sulit diterapkan, apalagi ada saluran-saluran televise khusus film. Selain itu, adegan ciuman yang muncul di LPB, Judha mempertanyakan, alasan dibolehkan, dengan alasan adanya parental lock.  Padahal bisa jadi secara moral hal tersebut menjadi ancaman atas perlindungan anak di layar kaca, ujarnya.

Sementara itu, Koordinator bidang infrastruktur dan perizinan KPI Pusat Azimah Subagijo, menyampaikan beberapa regulasi yang tumpang tindih atas LPB. Diantaranya pembiayaan LPB, P3 & SPS, serta sensor program. Atas tiga hal ini, menurut Azimah, antara Undang-Undang Penyiaran dan Peraturan pemerintah berbeda bunyinya. Belum lagi penyediaan pelayanan bagi masyarakat yang belum tegas aturannya. Padahal, LPB adalah lembaga penyiaran yang memungut iuran dari masyarakat, sehingga seharusnya respon cepat atas keluhan dan masukan pelanggan wajib disediakan.

Pembahasan regulasi LPB ini sebenarnya sudah dimulai KPI sejak tahun 2011.Diharapkan dalam Rakornas KPI tahun 2014 nantinya, draft aturan yang saat ini sedang digodok dapat disosialisasikan. Lebih dari itu, menurut Ahmad RIza anggota tim perumus P3 & SPS LPB dari KPID Lampung, P3 & SPS LPB ini harus mengakomodir semua model penyiaran (multi platform). Sementara itu menurut Danang Sangga Buwana, komisioner KPI Pusat bidang infrastruktur dan perizinan, KPI berharap mendapatkan formulasi baru dalam melakukan analisa dan pemantauan program siaran di LPB. Selain menghasilkan kebijakan KPI perihak perizinan dalam rangka menata ulang lanskap infrastruktur LPB yang sehat.  

 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.