Kudus -- Di Indonesia terdapat kurang lebih 3.000 lembaga penyiaran. 700 diantaranya merupakan lembaga penyiaran TV. Sayangnya, walau banyak, masih saja ada wilayah yang belum dapat menerima atau mengakses siaran free to air dari siaran TV dan radio tersebut. Belum lagi persoalan teknis saat menerima sinyal siaran yang terlihat justru gambar semut saling beradu di layar kaca. 

Hal itu disampaikan Komisoner KPI Pusat, Mohamad Reza, di sela-sela seminar Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) yang berlangsung di Kampus Universitas Muria Kudus (UMK), Jumat (22/7/2022) lalu.

Namun, semenjak Undang-Undang Cipta Kerja diketuk pada 2020 lalu. Kurun waktu dua tahun ke depan, tepatnya di 2 November 2022 mendatang. Indonesia sudah harus meninggalkan penyiaran analog atau analog switch off (ASO) berganti siaran TV digital.

Menurut Reza, proses peralihan yang semestinya sudah dilakukan sejak jauh hari itu dinilai menjadi solusi atas buruknya penerimaan sinyal siaran TV free to air. Keunggulan siaran digital menjadikan gambar TV menjadi bersih dan bersuaran jernih. 

“Positif dari TV digital gambarnya jadi lebih menarik, bersih, suaranya jernih, canggih dan gratis. Adapun sisi negatifnya saat ini perlu literasi penggunaan. Sekarang ini masih ada siaran yang simulcast, power juga belum maksimal, konten masih sedikit dan menyebabkan kita harus punya remote dua,” kata Echa, panggilan akrabnya.

Selain itu, lanjut Reza, siaran TV digital belum dapat diterima masyarakat secara menyeluruh. Artinya, jika sebuah wilayah masih belum dapat atau tidak menerima siaran TV free to air maka dipastikan belum bisa menikmati siaran TV digital. 

“Siaran digital bisa diterima jika wilayah tersebut dapat menerima siaran analog TV free to air. Siaran digital juga gratis, tidak berbayar dan tidak memakai data tetapi harus menggunakan alat penerima siaran yaitu set top box (STB),” jelas Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat ini.

Sementara itu, Rektor UMK Prof. Darsono, menyampaikan terimakasih atas kesempatan menjadi tuan rumah kegiatan seminar dan pembentukan FMPP. Kegiatan ini akan berdampak terhadap kesadaran mahasiswa dan masyarakat dalam bermedia secara arif, dewasa, sehat, dan produktif. 

Selain itu, dia mengingatkan terjadinya disrupsi media atau perubahan media sebagai early warning yang harus dipersiapkan bersama. Menurutnya, respon ini bagian menyiapkan generasi yang lebih baik, beradab dan bermartabat dalam bersaing di dunia global. 

“Kegiatan kerja sama dengan KPI ini tentunya tidak menjadi awal dan akhir, namun akan menjadi lebih intensif bersinergi antara semua pihak,” tuturnya. ***/Foto: AR

 

 

Pontianak – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta kepada seluruh lembaga penyiaran untuk menyajikan tayangan yang ramah anak. Demikian disampaikannya Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat acara Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran TV “Potret Tayangan Anak di Televisi Indonesia”, di Gedung Konferensi Universitas Tanjungpura Pontianak, Sabtu (23/7/2022).

Bertepatan dengan Hari Anak Nasional 2022 bertemakan “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”, Nuning berharap semakin banyak program tayangan yang ramah anak.

“Di hari Anak Nasional ini kami dari KPI meminta kepada seluruh lembaga penyiaran untuk berkomitmen bersama memberikan tayangan yang ramah anak. Tidak semata-mata program anak tetapi diseluruh tayangan ramah anak baik itu program jurnalistik, sinetron, variety show maupun program lainnya,” ucap Nuning.

Nuning mengungkapkan, di tahun ini sudah banyak lembaga penyiaran yang ditegur lantaran menyajikan tayangan yang tidak ramah anak.

“Teguran di tahun ini sangat banyak bahkan yang paling tinggi pasal tentang perlindungan anak dan remaja yang masih banyak ditemukan pelanggarannya diantaranya program berita yang menghadirkan anak sebagai narasumber yang diluar kapasitas, kemudian korban dan pelaku kekerasan seksual menjadi objek berita yang tidak dilindungi identitasnya,” ungkapnya.

Nuning menegaskan, ketiga anak menjadi korban maupun pelaku yang masa depannya masih dipertaruhkan sangat panjang, maka komitmen dari lembaga penyiaran harusnya menghadirkan dan melindungi anak secara komprehensif. Tidak hanya anak sebagai sumber berita tapi bagaimana anak sebagai penerima dampak dari informasi yang dihadirkan lembaga penyiaran.

Ia menjelaskan, kepada lembaga penyiaran yang masih melanggar maka diberikan sanksi sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

“Pertama memberikan teguran tertulis kepada lembaga penyiaran, kalau memang sudah kumulatif pelanggaran sampai ketiga bisa jadi kita berikan penghentian sementara. Tapi saat ini yang sudah dilakukan KPI adalah memberikan teguran kepada lembaga penyiaran dan kita juga lakukan pembinaan SDM dari lembaga penyiaran agar para jurnalis, kameramen atau peliput bisa memposisikan anak sebagai narsum dengan proporsional,” tukasnya. Red dari berbagai sumber

 

 

Kudus -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Universitas Muria Kudus (UMK) jalin kerjasama penguatan kualitas program penyiaran di Indonesia. Kerjasama ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) yang berlangsung di Gedung Rektorat UMK, Kamis (21/7/2022) lalu.

Komisioner KPI Pusat, M. Reza mengatakan, melalui penandatanganan ini diharapkan dapat memperkuat sinergi dalam menjaga tatanan penyiaran di Indonesia. "Nantinya kita bisa berkolaborasi agar masyarakat kampus civitas UMK bisa mengetahui tupoksi dari KPI kemudian bisa bersama peduli kondisi penyiaran Indonesia", tuturnya. 

Dia juga mengatakan, UMK bisa membuat sebuah civitas perguruan tinggi yang peduli penyiaran yang nantinya bisa di support oleh KPI Pusat secara langsung.

KPI memiliki tugas pokok dan fungsi diantaranya seperti menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar, ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran, serta menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, kritik dan apresiasi dari masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran. Tupoksi tersebut tentunya harus mendapatkan dukungan penuh salah satunya adalah melalui peran dari perguruan tinggi (Universitas Muria Kudus).

Sementara itu, Wakil Rektor IV UMK Dr. Drs. Achmad Hilal Madjdi menyatakan MoU ini sangat penting dengan melibatkan Perguruan Tinggi karena penyiaran menjadi concern bersama. Menurutnya, masyarakat harus semakin cerdas menyikapi dinamika penyiaran sekarang ini. 

Dia menyebutkan, isu-isu berita yang tidak benar (hoax), buzzer-buzzer media sekarang ini sudah disikapi masyarakat dengan cerdas, namun kita tidak boleh lengah dan tetap menjalankan pengawasan tersebut dengan kolaborari antara perguruan tinggi (UMK) dengan KPI.

Dalam konteks akreditasi dan reakreditasi, MoU ini harus ditindaklanjuti dengan beberapa dokumen dan kegiatan, tentunya Universitas Muria Kudus bersama KPI-Pusat dapat mengembangkan jalinan kerja sama antar keduanya agar tercipta kolaborasi yang baik yang dapat memajukan kedua belah pihak. ***

 

 

Kudus -- Penyiaran sebagai penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya makin sangat strategis, terutama dalam mengembangkan alam demokrasi di negara indonesia. Penyiaran memiliki kemampuan untuk meneguhkan konfigurasi nasionalisme, kedaulatan, dan kewarganegaraan suatu bangsa. 

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Lestari Moerdijat, saat menjadi keynote speaker di Seminar Forum Masyarakat Peduli Penyiaran Komunitas, Kualitas, dan Konvergensi media di Universitas Muria Kudus (UMK), Jumat (22/7/2022) lalu. 

Indonesia yang memiliki beragam suku dan budaya selain menjadi kelebihan namun sangat rentan untuk terjadinya perpecahan. Oleh karena itu, pengelolaan media penyiaran yang baik dengan literasi penyiaran kepada masyarakat merupakan bentuk upaya dalam mencegah perpecahan tersebut terjadi. 

Lestari Moerdijat mengatakan penyiaran memiliki ruang sangat penting karena kemampuannya dalam menyampaikan pesan-pesan kebangsaan (kebhinekaan) walaupun kita berbeda sebenarnya kita satu. 

Dia juga menyatakan bahwa perbaikan sistem pendidikan Indonesia harus segera dilakukan khususnya pendidikan seks pada anak usia dini. Kasus meninggalnya anak 11 tahun akibat bullying di Tasikmalaya, membuat Ririe prihatin karena perundungan tersebut dilakukan oleh anak sebaya. 

"Sistem pendidikan kita harus segera diperbaiki dengan memberi pendidikan seksual terhadap anak sesuai usianya, sehingga anak-anak kita bisa terhindar dari tindak kekerasan seksual yang marak belakangan ini", ucap Rerie, sapaan akrabnya. 

Begitu cepatnya kemajuan teknologi dan arus deras informasi sekarang ini, harus diimbangi dengan pemahaman literasi yang mumpuni. Hal itu sangatlah penting agar masyarakat memiliki landasan agar bijak memilih dan memilah konten yang beredar pada media apalagi anak kecil pun bisa bebas mengakses segala konten tanpa batas. 

Lestari menilai, pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merupakan langkah proteksi yang baik terhadap publik. Rerie mengatakan, adanya aturan PSE dari Kominfo merupakan wujud kedaulatan bangsa demi membatasi konten yang bisa merusak generasi penerus.

Ririe yang juga anggota Komisi X DPR RI Dapil II Jateng ini, mendorong para pengelola lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi agar mampu bersama menciptakan masyarakat khususnya generasi muda yang melek dan sadar akan literasi penyiaran. Media digital yang masif sekarang ini, membuat semua orang dapat menciptakan konten apapun tanpa batasan dengan tujuan dan model sesuai seleranya, sehingga masyarakat sendirilah yang harus memiliki landasan literasi dan sensor khusus terhadap konten tersebut. 

"Perguruan tinggi harus bisa secara aktif mengambil peran, khususnya bagaimana kita menyiapkan masyarakat Indonesia khususnya Indonesia agar bisa terlibat aktif dalam literasi penyiaran", ajaknya.

Terakhir, Ririe menyampaikan bahwa penyiaran sangatlah penting bagi kehidupan manusia, "Sampai kapanpun, meski teknologi berubah, cara berubah , namun yang namanya penyiaran akan tetap ada dikehidupan manusia karena sejatinya penyiaran adalah bagaimana kita berkomunikasi dan menyampaikan pesan", tandasnya.

Adapun seminar yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bekerjasama dengan UMK ini, bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk peduli terhadap kualitas penyiaran di Indonesia dimana kualitas penyiaran memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi yang positif demi kemajuan bangsa. ***/Foto: AR

 

 

Jakarta -- Menjaga peradaban desa tak melulu hanya soal menguatkan masyarakatnya secara ekonomi. Penguatan lain yang tak kalah penting dilakukan untuk masyarakat di desa pada saat ini adalah literasi. 

“Literasi juga dapat digunakan untuk pengembangan desa yang akan berujung pada penguatan ekonomi desa,” kata Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat menjadi narasumber kegiatan Pre-Event Pilar Peradaban Desa G20 yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP), Rabu (20/7/2022) lalu.

Menurut Nuning, literasi tak hanya persoalan baca dan tulis, tapi bagaimana masyarakat desa mampu memanfaatkan dan mendapatkan informasi atau berita yang lebih luas, baik dan berkualitas. Selain juga punya kemampuan dan kapasitas menganalisa informasi tersebut.

“Ketika berbicara literasi maka tentunya ada kapasitas evaluasi yang  digunakan untuk mengevaluasi apakah ada informasi hoax atau tidak benar. Dan, jika berbicara media imtidak hanya media konvensional tapi juga media baru. sehingga perlu penguatan kpasitas literasi tentang Bagaimana masyarakat desa bisa mengakses, menggunakannya secara baik, dan tidak meihatnya sebagai pemenuhan kebutuhan hiburan saja,” jelas Nuning.

Menyangkut penyiaran, Nuning menilai potensi yang ada di sektor ini sangat ideal mendukung penguatan potensi-potensi yang ada di masyarakat desa. Media penyiaran punya pengaruh luas dan kuat sekaligus efektif. Apalagi secara jumlah lembaga penyiaran di Indonesia termasuk yang paling banyak di dunia yakni 3074 TV dan radio.

“Potensi itu bisa diberdayakan, karena penguatan ini bukan hanya soal ekonomi namun ada banyak hal,” tuturnya. 

Nuning juga menyampaikan proses digitalisasi di penyiaran ikut mendukung upaya penguatan dan pengembangan desa. Kesulitan akses informasi yang dirasakan masyarakat desa yang ada di daerah 3 T (tertinggal, terluar dan termiskin) akan sirna melalui program siaran digital. 

“Dengan digitalisasi penyiaran, potensi keterjangkauan akses atas informasi akan semakin luas. Masyarakat di desa dapat menjangkau informasi melalui siaran TV digital. Artinya, integrasi nasional bisa terjaga dan luberan siaran asing dari negara luar dapat diantisipasi dengan baik melalui sistem penyiaran baru ini,” katanya. 

Di ujung paparan, Nuning berharap seluruh perwakilan desa mampu memanfaatkan potensi penyiaran yang ada di desa misalnya dengan mendirikan radio komunitas di wilayah tersebut. “Radio ini memiliki proximity atau kedekatan dengan pendengarnya. Jadi sangat cocok. Selain juga harus pandai-pandai memanfaatkan media digital dengan juga meningkatkan kualitas sumber daya manusianya,” tandasnya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.