Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima kedatangan rombongan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Komisi A DPRD serta KPID Provinsi Kalimantan Selatan di kantor KPI Pusat, Rabu, 12 Februari 2014. Sejumlah agenda mengenai penyiaran di bicarakan dalam pertemuan yang berlangsung hangat dan dinamis itu. Hadir dalam pertemuan itu, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, beserta Anggota KPI Pusat yang lain seperti, Amirudin, Fajar Arifianto Isnugroho, Bekti Nugroho, dan S. Rahmat Arifin.
Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melakukan rapat koordinasi untuk menyikapi iklan kampanye di media penyiaran, baik televisi dan radio. Rapat berlangsung di Gedung KPU Jakarta Pusat pada Jumat, 8 Februari 2014. Adapun yang hadir dalam pertemuan itu, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Komisioner KPI bidang Kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho, anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah dan Sigit Pamungkas, sedangkan dari Bawaslu diwakili Daniel Zuchron.
Dalam pertemuan itu Fery mengungkapkan, pentingnya ketiga lembaga itu berkoordinasi terkait hal administratif dan hal yang bersifat terobosan hukum jika adanya kampanye di luar jadwal lewat media penyiaran. Menurut Fery, hal itu harus diatur tegas sesuai tugas masing-masing lembaga yang masuk dalam gugus tugas.
“Kemarin kami sudah bertemu dengan Kapolri terkait dengan tindak pidana pemilu, ada beberapa poin yang sifatnya informatif. Maka pertemuan ini perlu pembahasan terkait administratif dan ada semacam terobosan ketika tindak pidana pemilu tidak tembus administratif ketika kita peringatkan,” kata Fery menerangkan.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat Idy, pertemuan seharusnya bisa membuat kesepakatan terkait sebelum berlakunya masa kampanye pada 16 Maret sampai 5 April nanti. “Kita buat sikap sebelum masa kampanye, masa tenang, hingga pelaksanaan pemilu nanti. Selain itu, kami juga minta kepada Bawaslu dan KPU penjelasan yang yang tegas akan tafsir siaran kampanye itu sendiri,” ujar Idy.
Bagi KPI, menurut Fajar, pentingnya tafsir kampanye di media penyiaran itu akan membuat ketiga lembaga tidak saling tumpang tindih dalam tugas masing-masing lembaga. Fajar menilai, dengan adanya kesepakatan dan sikap yang tegas, akan ada pembagian yang jelas dan sistem koordinasinya. KPI akan bekerja terkait pengawasan media penyiaran dan bisa segera koordinasi kepada Bawaslu dan KPU, bagian program acara atau siaran yang dinilai sebagai kampanye politik.
“KPI dalam tugasnya berhubungan dengan medianya, jadi bukan partai atau yang beriklan. Dengan adanya rambu yang jelas bagi kami, jangan sampai KPI dianggap mencampuri urusan KPU atau Bawaslu,” terang Fajar.
Menanggapi hal itu, Daniel dari Bawaslu mendukung apa yang disampaikan pihak dari KPI. Menurutnya, ketiga lembaga gugus tugas itu sudah bekerja dengan maksimal dan sesuai wewenang masing-masing. Namun, hal yang menjadi laporan yang disampaikan ke Kepolisian mengalami beberapa kendala terkait masalah administrasi.
Daniel mencontohkan, bagaimana waktu proses laporan tindak pidana pemilu ke kepolisian yang waktunya kadarwarsa untuk diproses. “Kalau bisa dalam pelanggaran kampanye di media penyiaran ini, kita harus bisa selesaikan semuanya kurang dari tujuh hari, karena terkait tindak pidana pemilu ini juga berhubungan dengan waktu publik dan untuk pembuktiannya maksimal tujuh hari setelah ditayangkan,” papar Daniel.
Tafsir Kampaye di Tangan Bawaslu
Sedangkan mengenai tafsir kampanye dalam media penyiaran, menurut Sigit Pamungkas, sepenuhnya bisa dilakukan oleh Bawaslu. Bagi Sigit, hal-hal yang terkait tafsir kampanye juga sudah diatur dalam Undang-undang Pemilu, Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu, PKPU Nomor 1 Tahun 2013 dan PKPU Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Kampanye Pemilu Legislatif.
Lebih lanjut, Sigit menjelaskan sudah menjadi wewenang Bawaslu untuk menafsir mana siaran yang dianggap iklan dan tidak. Namun tafsir itu, menurut Sigit, tidak keluar dari konteks perundangan yang berlaku. Bawaslu dalam menafsir iklan pelanggaran kampanye selalu bolak balik minta tafsir ke KPU maka akan terjadi proses yang panjang. Menurut Sigit, KPU tidak mungkin cepat terkait hal itu, karena tugasnya sebagai penyelenggara Pemilu masih banyak.
“Mengenai tafsir kampanye tadi, jangan sampai Bawaslu bolak balik minta ke KPU untuk menanyakan tentang tafsir iklan. Tapi Bawaslu-lah yang menafsirkan itu sebagai pelanggaran kampanye politik dan menindaknya sebagai tindak pidana pemilu. KPU dan Bawaslu jangan sampai diadu domba. Demikian juga dengan KPU harus seiya sekata dengan tafsir Bawaslu atas tafsir pelanggaran itu,” ujar Sigit.
Mendengar tafsir itu, Idy menjelaskan, KPI selalu siap berkoordinasi dengan Bawaslu dan KPU dan mempercepat sistem pelaporan penyiaran kampanye politik yang muncul sebelum waktunya. Menurut Idy dengan adanya kepastian itu, pihak KPI juga tidak terus diserang oleh lembaga penyiaran yang ditegur karena siaran kampanyenya. “Dengan demikian semuanya jadi clear. Jadi dengan seperti ini, kami tidak akan terus dianggap melampui wewenang dalam hal ini, karena banyak dari teman-teman penyiaran ketika kami tegur beralasan dianggap bukan tayangannya bukan dianggap pelanggaran oleh KPU,” papar Idy.
Kesepakatan Bersama KPU, KPI, dan Bawaslu
Di akhir pertemuan, ketiga lembaga, KPU, KPI, dan Bawaslu membuat kesepakatan dan aturan terkait kampanye politik. Dari kesepakatan itu terbentuk sembilan butir pertanyataan yang mulai berlaku. Kesepakatan itu langsung disampaikan dalam konfrensi pers yang berlangsung di ruang pers KPU usai pertemuan. Adapun butir kesepatannya:
KPU, KPI, Bawaslu Tegaskan Larangan Kampanye Pemilu Sebelum Waktunya
KPU, KPI dan Bawaslu sesuai dengan wewenangnya yang diberikan undang-undang serta berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku menjalankan tugas dan fungsi terkait dengan penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu, termasuk aspek penyiarannya.
Terkait dengan kegiatan Pemilu melalui dan oleh media penyiaran, pasal 101 UU N0. 8 Tahun 2012, UU Pemilu, memandatkan kepada KPU untuk membuat ketentuan lebih lanjut mengenai pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilu. Sedangkan pengawasan hal tersebut dimandatkan kepada KPI sebagaimana dinyatakan pada Pasal 100 UU Pemilu.
KPU, KPI dan Bawaslu telah membentuk Gugus Tugas Bersama Pemantauan dan Pengawasan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilu Legislatif melalui surat Keputusan Bersama yang ditandatangani oleh pimpinan masing-masing lembaga pada 18 Oktober 2013.
KPU sudah mengeluarkan PKPU Nomor Nomor 1 Tahun 2013 dan PKPU Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Kampanye Pemilu Legislatif.
Menurut Undang-undang Pemilu dan PKPU dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002, terkait pemberitaan, semua media harus berlaku adil dan berimbang kepada seluruh peserta pemilu dalam artian tidak boleh partisan atau memihak terhadap salah satu peserta pemilu. Sementara terkait dengan penyiaran iklan kampanye, hanya dibolehkan pada masa 21 hari sampai masa tenang, Pasal 83 UU Pemilu, yaitu 16 Maret sampai 5 April 2014.
KPU, KPI, dan Bawaslu bersepakat bahwa iklan kampanye peserta pemilu legislatif tidak boleh disiarkan kecuali dalam masa 21 hari yang diperkenankan oleh Undang-undang dan peraturan perundangan. Adapun ketentuannya setiap peserta pemilu maksimal diperbolehkan memasang iklan sebanyak 10 spot berdurasi paling lama 30 detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari dan 10 spot berdurasi paling lama 60 detik untuk setiap stasiun radio setiap hari untuk setiap peserta pemilu.
Bawaslu sudah memutuskan dan merekomendasikan sejumlah iklan kampanye melanggar ketentuan serta masuk kategori dugaan pelanggaran pidana kampanye di luar jadwal. KPI juga sudah memberikan sanksi kepada lembaga penyiaran yang melakukan penyiaran iklan politik berisi kampanye yang melanggar ketentuan.
KPU, KPI dan Bawaslu menegaskan kepada peserta pemilu dan lembaga penyiaran untuk memenuhi ketentuan perundangan terkait kegiatan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilu legislatif agar tercipta penyelenggara pemilu sesuai dengan prinsip dan mekanisme yang ada.
KPU, KPI dan Bawaslu mendorong agar lembaga penyiaran TV dan radio agar tetap independen dan menjalankan fungsi penyaji nformasi kepemiluan yang utuh dan proporsional serta turut melakukan pendidikan politik serta melakukan kontrol terhadap proses pemilu agar berjalan sesuai dengan harapan bersama.
Jakarta - Melihat banyaknya isu-isu dari siaran infotainment yang terkadang berpotensi melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang perwakilan dari stasiun televisi dan rumah produksi program infotainment untuk membahas persoalan itu dan menyamakan persepsi terhadap aturan yang ada yakin UU Penyiaran dan P3 dan SPS KPI, Jumat, 7 Februari 2014.
Pertemuan yang berlangsung hampir dua jam lebih tersebut berjalan konstruktif. Baik stasiun TV maupun rumah produksi menyadari pentingnya peningkatan quality control (QC) untuk program siaran infotainment agar terhindar dari pelanggaran.
Dalam pertemuan yang dihadir Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, Agatha Lily dan Amirudin, berhasil disepakati beberapa poin pertemuan salah satunya mengenai perlunya batasan waktu yang cukup antara rumah produksi dan staisun televise pada saat penyerahan program. Ini dalam upaya memberi ruang untuk tim editing di stasiun televise melakukan proses editing.
Hal lain yang disepakati yakni stasiun tv dan PH berkomitmen untuk tidak menyiarkan hal-hal yang melanggar privasi, norma kesopanan dan kesusilaan, penghormatan SARA dan perlindungan terhadap anak dan remaja.
“KPI berpesan untuk semua pihak agar berhati-hati dan bahkan menghindari siaran-siaran terkait privasi, perceraian, pernikahan, SARA, atau konflik. Hal-hal yang tidak bermanfaat bagi publik tidak perlu disiarkan,” kata Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily, usai pertemuan tersebut.
Terkait diadakan pertemuan itu, baik stasiun televisi maupun rumah produksi, menyambut baik dan berharap pertemuan sejenis diadakan secara reguler minimal 3 bulan sekali. Red
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat perintahkan stasiun tv segera hentikan siaran praktek sumpah pocong Arya Wiguna yang mengumbar aib/kerahasiaaan pribadi, konflik, saling serang serta kata-kata tak pantas disampaikan di ruang publik antara Arya Wiguna dan Farhat Abbas.
KPI sesalkan kejadian ini mengingat sehari sebelumnya Jumat 7 Februari 2014 pukul 13.00 bertempat di kantor KPI Pusat, KPI telah mengumpulkan stasiun tv beserta rumah produksi program infotainment untuk menyepakati beberapa hal yang tidak boleh disiarkan dlm ruang publik, antara lain saling mengumbar aib, konflik terbuka atau saling menyerang, permasalahan pribadi dan kerahasiaan rumah tangga, perselingkuhan dan SARA termasuk sumpah pocong yang melibatkan Arya Wiguna VS Farhat Abbas yang dapat disalahartikan oleh masyarakat sebagai hal yang lumrah untuk dilakukan.
Dalam pertemuan tersebut, stasiun tv dan PH telah sepakat dan berkomitmen untuk tidak menyiarkan hal-hal yang melanggar privasi, norma kesopanan dan kesusilaan, penghormatan SARA dan perlindungan terhadap anak dan remaja.
Namun demikian, pada Sabtu 8 Februari 2014, KPI menemukan beberapa program infotainment melanggar komitmen tersebut dengan menyiarkan muatan-muatan yang melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yakni siaran praktek sumpah pocong yang mengumbar aib/kerahasiaan, konflik dan pelanggaran norma kesopanan dan kesusilaan. Bahkan ada program yang secara eksplisit mentranskrip narasi sumpah pocong tersebut.
Penayangan muatan tersebut jelas melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 6, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14 ayat 2 serta Standar Program Siaran Pasal 6, Pasal 9, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14 huruf a, c, g, pasal 15 ayat 1.
Maka dengan ini, KPI secara tegas akan menindak stasiun televisi yang membandel dan telah menyalahgunakan frekuensi milik publik.
Kepada stasiun tv yang memegang komitmen secara sungguh-sungguh untuk mengindahkan imbauan KPI serta aturan yang berlaku, kami berikan apresiasi yang sebesar-besarnya.
Kepada masyarakat, KPI mengingatkan agar selektif memilih tayangan dan jangan ragu untuk melarang anak-anak menonton program yang membawa pengaruh negatif dan merusak moral bangsa. Demikian dituliskan dalam release yang disampaikan Anggota KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily, Sabtu, 8 Februari 2014. ***
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melakukan sosialisasi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) di stasiun televisi RCTI, kawasan Kebun Jeruk, Jakarta Barat, Kamis, 6 Februari 2014. Sosialisasi ini ditujukan langsung kepada tim kreatif dan produksi program di RCTI. Hadir dalam sosialisasi Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily, S. Rahmat Arifin, Danang Sangga Buana dan Bekti Nugroho.
Di awal acara, Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin mengatakan, televisi harus memberi manfaat yang baik bagi masyarakat. Manfaat itu berupa siaran-siaran yang mendidik dan mencerahkan meskipun itu program hiburan. “Jika tayangan hiburan sehat tentunya berdampak baik bagi masyarakat,” katanya.
KPI mempunyai tanggungjawab yang sejalan dalam upaya mencerdaskan masyarakat melalui penyiaran. Tanggungjawab itu masuk dalam fungsi lembaga yang dibentuk oleh UU Penyiaran No.32 tahun 2002. “Fungsi KPI selain sebagai regulator juga sebagai lembaga untuk pembinaan,” tutur Rahmat yang juga Ketua bidang Isi Siaran KPI Pusat.
Sementara itu, Bekti Nugroho, Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan yang hadir dalam sosialisasi itu, mengingatkan soal tujuan dari UU Penyiaran yakni penyiaran yang bermanfaat dan mencerdaskan bangsa. Dalam kaitan itu, Bekti berharap stasiun televisi memiliki program acara yang membanggakan dan bermanfaat untuk bangsa.
Ungkapan senada juga dikatakan Danang Sangga Buana, Komisioner KPI Pusat bidang Infrastruktur Penyiaran dan Perizinan. Menurutnya, program siaran yang mendidik dan bermanfaat harus di kedepankan ketimbang sebaliknya karena ini menyangkut kepentingan bangsa dan kebutuhan masyarakat. “Buatlah program yang rating maker tanpa harus menghilangkan etika dan moral. KPI sangat berharap adanya program yang mendidik,” katanya.
Agatha Lily, Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran, memandang keselamatan bangsa dan dampak yang menimpa akibat tayangan tidak mendidik harus dipikirkan semua pihak. “Kita harus membenahi apa yang kurang dan salah supaya layar kaca kita menjadi baik. Mari kita jaga bersama layar kaca kita,” ajak Lily.
Pada saat sesi tanya jawab, muncul pertanyaan soal minimnya pemberian apresiasi dari KPI kepada acara-acara yang dinilai baik dan berkualitas. Menurut mereka, Anugerah KPI belum cukup memberi ruang apresiasi pada acara baik dan berkualitas. Mereka juga berpendapat tentang pentingnya kegiatan sosialisasi seperti ini dilakukan secara berkesinambungan oleh KPI kepada lembaga penyiaran khususnya orang-orang yang bersentuhan langsung dengan bidang produksi. Red
Berulang kali pada acara Talk Show tersebut, terdapat ucapan kasar yang diduga lebih dari satu kali. Yakni terutama ucapan kasar tersebut dari Host/Pembawa acara itu sendiri. Yang menurut saya pribadi juga, ini terasa tidak etis apalagi berasal dari si host/pembawa acara itu sendiri.
Pelanggaran ini juga termasuk dalam BAB VI PENGHORMATAN TERHADAP ETIKA PROFESI
Pasal 10:
(1) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan etika profesi yang dimiliki oleh
profesi tertentu yang ditampilkan dalam isi siaran agar tidak merugikan
dan menimbulkan dampak negatif di masyarakat.
(2) Etika profesi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah etika
profesi yang diakui dalam peraturan perundang-undangan.
Pojok Apresiasi
Prawira Hendrik
Apa Kabar Indonesia Malam:
Senin: Sebanyak Parpol
Selasa: Inspirasi Mulai "Penolakan"
Rabu: Gedung KPU Terkena AZAB
Program Unggulan tvOne:
Fakta: Sebanyak Artis Jadi Parpol
Catatan Demokrasi: Masih Kecil "WON",Udah Gede "LOST"
Indonesian Business Forum: Ekonomi Nyindir "KECIL"