Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak melarang komedian atau artis komedi (pelawak) untuk tampil dan berekspresi di televisi. Berekspresi dan tampil dalam ruang publik khususnya televisi merupakan hak setiap orang dan itu tidak bisa dicegah. Namun demikian, kebebasan berekspresi harus juga diimbangi dengan kehati-hatian dan tanggungjawab supaya tidak terjadi kesalahan dan pelanggaran terhadap peraturan yang ada.

“Silahkan untuk berekspresi. Namun harus hati-hati terutama mengenai hal-hal yang berbau SARA dan sensitif. Jangan hal-hal yang sifatnya fisik atau cacat fisik menjadi bahan candaan teman-teman. Hal itu tidak baik apalagi jika ditonton anak-anak,” kata Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Agatha Lily, dalam acara sosialisasi P3 dan SPS KPI di stasiun ANTV, Rabu, 6 November 2013.

Menurut Lily, candaan yang sifatnya menjelek-jelekan  fisik seseorang apalagi dengan bahasa yang cenderung kasar ditakutkan menjadi kebiasaan. Padahal, budaya berbicara kasar bukanlah budaya bangsa ini. “Bahasa yang baik itu menunjukan bagaimana bangsa ini dan itu dapat menjadi kebanggaan,” katanya di depan peserta yang beberapa diantaranya terdiri atas artis terkenal di beberapa program acara hiburan ANTV.

Pernyataan Lily turut didukung Ketua bidang Pengawasan Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin. Menurutnya, candaan yang sifatnya kasar seperti adegan lempar tepung atau mengoles tepung pada bagian wajah yang dapat menimbulkan cidera dapat ditiru anak-anak yang tidak mengerti dan itu membahayakan mereka.

Terkait candaan dan adegan demikian, Rahmat sempat mengajukan pertanyaan pada artis-artis yang hadir seperti Olga, Deska, dan Melani. Apakah bisa candaan-candaan yang mengarah ke bentuk fisik dihentikan dan diganti dengan candaan yang lain. “Pelawak itu orang-orang yang cerdas dan kreatif, saya rasa pasti bisa mengubah cara-cara demikian dengan yang lebih baik tapi tetap bikin orang tertawa,” harapnya.

Dalam kesempatan itu, Rahmat mengingatkan penggunaan frekuensi yang merupakan milik publik mestinya dipergunakan untuk kenyamanan dan keamanan publik. Karenanya, peraturan yang dibuat untuk penyiaran sangat ketat. “Frekuensi itu milik masyarakat. Karena itu, masyarakat harus dapat kenyaman dan keamanannya.,” paparnya. Red

 

Jakarta – Proses penjurian program acara yang diperlombakan dalam Anugerah KPI tahun 2013 mulai dilakukan. Sebanyak 24 juri terpilih berdasarkan kredibilitas, keahlian perbidang dan integritas telah ditetapkan melalui rapat pleno Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, mulai menilai program yang diperlombakan. Pada rapat antara Panitia Anugerah KPI 2013 dengan Tim Juri di kantor KPI Pusat, Kamis, 31 Oktober 2013, disampaikan tenggat waktu penilaian hanya dua pekan sejak rekaman program acara yang diperlombakan diterima.

Komisioner sekaligus Ketua Panitia Anugerah KPI 2013, Agatha Lily mengatakan, penetapan tim juri yang berjumlah 24 orang ini merupakan hasil dari keputusan pleno KPI Pusat. “Mohon kesediaannya untuk menilai program-program peserta Anugerah KPI 2013. Kami berikan kebebasan pada tim juri untuk menilai,” pintanya kepada tim juri yang hadir dalam rapat.

Lily yang dalam rapat juga didampingi Ketua bidang Pengawasan Isi Siaran KPI PUsat, S. Rahmat Arifin mengingatkan kepada tim juri agar pemenang yang dipilih tidak melanggar pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012. Pada kesempatan itu, semua juri dimintakan tandatangan surat fakta integritas untuk menjaga kerahasiaan penilaian.

Anugerah KPI yang sebelumnya dinamai KPI Award merupakan program rutin tahunan KPI Pusat sebagai bentuk apresiasi terhadap karya-karya terbaik insane penyiaran di tanah air, baik televisi maupun radio.

Untuk tahun ini, Anugerah KPI memperlombakan 11 kategori pemenang yakni program anak, sinetron/lepas TV, berita investigasi, documenter, talkshow, feature budaya TV lokal, feature budaya radio lokal dan radio komunitas, lembaga penyiaran pedulu perbatasan TV dan radio, dan lifetime achievement. Untuk kategori yang disebutkan paling akhir, penilaian dilakukan langsung KPI Pusat.

Adapun jumlah program acara yang diperlombakan dalam Anugerah KPI pada tahun ini mencapai seratus program acara yang datang dari lembaga penyiaran TV dan radio. Red

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) mengundang stasiun televisi RCTI untuk mendiskusikan sejumlah program acara yang diduga melanggar Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012, Rabu, 30 Oktober 2013. Diskusi dihadiri Ketua bidang Pengawasan Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin serta Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Agatha Lily.  

“Kami ingin mendiskusi beberapa tayangan yang ada di program Dahsyat, Silet dan tayangan film bisokop di RCTI. Karena itu kami mengundang RCTI untuk hadir dalam pertemuan ini,” kata Rahmat saat membuka pertemuan tersebut.

Diawal diskusi, tim pemantauan KPI Pusat yang dikomandoi Koordinator Irvan Senjaya memutarkan rekaman tayangan yang diduga melanggar aturan P3 dan SPS KPI. Cuplikan tersebut kemudian dibahas bersama-sama terkait aturan yang dilanggar dalam P3 dan SPS KPI. Dalam kesempatan itu, perwakilan RCTI yang dihadiri Ira dan Roziqin memberikan beberapa keterangan mengenai tayangan tersebut. 

Usai pertemuan, KPI Pusat menyerahkan sejumlah catatan dari bagian pemantauan langsung KPI Pusat kepada RCTI yang diwakili Agatha Lily. Red

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendukung sekaligus mendorong penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam siaran televisi. Usaha ini dimaksudkan agar bahasa nasional bangsa ini dapat bertahan di tengah arus perubahan zaman sekaligus menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

“Upaya yang akan dilakukan KPI dengan mengingatkan semua lembaga penyiaran khususnya televisi agar menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam konten siarannya,” kata Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, pada sesi I seminar Kongres Bahasa Indonesia X di Grand Sahid Jaya Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2013.

Menurut Judha, pihaknya siap mengirimkan pemberitahuan ke lembaga penyiaran agar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam siarannya. “Kami menunggu rekomendasi dari Kongres ini dan jika isi rekomendasinya meminta KPI untuk mengingatkan lembaga penyiaran, kami akan sampaikan,” kata Judha yang disambut tepuk tangan peserta Kongres.

Kongres yang dihadiri oleh ratusan para guru Bahasa Indonesia dari dalam dan juga luar negeri tersebut mengkhawatirkan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar di televisi. Menurut mereka, pelajaran bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar dimulai dari siaran televisi, media massa yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.

Saat ini, banyak istilah bahasa yang ditemukan dalam siaran televisi yang bukan bagian dari bahasa Indonesia. Istilah yang tidak umum itu dinilai membingungkan masyarakat yang pada akhirnya merubah tatanan dan cara mereka mengungkapkan bahasa Indonesia yang sesuai, baik dan benar.

Judha menilai kekhawatiran akan istilah bahasa yang tidak umum tersebut cukup beralasan dikarenakan konten televisi banyak terpengaruh budaya Jakarta serta istilah-istilah luar yang belum pernah ditetapkan dalam kamus bahasa Indonesia. Harusnya, setiap program siaran dapat mengaplikasikan cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Sistem siaran sentralistik atau Jakarta sentris, sebelum lahirnya UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dianggap sebagai salah satu biang keladi pudarnya penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai. “Istilah-istilah loe dan gue jadi ditiru-tiru oleh orang di daerah lain padahal istilah itu bukan berasal dari daerah tersebut,” kata Judha.

Ditempat yang sama, Pemimpin Redaksi RCTI, Arief Suditomo mengakui jika penggunaan bahasa Indonesia dalam siaran televisi sekarang masih banyak tidak sesuai dengan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Karena itu, dirinya mendukung gerakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam siaran.

“Televisi harus memberi kontribusi berbahasa yang baik dan benar. Kami akan coba untuk mengembangkan terus berbahasa Indonesia di televisi. Kita akan perjuangkan ini mulai dari ruang redaksi kami,” paparnya. Red

Sorong - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Papua Barat mengadakan kegiatan Sosialisasi Perizinan Penyiaran Provinsi Papua Barat. Peserta yang hadir berasal dari dinas-dinas, polres, dan lembaga-lembaga penyiaran di wilayah Papua Barat. Hadir sebagai narasumber Azimah Subagijo, Koordinator Infrastruktur dan Perizinan KPI Pusat (29/10).

KPI sebagai produk dari UU no. 32 tahun 2002 diamanatkan untuk menjadi wujud peran serta masyarakat dan mengutamakan pelayanan publik. Masyarakat minta konflik di KPID Papua Barat  segera diselesaikan agar tidak mengganggu pelayanan publik. Konflik internal yang terjadi di KPID Papua Barat mengakibatkan ketidakpastian dalam proses perizinan dan pengawasan isi siaran. Demikian disampaikan peserta Sosialisasi Perizinan Penyiaran Provinsi Papua Barat. Sedangkan menurut Azimah Subagijo,KPI Pusat akan memediasi masalah tersebtu untuk mencapai penyelesaian. “Kami berharap akhir tahun ini sumber dari konflik bisa diatasi sehingga pelayanan publik bisa kembali berjalan normal”, ujarnya. Pelayanan publik terkait penyiaran hendaknya menjadi prioritas KPI mengingat UU 32/2002 telah mengamanatkan KPI sebagai wujud peran serta masyarakat salam penyiaran. Sehingga bila terjadi kekisruhan secara internal di suatu KPID, maka harus dicarikan jalan agar pelayanan publik tidak terabaikan, ujar Azimah.

Dalam pertemuan tersebut KPI Pusat menjawab berbagai pertanyaan terkait proses perizinan dan menampung keluhan-keluhan lembaga penyiaran terkait proses perizinan yang sedang dihadapi. Azimah menekankan pentingnya koordinasi antarsektor, seperti KPI, Kementerian komunikasi dan informatika (Kemenkominfo), dan Pemerintah daerah (Pemda). Hal ini agar proses perizinan dapat berjalan sinergis dan efektif dalam memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat yang membutuhkan.

Azimah juga meminta agar Pemda baik provinsi maupun kabupaten/kota juga secara aktif terlibat dalam memetakan penyiaran di daerahnya masing-masing.  Tujuannya agar pembentukan lembaga penyiaran disetiap daerah dapat sesuai dengan peta kebutuhan informasi di masing-masing daerah. Namun ia juga mengingatkan bahwa lembaga penyiaran hadir untuk melayani kebutuhan publik, jangan kemudian hanya tunduk kepada pemilik atau penguasa lalu menjadi menjadi alat kekuasaan.

 Lembaga penyiaran juga jangan melupakan aspek perlindungan kepada masyarakat”, pesan Azimah.Karenanya, proporsi program siaran pun harus diperhatikan oleh lembaga penyiaran. Lagi-lagi karena lembaga penyiaran hadir untuk melayani kebutuhan informasi, pendidikan, hiburan, dan kebutuhan sosial masyarakat.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.