Jakarta -- Rapat kerja bersama antara Komisi I DPR RI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Informasi dan Dewan Pers, menyepakati untuk meneruskan pengajuan anggaran Tahun 2023 ke Badan Anggaran DPR RI untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme, prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku.

Kesapakatan tersebut dituliskan dalam hasil kesimpulan rapat setelah mendengarkan pengajuan dari masing-masing instansi yang diawali oleh Menteri Kominfo, Johnny G Plate, Rabu (7/9/2022) di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Senayan, Jakarta.

Menkominfo menyampaikan jumlah anggaran tahun kerja 2023 sebesar Rp 19,7 triliun. Adapun total keseluruhan anggaran secara detil yang diungkap dalam rapat itu adalah Rp 19.703.190.437.000 dengan sumber dana berasal dari rupiah murni hingga hibah dari luar negeri.

“Total pagu anggaran tersebut terdiri dari Rp 5,84 triliun rupiah murni, Rp 804 miliar rupiah murni pendamping, lalu dari porsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 9,04 triliun dan penerimaan Badan Layanan Umum (BLU) Rp 3,58 triliun, serta pinjaman dan/atau hibah luar negeri sebesar Rp 778 miliar,” ujar Menkominfo Johnny.

Lebih lanjut, dana tersebut nantinya akan disalurkan ke program-program Kementerian Kominfo serta lembaga-lembaga kuasi publik seperti KPI, KIP, dan Dewan Pers.

Sementara itu, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan pengajuan anggaran kerja KPI tahun 2023 mencapai 60,2 milyar. Anggaran tersebut terdiri dari dua program yakni program dukungan manajamen sebesar 27,7 milyar dan program komunikasi publik sebesar 32,5 milyar.

Saat sesi tanya jawab, Anggota Komisi I, Junico Siahaan, menyoalkan sewa mux untuk televisi lokal bersiaran digital yang dinilai cukup membebani. Menurutnya, harus ada kebijakan yang meringankan dari pemerintah untuk memberi kemudahan untuk lembaga penyiaran di daerah.

“Bagaimana sikap Kominfo soal ini. Ini kaitan dengann ASO dan beban biaya multiflexing yang terasa berat bagi lembaga penyiaran lokal. Padahal mereka sudah keluarkan biaya pemancar yang besar dan belum balik modal. Diharapkan ada keputusan diskresi dari menkominfo untuk menggratiskan sewa kanal digital,” katanya.

Anggota Komisi I lainnya, Bachruddin, menyoroti kesulitan penganggaran KPID di berbagai daerah akibat tidak mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Menurutnya, perlu ada terobosan agar permasalahan anggaran bagi KPID bisa diselesaikan misalnya melalui penganggaran dari pusat. “Kita ubah anggaran untuk daerah dibebankan ke pusat,” usulnya. 

Dalam rapat kerja itu, turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, Mimah Susanti, Hardly Stefano, Mohamad Reza serta Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri. ***/Foto: AR

 

 

Bogor -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Universitas Ibnu Kaldun (UIKA) Bogor menandatangani memorandum of agreement (MoA), Jumat (2/9/2022) di Kampus UIK Bogor. MoA ini sebagai tindak lanjut dari kesepakatan yang tertuang dalam nota kesepahaman atau MoU yang telah ditandatangani kedua belah pihak sebelumnya. 

Isi perjanjian kerjasama antara KPI dan UIKA menyangkut literasi media, sosialisasi digital, tukar menukar informasi, hingga penempatan mahasiswa magang.

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, dalam sambutannya mengatakan kerjasama ini menyangkut banyak hal terkait pengembangan penyiaran di tanah air. Adapun yang menjadi perhatian utamanya adalah perihal literasi. Terlebih saat ini, Indonesia tengah bersiap memasuki penyiaran digital.

“Digitalisasi penyiaran nanti, baik itu di wilayah siaran manapun, akan membuka hadirnya banyak kanal televisi. Karena satu frekuensi yang dipakai untuk stasiun TV itu bisa digunakan untuk 13 kanal maksimalnya. Karena semakin banyak siaran TV yang akan muncul maka masyarakat punya tantangan untuk kemudian bisa memilah dan memilih program siaran secara tepat,” jelas Nuning.

Selain literasi, perjanjian kerjasama ini meliputi juga pengembangan-pengembangan kemahasiswaan dengan program mahasiswa magang di KPI. Harapannya, tidak hanya fasilitasi mahasiwa UIK untuk magang, tapi lewat potensi akademisnya bisa merumuskan kajian dan penelitian yang bisa membantu KPI merumuskan kebijakan penyiaran.

“Karena tentunya kampus di sektor akademisi mengunakan prespektif yang cukup komprehensif dan literatur yang juga komprehensif guna merumuskan satu kajian atau penelitian. Sehingga komprehensifitas dari kajiannya bisa membantu kami. KPI mungkin bisa mengawasi semua TV, tapi di sisi lain kami perlu rujukan secara akademisi dan pengalaman berbagai referensi negara yang ada dan itu bisa dilakukan di kampus,” pinta Nuning. 

Mewakili Rektor UIKA, Kepala Prodi KPI, Dewi, menyambut baik dan merasa beruntung kerjasama pihaknya dengan KPI Pusat. Menurutnya, pengembangan kerjasama keduanya menjadi penggerak UIKA untuk mengedukasi masyarakat di wilayah Bogor khususnya lingkungan sekolah. 

“Harapannya kita dapat menyampaikan pesan literasi kepada mereka agar dapat memilah dan memilih media baru dan digital. Dengan MoA ini akan terjawal lagi agenda kerja kami dengan KPI Pusat. Harapannya akan banyak kegiatan Bersama antara kita dan KPI,” tuturnya. *** 

 

 

Sidoarjo -- Partisipasi perempuan dalam setiap aspek penyiaran sangat penting sekaligus menentukan. Karenanya, kontribusi dan kehadiran perempuan baik sebagai regulator, pimpinan media, maupun sebagai penonton yang kritis, mesti diperbanyak.  

“Kita semua mengetahui bahwa perempuan merupakan penentu dalam penyiaran. Semakin banyak perempuan yang hadir dan aktif dalam penyiaran, diharapkan keluarga di Indonesia mampu memilih siaran yang baik juga bagi arah industri penyiaran kita,” kata Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat menjadi pembicara di Konferensi Nasional Administrasi Negara (Sinagara) 2022 yang digelar di Swiss Bell-Inn Airport Surabaya pada Rabu (31/8/2022). 

Dalam acara bertajuk “Kepemimpinan, Tantangan, Peluang, dan Implikasi Publicness Pasca Pandemi” yang merupakan prakarsa dari UPN Veteran Jawa Timur dan gabungan perguruan tinggi lain, Nuning menyampaikan data masih sedikitnya perempuan yang berpartisipasi sebagai regulator (Anggota KPI). Padahal, sebagai salah satu instrumen pengawasan dan partisipasinya di bidang penyiaran, perlu keterlibatan perempuan sebagai wakil masyarakat di KPID. 

“Tercatat hingga saat ini terdapat setidaknya empat KPI Daerah yang belum terdapat perempuan sebagai regulator di dalamnya. Karenanya, kehadiran perempuan perlu ditingkatkan sebagai regulator,” imbuhnya. 

Kehadiran perempuan dalam industri dan konten siaran khususnya televisi juga tak jauh beda. Berdasarkan catatan Nuning, masih sedikit perempuan yang memegang peran strategis dalam industri kreatif ini. Sebagai contoh, tercatat hanya ada tiga perempuan yang memimpin stasiun televisi dari 18 stasiun TV berjaringan nasional yang diawasi oleh KPI Pusat, katanya. 

Minimnya perempuan dalam jajaran elit di TV, sedikit banyak memengaruhi isi siaran lembaga penyiaran tersebut. Tidak jarang ditemukan dalam siaran posisi perempuan hanya sebagai obyek. Perempuan juga dalam konten siaran kerap mendapat stereotipe negatif, mengalami diskriminasi, menjadi korban atau pelaku kekerasan, dan sering diletakkan secara subordinat. 

“Banyak yang menyampaikan bahwa acara yang dipandu oleh perempuan dengan busana tertentu justru lebih menarik dan meningkatkan rating,” ungkap Nuning menjelaskan salah satu contoh permasalahan perempuan dalam penyiaran. 

Melihat kompleksitas permasalahan yang tinggi ini, Nuning berharap semakin banyak perempuan yang memegang posisi sentral dalam penyiaran. Baik partisipasi sebagai regulator, pelaku industri penyiaran, pengisi program, hingga menjadi penonton yang mampu memfiltrasi konten siaran yang lebih baik lagi. 

Jika kontribusi ini meningkat, tentunnya akan menguatkan keterwakilan perempuan dalam pengawasan siaran dan pemenuhan hak atas informasi bagi perempuan di dalamnya. “Dengan hadirnya perempuan lebih banyak sebagai regulator penyiaran atau posisi strategis, maka akan lebih mampu menerjemahkan kepentingan perempuan di dalam dunia penyiaran itu sendiri,” ujar Nuning.

Dalam kesempatan itu, Nuning menyampaikan kondisi sekarang yang makin ketat karena penetrasi internet yang makin tinggi dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang membuat penyiaran perlu dikembangkan dari segala sisi. Namun begitu, beralihnya ketertarikan khalayak dengan media baru tidak serta-merta menjadi ancaman bagi pelaku industri penyiaran. Hal ini dikarenakan kondisi sekarang yang memungkinkan konten di media penyiaran sebagai media arus utama berpindah ke media yang baru. Sehingga kemampuan literasi dan partisipasi masyarakat dalam pemilihan dan pengawasan konten menjadi kunci di era digitalisasi ini. 

Sebelumnya, di awal acara, dilakukan penandatanganan kesepahaman kerja sama antara KPI Pusat dengan UPN Veteran Jawa Timur tentang kerja sama gerakan literasi, penelitian, program kemahasiswaan, hingga pengawasan kebijakan publik khususnya terkait kebijakan penyiaran. Penandatanganan perjanjian tersebut dilakukan oleh Nuning Rodiyah selaku wakil dari KPI Pusat dan Wakil Rektor UPN Veteran Jawa Timur, Sutiyono. 

Turut hadir di acara, Wakil Bupati Lumajang, Indah Amperawati Masdar, Nurlilah Nurdin selaku Direktur STIA LAN Jakarta, Indrawati Yuhertiana, Ketua LP3M UPN Veteran Jawa Timur, Dosen dan Mahasiswa. Abidatu/Editor: RG 

 

 

Bandung – Pelaksanaan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim) diharapkan tidak hanya berfokus pada aspek infrastruktur fisik. Tapi juga mesti memperhatikan aspek layanan penyiaran. Sehingga akses informasi masyarakat semakin terbuka hingga di kawasan pelosok Kaltim.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, saat memberikan materi pada kegiatan Rapat Koordinasi Pelaksanaan Penyiaran KPID Kaltim, Rabu (31/8/2022). Kegiatan bertajuk Penyiaran Kaltim Berdaulat Menyambut IKN Nusantara ini berlangsung di Hotel Savoy Homann, Kota Bandung.

Mulyo menyampaikan, perkembangan teknologi informasi saat ini berjalan begitu cepat. Tren akses informasi melalui media baru meningkat luar biasa. Namun, media penyiaran masih menjadi tolak ukur masyarakat dalam mendapatkan informasi.

Menurutnya, lembaga dan media penyiaran harus banyak melakukan inovasi dan adaptasi di tengah perubahan arus informasi yang begitu pesat. Baik dari sisi konten, informasi, hingga mutu dan kualitas SDM penyiaran.

Yang tidak kalah penting, kata dia, KPID Kaltim harus ikut serta dalam memajukan dunia penyiaran di skala lokal. Karena tidak sedikit media penyiaran saat ini yang meninggalkan informasi berbasis lokal. Padahal secara aturan, baik media penyiaran nasional, termasuk lokal, memiliki kewajiban untuk meningkatkan nilai-nilai kebudayaan dan kearifan lokal melalui informasi.

“Dengan Kaltim menjadi lokasi pembangunan IKN Nusantara, maka saya kira, lembaga-lembaga penyiaran lokal wajib mengambil peran. Ini peluang yang harus diberdayakan dan dimanfaatkan sebaik mungkin,” tuturnya.

Ia mengingatkan KPID Kaltim, agar ikut serta memberikan pembinaan dan pengawasan bagi tumbuh kembangnya lembaga atau media penyiaran. Utamanya, dalam menyampaikan informasi yang memang dibutuhkan masyarakat.

Sebab menurutnya, perkembangan teknologi dan informasi saat ini, telah banyak mendorong lembaga atau media penyiaran menjadi cenderung berorientasi bisnis. Akibatnya, penyebaran informasi dan hiburan menjadi tidak begitu terkontrol dengan baik.

“Walau tidak semua, tapi belakangan ini, media-media penyiaran hampir semua mengedepankan orientasi bisnis. Kita berharap, media penyiaran bisa mendorong pengembangan fungsi ekonomi dan juga fungsi kebudayaan,” paparnya.

Selain itu, Mulyo juga mendorong KPID dan lembaga penyiaran di Kaltim , agar melakukan penguatan karakter SDM media penyiaran. Terlebih dalam menyambut IKN Nusantara. Baik dengan memperkuat sosialisasi televisi dan radio, meningkatkan informasi dalam berbangsa dan bernegara, pengawasan program siaran, dan meningkatkan literasi informasi penyiaran kepada masyarakat.

“Pada 2023, kita ingin, eksistensi lembaga penyiaran di Kaltim dapat bangkit lagi. Artinya, Kaltim tidak hanya proyeksi transaksi ibu kota, tetapi pengayaan pariwisata, budaya, ekonomi dari daerah Kaltim. Untuk itu, KPID harus mendorong penguatan dan peningkatan kapasitas media penyiaran di daerah,” tandasnya.

Sebelumnya, acara rakor ini dibuka oleh Pj Sekprov Kaltim, Riza Indra Riadi. Hadir dalam kegiatan ini sebagai narasumber, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim Muhammad Faisal, dan Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Jahidin. Hadir pula Ketua KPID Kaltim Irwan. Red dari berbagai sumber

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi teguran kedua untuk Program Siaran Jurnalistik “Menyingkap Tabir” TV One. Program ini ditemukan menayangkan detail peristiwa kejahatan dalam proses interogasi yang dilakukan pihak kepolisian. Dalam interogasi tersebut dijelaskan kronologi penyiraman air keras kepada korban oleh tersangka dalam pemberitaan tanggal 22 Juli 2022 pukul 14.40 WIB, berjudul “Menolak Cerai, Suami Siram Air Keras” yang terjadi di Bekasi, Jawa Barat. 

Selain menampilkan situasi di atas, program pemberitaan “Menyikap Tabir” menguatkan kronologi kejadian dengan ilustrasi adegan secara grafis atas peristiwa tersebut secara jelas. Demikian disampaikan dalam surat teguran kedua KPI ke TV One yang telah dikirimkan tertanggal 22 Agustus 2022 lalu.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan penayangan proses interogasi tindak kejahatan dan kronologi penyiraman air keras bertentangan dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Pada Pasal 43 huruf b SPS, program siaran bermuatan kekerasan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik wajib mengikuti ketentuan dengan tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian terhadap tersangka tindak kejahatan.

“Aturan ini menegaskan untuk tidak menyajikan proses interogasi kepolisian terhadap tersangka kejahatan. Ada sejumlah pertimbangan yang mendasari aturan ini di antaranya dampak psikologis massa secara luas. Jika proses ini disampaikan secara detail dan rinci dikhawatirkan akan berdampak buruk seperti peniruan dan kengerian,” jelas Mulyo Hadi.

Menurut Mulyo, masyarakat memang berhak mendapatkan informasi yang akurat. Namun begitu, harus ada pertimbangan dan dapat mengukur dampak yang diakibatkan dari informasi tersebut. “Karena itu, kami menekankan pentingnya pemahaman etika jurnalistik dan aturan yang ada,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Mulyo meminta TV One menjadikan teguran kedua ini sebagai bahan masukan dan perbaikan internal dalam program pemberitaannya. Terkait sanksi ini, dia juga meminta lembaga penyiaran lain agar dapat mempertimbangkan terlebih dahulu dampak dari tayangan yang akan disiarkan ke masyarakat. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.