Padang -- Zaman sekarang, masyarakat dihadapkan dengan informasi yang datang cepat dan sulit dibatasi. Dalam kondisi bebas ini, masyarakat diminta jeli dan bijak dalam menerima dan mencerna informasi yang datang.
Komisoner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan kemajuan teknologi harus dibarengi dengan kecerdasan dan pemahaman masyarakat. Beredar bebasnya informasi bukan berarti masyarakat dapat menerima informasi itu secara keseluruhan. Masyarakat harus waspada terhadap info yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan atau hoax.
“Berita bohong atau hoax bisa saja berdampak buruk terhadap kerusuhan dan menghilangkan nyawa orang lain. Berita yang tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan hanya memperkeruh iklim kehidupan bernegara,” tuturnya saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertema “Memerdekakan Indonesia dari Budaya Hoaks” di Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, Padang, Sumatera Barat (21/11/2019).
Pria yang akrab disapa Andre ini menekankan berita hoax sering kali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.
Andre menilai seharusnya media sosial mestinya dimanfaatkan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan menyebarkan konten-konten positif. Sayangnya, beberapa pihak memanfaatkannya untuk menyebarkan informasi yang mengandung konten negatif.
“Jika hal itu dibiarkan, dikhawatirkan akan membahayakan generasi muda. Menyadari itu, sudah banyak kelompok yang secara proaktif mengajak masyarakat agar lebih cerdas menggunakan media sosial,” ucapnya. **
Suasana pembahasan tahap pertama revisi P3SPS dan PKPI No.1 tahun 2014 tentang Kelembagaan di Kantor KPI Pusat, Kamis (21/11/2019). Pembahasan awal ini menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara, Judhariksawan, sebagai narasumber acara serta Komisioner KPID dari sejumlah Provinsi.
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia mulai menindaklanjuti hasil rekomendasi Rapat Pimpinan KPI Oktober 2019 lalu melalui forum diskusi kelompok terpumpun tentang rencana program legislasi KPI tahun 2020. Ada dua peraturan yang masuk program legislasi tersebut yakni Peraturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran tahun 2012 serta Peraturan Kelembagaan (PKPI) No.1 tahun 2014.
Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, mengatakan pihaknya secara bertahap akan membahas rencana revisi dua peraturan tersebut. Sejumlah unsur terkait seperti KPID, pakar hukum dan praktisi penyiaran akan dilibatkan dalam diskusi. “Acara diskusi hari ini merupakan tahap pertama dan akan ada diskusi lanjutan. Rencananya, tahun depan kita sudah bisa menetapkan aturan baru hasil revisi,” jelasnya saat membuka diskusi kelompok terpumpun yang dihadiri perwakilan KPID dari berbagai Provinsi di Kantor KPI Pusat, Kamis (21/11/2019).
Saat ini, produk regulasi KPI seperti P3SPS 2012 usianya sudah hampir 10 tahun. Aturan ini dinilai perlu penyempurnaan dan penyesuaian dengan kondisi saat ini. Begitu pula dengan perubahan peraturan kelembagaan. “Kita berharap revisi peraturan tersebut dapat meningkatkan kewibawaan lembaga ini,” tambah Irsal.
Hal senada turut disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio. Menurutnya, revisi dua aturan hasil dari kesepakatan bersama KPI dalam forum Rapim lalu diharapkan tuntas pada tahun depan. “Agenda revisi sudah resmi dimulai. Semoga apa yang kita buat akan menjadi warisan berharga ke depannya,” katanya saat membuka forum diskusi.
Akademisi dan Pakar Hukum dari Universitas Hasanuddin Makassar, Prof. Judhariksawan, menyatakan sepakat jika dua peraturan tersebut direvisi karena usianya yang sudah lawas. Namun, dia mengingatkan agar setiap revisi produk hukum harus terlebih dahulu dibuatkan naskah akademik. Selain itu, revisi harus mempertimbangkan aspek lain seperti filosofis, normatif yuridis, sosiologis, dan kontekstual.
Kemudian, asas pembentukan peraturan yakni kejelasan regulasi, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antar jenis hirarki dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumus dan keterbukaan. “Silahkan saja peraturan itu direvisi karena memang sudah lama,” tandasnya. ***
Hari ini, tanggal 21 November, diperingati sebagai Hari Televisi Sedunia. Terlepas dari tanggal tersebut, pernahkah kita mengetahui siapa yang menciptakan benda yang dapat menyiarkan gambar serta suara tersebut.
Televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna. Kata "televisi" merupakan gabungan dari kata tele ("jauh") dari bahasa Yunani dan visio ("penglihatan") dari bahasa Latin, sehingga televisi dapat diartikan sebagai “Alat komunikasi jarak jauh yang menggunakan media visual/penglihatan.”
Pertanyaannya, siapakah orang yang pertama kali menemukan televisi. Jawabannya adalah John Logie.
John Logie, ditasbihkan sebagai penemu pertama citra visual bisa ditransmisikan (cikal bakal perangkat televisi), tak pernah mengira komponen yang diciptakan akan berkembang sedemikian rupa hingga dapat berkaitan dengan teknologi atau komponen lain.
Sama halnya dengan kita yang berpikir keras bagaimana bisa John Logie menciptakan sebuah perangkat hingga dapat mengirimkan gambar melalui perangkat ciptaannya yang mungkin pada zaman itu tidak bisa diterima dengan akal sehat.
Terkadang, keterbatasan dan ketiadaan membuat manusia berpikir bagaimana menciptakan hal yang mustahil itu menjadi nyata. Dan, John Logie melewati batasan yang tak banyak orang bisa melewatinya yakni kesabaran dan kemapanan ilmu pengetahuan.
John Logie Baird, nama lengkapnya, adalah seorang anak desa yang lahir di Skotlandia pada 13 Agustus 1888. Berbeda dengan penemu radio, Guglielmo Marconi, yang berasal dari keluarga berada. Baird kecil hidup dalam keterbatasan. Hingga menginjak usia 35 tahun pun, hidupnya masih tergolong di bawah rata-rata. Namun, prinsip hidupnya yang tak kenal kata menyerah membuatnya dirinya bisa melewati masa-masa sulit itu.
Pada tahun 1923, John Logie mulai berusaha mengotak-atik mesin untuk mentransmisi gambar, sekaligus suara, lewat radio. Tak lama berselang, ia berhasil mengirim citra kasar melewati transmiter tanpa-kabel ke pesawat penerima yang berjarak beberapa meter.
Pada Januari 1925, dia mendemonstrasikan televisi di depan umum di Royal Institute London. Ini adalah peragaan televisi paling awal. Pada tahun 1929, BBC melakukan siaran televisi perdana, menggunakan peralatan Baird. Namun ketika itu ia belum memanfaatkan penggunaan tabung sinar-Katode, yang menjadi dasar televisi modern. Sehingga sistem buatannya kalah bersaing dengan sistem baru pada tahun 1933.
Lagi-lagi, John Logie tak patah arang. Dia terus berusaha hingga berhasil menunjukan cara pemancaran gambar-bayangan bergerak di London pada tahun 1925, diikuti gambar bergerak monokrom pada tahun 1926. Cakram pemindai Baird dapat menghasilkan gambar beresolusi 30 baris (cukup untuk memperlihatkan wajah manusia) dari lensa dengan spiral ganda. Demonstrasi oleh Baird ini telah disetujui secara umum oleh dunia sebagai demonstrasi televisi pertama, sekalipun televisi mekanik tidak lagi digunakan.
Pada tahun 1927, Baird juga menemukan sistem rekaman video pertama di dunia, yaitu "Phonovision", yaitu dengan memodulasi sinyal output kamera TV-nya ke dalam kisaran jangkauan audio, dia dapat merekam sinyal tersebut pada cakram audio 10 inci (25 cm) dengan menggunakan teknologi rekaman audio biasa.
Hanya sedikit rekaman "Phonovision" Baird yang masih ada dan rekaman-rekaman yang masih bertahan tersebut kemudian diterjemahkan dan diproses menjadi gambar yang dapat dilihat pada 1990-an menggunakan teknologi pemrosesan-sinyal digital.
John Logie Baird tutup usia di Bexhill-on-Sea, East Sussex, Inggris, 14 Juni 1946 pada usia 57 tahun. Meskipun tidak mengalami masa-masa modernisasi teknologi penyiaran. Pria kelahiran Skotlandia ini menjadi pioneer dari berkembangannya televise. Dan, televisi sekarang tidak lagi disebut salah satu kotak ajaib karena bentuknya sudah makin minimalis dan menipis. Pertanyaan lain muncul, seperti apa nanti bentuk televisi dan cara kita menikmatinya. ***
1. Bahwa Program Siaran “Janji Suci” yang ditayangkan oleh stasiun ANTV pada tanggal 26 Oktober 2019 mulai pukul 21.05 WIB menampilkan adegan seorang wanita yang mencoba membunuh ibunya dengan membekap wajah menggunakan bantal hingga meninggal. Pada tanggal 31 Oktober 2019 mulai pukul 20.00 WIB terdapat adegan seorang pria mencekik wanita dan wanita tersebut membalas dengan menyetrum tubuh hingga pria tersebut tersungkur di lantai. Terdapat pula adegan perkelahian antara dua orang pria yang memukul menggunakan balok kayu.
2. Bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 14 Ayat (2), lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran;
3. Bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 21 Ayat (1), lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara;
4. Bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran Pasal 15 Ayat (1), program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja;
5. Bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran Pasal 37 Ayat (4) huruf a, program siaran klasifikasi R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan/atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA PUSAT TENTANG SANKSI ADMINISTRATIF TEGURAN TERTULIS PROGRAM SIARAN “JANJI SUCI” DI STASIUN ANTV.
KESATU :
Memberikan sanksi berupa Sanksi Administratif Teguran Tertulis pada Program Siaran “Janji Suci”.
KEDUA :
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus berupaya mendorong lembaga penyiaran swasta menghadirkan konten berkualitas, termasuk ketika siaran analog beralih ke digital.
Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan bahwa ketika peralihan terjadi, diharapkan konten siaran akan makin berkualitas karena persaingan untuk meraup iklan makin sengit antartelevisi maupun antarplatform.
“Televisi harus menghadirkan konten yang diminati pemirsa dan disalurkan juga ke media baru atau konvergensi. Dalam konteks ini, riset selera kepemirsaan menjadi penting,” kata Agung kepada Bisnis.com, Senin (18/11/2019).
Agung menjelaskan dalam memastikan konten berkualitas saat beralih ke digital, secara spesifik, KPI memberikan sanksi atas tayangan yang melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Dan Standar Program Siaran (PPP dan SPS), melakukan pembinaan kepada Lembaga Penyiaran terhadap konten-konten yang diberikan sanksi agar sesuai PPP dan SPS.
Tidak hanya itu, KPI juga melakukan literasi media untuk menciptakan ekosistem Penyiaran yang berkualitas.
Ke depan, tutur Agung, KPI seharusnya diberikan kewenangan untuk melakukan audit rating supaya mengetahui kejujuran Lembaga rating dalam melakukan rating. Dia berharap agar RUU Penyiaran mengakomodasi audit rating ini.
“Selain itu, kolaborasi antarlembaga juga harus dilakukan, misalnya, kolaborasi dengan mendikbud untuk memasukkan literasi media ke dalam kurikulum pendidikan sehingga literasi bisa terstruktur dan sistematis,” kata Agung.
Dalam mendorong peralihan siaran digital ke analog atau ASO, pemerintah dalam tahap menggelar siaran analog dan digital secara bersamaan atau simulcast, sebagai masa transisi perpindahan.
Metro TV dan Trans Media menjadi operator yang secara tegas menyatakan mendukung langkah tersebut dan ikut menggelar siaran simulcast di 12 provinsi. Red dari bisnis.com
sensors kata-kata yang tidak layak di publikasikan
seharusnya mengurangi informasi yang memicu konflik 18+
penayangan cuplikan vidio dengan pakaian feminim akan mengarah pada seksual