Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang TVRI untuk menyampaikan klarifikasi terkait pengaduan masyarakat atas dugaan pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI tahun 2012 dalam program siaran di lembaga penyiaran publik tersebut. Klarifikasi dilakukan pada Rabu sore, 16 Oktober 2013, di kantor KPI Pusat, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, TVRI diwakili GM Pemberitaan, Pipit Irianto, serta beberapa orang dari bagian redaksi pemberitaan TVRI. Adapun dari KPI Pusat, hadir Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, Komisioner sekaligus Ketua bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, dan Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran, Agatha Lily.
Disela-sela pertemuan, ditayangkan cuplikan dugaan pelanggaran yang dilaporkan masyarakat dan direkam bagian pemantauan KPI Pusat. Usai penayangan cuplikan tersebut, TVRI diminta menjelaskan adanya tayangan yang diduga melanggar tersebut bisa muncul dalam siarannya.
Adapun klarifikasi yang disampaikan TVRI terkait tayangan yang diduga melanggar, menjadi masukan dan data yang akan disampaikan dalam rapat pleno KPI Pusat untuk memutuskan sanksinya. Diakhir klarifikasi, TVRI dimintai menandatangani berita acara. Red
Jakarta – Apakah anda semua setuju dengan ajakan untuk menghentikan segala bentuk tayangan kekerasaan. Dan, menghentikan semua bentuk kekerasan tersebut dimulai dengan menyetop isi pemberitaan tentang kekerasan.
Ajakan tersebut disampaikan Stanley Adi Prasetyo, Anggota Dewan Pers, dalam makalahnya yang berjudul “Siaran Kekerasan dalam Perspektif Etika Jurnalistik” pada workshop Standar Kelayakan Siaran Bermuatan Kekerasan dalam Program Jurnalistik yang diselenggarakan KPI Pusat, Kamis pekan lalu, 10 Oktober 2013.
Menurut Stanley, ajakan tersebut bagian dari moratorium bersama dengan juga memperketat kepatuhan pelaksanaan KEJ (Kode Etik Jurnalistik) dan P3 dan SPS KPI, memperketat fungsi pengawasan dan pembinaan dari Dewan Pers dan KPI, memproses dan memublikasikan pelanggaran yang terjadi kepada masyarakat luas, mendorong munculnya media watch dan melakukan media literasi.
Didalam makalahnya, Stanley menjelaskan jika masyarakat tidak pernah mengetahui apakah tayangan kekerasan tersebut berbahaya atau tidak. Bagi masyarakat, tayangan kekerasan di televisi hanyalah sebuah hiburan dan tidak membahayakan. Memang benar, itu hanyalah sebuah tayangan dan sama sekali tidak berbahaya. Namun, dibalik tayangan kekerasan itu, kita bisa saja mencontoh apa yang dilakukan oleh pelaku-pelaku kekerasan di televisi.
Menurut Stanley, anak-anak tidak bisa dibiarkan dengan menyaksikan tontonan seperti itu. Jika terlalu sering, ada kemungkinan mereka akan merasa terbiasa dengan tindak kekerasan dan bukan tak mungkin anak-anak akan melakukan peniruan tindak kekerasan tanpa rasa takut.
Apa yang disampaikan Stanley terkait bahaya pemberitaan kekerasan tidak lepas dari kondisi yang ada di masyarakat kita yang mudah dipengaruhi. Bagaimana pun, pengaruh media terhadap masyarakat sangat kuat karena memang media punya kekuatan besar itu.
Harusnya media tidak boleh melupakan fungsi institusi sosialnya yakni ikut bertanggungjawab menjaga tatanan sosial, medidik masyarakat, bukan sekedar memberikan informasi tapi tidak mendidik. “News judgement banyak ditinggalkan oleh media kita demi mengejar rating dan prestise yang muaranya pada satu tujuan yakni keuntungan,” papar Stanley dalam presentasinya.
Sementara itu, di tempat yang sama, Priyambodo, Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) menekankan penerapan standar kompetensi wartawan dan program melek media. Menurutnya, kedua program sudah bukan menjadi wacana tapi harus diwujudkan. Red
Jakarta – Pembinaan isi siaran dengan dialog dan diskusi sangat diperlukan, agar antara lembaga penyiaran dan KPI memiliki persepsi yang sama. Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran, Agatha Lily pada pertemuannya dengan ANTV dan TV One pada 11 Oktober 2013.
Berdasarkan pemantauan langsung KPI dan pengaduan masyarakat, KPI menerima banyak keluhan program-program yang disiarkan ANTV dan TV One. Dalam kesempatan tersebut, KPI menyampaikan tayangan yang dimaksud sebagai koreksi internal agar kedepan program dapat lebih baik dan tidak melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) dan Undang-Undang Penyiaran. Pembinaan juga akan dilakukan pada seluruh stasiun TV.
Menurut Lily, pembinaan merupakan bagian dari himbauan KPI. “Himbauan ini bukan sanksi, hanya mengingatkan agar tidak ada tayangan yang berpotensi melanggar lagi. Mudah-mudahkan menjadi awal perbaikan TV”, Jelas Lily.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Heriyadi, Kasubbag Pemantauan KPI Pusat, Irfan Senjaya, Koordinator Pemantauan KPI Pusat dan Sofyan, Legal KPI Pusat. Dari TV One hadir Ade Pepe, Manager Dokumentasi dan Raldy Boy, PR Manager, sedangkan ANTV hadir juga Zoraya Perucha, Head of Corporate Communications, Herty Purba, Direktur Produksi, David Pardede, Suharto dan Eko. Red
Bandung - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sangat mendukung upaya Radio Republik Indonesia (RRI) untuk menjadi Radio Pemilu. Hal ini karena media masa khususnya penyiaran sangat strategis sebagai media informasi pendidikan politik bagi masyarakat. Untuk itu, RRI harus menjunjung tinggi independensi dan netralitasi. Demikian disampaikan Azimah Subagijo, Komisioner KPI Pusat dalam acara Workshop Penguatan Program Pemberitaan Investigatif, Indepth News dalam Rangka Pemilu 2014 yang diselenggarakan oleh Direktorat Program dan Produksi LPP RRI, di Bandung (9/10).
Apalagi, tambah Azimah, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) seperti RRI, harus menjadikan muatan yang informatif dan edukatif sebagai prioritas dalam siarannya. Selain tentu saja,mengedepankan pula fungsi perekat social bagi masyarakat Indonesia yang beragam. Di mata Azimah, peran RRI sangat besar, untuk menyebarluaskan informasi kepemiluan hingga ke seluruh pelosok daerah di Indonesia. Bahkan, hingga daerah-daerah yang bersebelahan dengan negara tetangga. Karenanya, lanjut Azimah, sangat wajar jika RRI diharapkan mengoptimalkan perannya dalam menginformasikan proses demokrsi dalam pemilu. “Harapan kita, hal tersebut dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih pada Pemilu tahun depan”, ujarnya.
Independensi dan netralitas bagi lembaga penyiaran khususnya RRI sebenarnya juga menguntungkan bagi pembangunan citra positif RRI. Mengingat stigma pada masa orde baru yang menilai RRI sebagai corong pemerintah masih kuat, terutama di beberapa elemen masyarakat. Di sisi lain, ujar Azimah, dengan menjaga independensi dan netralitas sebagai radio pemilu, RRI menunjukkan dirinya sebagai LPP yang semakin professional dan dapat dipercaya masyarakat.
Hadir pula pada acara Workhop ini, yaitu Ferry Kurniawan, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyampaikan tentang tahapan-tahapan pemilu dan penyelenggaraannya. Sedangkan moderator acara ini adalah lstugutari.
Jakarta – Ketua bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, S. Rahmat Arifin mengusulkan adanya MoU antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dengan Badan Pengawasan Obat dan Makan (BPOM) Republik Indonesia (RI). MoU tersebut terkait pengawasan tayangan program siaran atau iklan mengenai obat-obatan dan makanan di media penyiaran. Hal itu disampaikan Rahmat ketika menjadi narasumber di acara Sosialisasi Pengawasan Iklan dan Penandaan Obat yang diselenggarakan BPOM RI, di Hotel Lumire, Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2013.
Menurut Rahmat, kerjasama tersebut akan lebih mempermudah koordinasi dan penindakan terhadap dugaan pelanggaraan yang ada di iklan atau siaran mengenai obat-obatan atau yang lainnya di media penyiaran, radio dan televisi. “Jika BPOM melihat dan mencatat adanya pelanggaran pada siaran iklan obat, bisa berkoordinasi langsung dengan KPI untuk penindakan lebih lanjut,” jelasnya di depan peserta sosialisasi yang sebagian besar berdatangan dari perusahaan obat dan makanan.
Sebenarnya, kata Rahmat, ketika bertugas sebagai Ketua KPID DIY, pihaknya sudah melakukan kerjasama dengan BPOM setempat. “Kami sudah membuat MoU dengan BPOM Yogyakarta. MoU itu dilatarbelakangi maraknya iklan-iklan obat dan pengobatan alternatif dan tradisional di media penyiaran lokal di Yogyakarta,” katanya.
Rahmat mengatakan, pengaduan masyarakat terhadap siaran iklan di mediap penyiaran khususnya televisi yang masuk ke KPI menempati urutan kedua Sepanjang Januari hingga Agustus 2013 dengan jumlah mencapai 1.243 aduan. Dan, yang paling banyak diadukan masyarakat terkait iklan obat dan pengobatan alternatif. “Yang paling banyak saat bulan April sampai Mei lalu,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Rahmat menekankan pentingnya self sensorship di lembaga penyiaran terhadap program siaran maupun iklan. Upaya tersebut dinilai efektif menutup ruang pelanggaran atau kesalahan terhadap aturan penyiaran dalam program sebelum ditayangkan.
Saat sesi tanyajawab, sejumlah peserta mengeluhkan tayangan adanya program untuk anak-anak yang masih terdapat unsur kekerasan. Mereka meminta KPI menindak tayangan tersebut karena tidak layak buat anak-anak. Red
Pada program Acara komedi BTS yang tayang hari minggu, 15 Mei 2022 di Trans7. Pada menit 1:05 Ditemukan adanya adegan pelanggaran, dimana pemeran orangtua nya Wendi bertutur kata kepada Ayu dengan berbunyi"lu cinta dengan anak vampir begini" hal itu mengandung unsur SARA atau rasis. Hal itu berkaitan dengan uu p3sps
1. UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, Pasal 36 ayat (6), melarang “memperolok, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.” Pelanggaran pasal ini diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar (Pasal 57).
2. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran (SPS), Pasal 24 ayat (1), menyatakan: “Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan Tuhan.” Pelanggaran atas pasal ini diancam sanksi penghentian sementara (Pasal 80), dan bila tidak patuh, dapat diancam sanksi lebih keras: denda administratif, pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu, tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran, atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (Pasal 75 ayat 2).
Selanjutnya pelanggaran yang kedua, terdapat pada menit 6:43 ketika adegan si ayu menonjok wendi. Muatan tersebut tidak layak ditayangkan karena dapat berdampak negatif terhadap khalayak penonton, Ditambah lagi, tayangan tersebut dikategorikan sebagai tontonan remaja yang ditayangkan pada jam anak-anak masih beraktivitas. Mereka dapat menganggap hal seperti itu sebagai perilaku wajar dan normal dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga hal tersebut dinilai tidak pantas dan dapat berpotensi melanggar UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 pasal 36 (5) melarang isi siaran yang menonjolkan kekerasan. Kualifikasi kekerasan tersebut diatur secara rinci dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Adapun kualifikasi program yang menonjolkan kekerasan adalah program tayangan yang menampilkan 1) tindakan verbal dan/atau non-verbal yang bisa menimbulkan rasa sakit secara fisik dan/atau psikis dan/atau sosial bagi korban, serta berpotensi melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 pasal 9 tentang pedoman perilaku penyiaran yaitu Lembaga penyiaran wajib menghormati nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat, Pasal 15 Ayat 1 tentang standar program siaran yaitu Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak- anak dan/atau remaja, dan Pasal 37 Ayat 4 tentang standar program siaran yaitu Program siaran klasifikasi R dilarang menampilkan: (a.) muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan/atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
Pada umumnya pelanggaran di program komedi ada beberapa poin yang mengandung kekerasan verbal. Alangkah lebih baik jika program yang ditayangkan khususnya program komedi bukan merupakan tayangan yang bermuatan kekerasan, terutama kekerasan verbal, terlebih lagi sampai membeberkan mengolok orang dengan sebutan lain kepada publik. Perlu diingat bahwa setiap stasiun televisi memiliki tanggung jawab sosial pada pemirsa lewat tayangan yang dihadirkan.
Pojok Apresiasi
Galih Dimas Aryoso
Acaranya Bagus! sangat menghibur serta mendidik namun tolong adegan yang disensor dikurangi serta acara sejenis ini ditambah lagi jumlahnya