Denpasar - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali tantang Dinas Kesehatan Bali untuk mengumumkan nama-nama jasa pengobatan alternatif yang beroperasi tanpa ijin. Hal tersebut untuk memudahkan KPID Bali dalam melakukan pengawasan terhadap siaran iklan dan promosi pengobatan alternatif di lembaga penyiaran, baik TV ataupun radio di Bali. Apalagi selama ini banyak keluhan masyarakat terhadap maraknya iklan dan promosi pengobatan alternatif di lembaga penyiaran di Bali.

Ditambah pula dengan bahasa promosi yang digunakan juga cenderung berlebihan. "Sejak tahun lalu kami sudah meminta nama-nama jasa pengobatan yang legal dan illegal. Data tersebut bisa kami jadikan panduan untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran. Ini sebagai perlindungan kepada masyarakat, jangan sampai masyarakat dibohongi," kata Komisioner KPID Bali I Nengah Muliarta usai pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Pelayanan Kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer di Kuta, (3/6).

Menurut Muliarta, selama ini iklan dan promosi jasa pengobatan alternatif tidak memperhatikan konsep dasar etika pariwara. Seharusnya iklan jujur, sopan dan bertanggungjawab! Ujarnya. Jujur dalam artian tidak melebih-lebihkan karena selama ini satu obat disebutkan mampu menyembuhkan semua penyakit. Begitu juga penggunaan bahasa harus sopan, karena selama ini masih sering dijumpai obat pria dewasa yang bahasanya mengarah ke porno. Kemudian bertanggungjawab, karena selama ini sering iklan pengobatan alternatif memberi jaminan kesembuhan, terang Muliarta lagi.

Hal lain yang penting diperhatikan adalah legalitas jasa pengobatan alternatif serta sumber daya manusia yang digunakan harus bersertifikasi, selain juga obat yang ditawarkan telah memiliki ijin edar atau telah diuji oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Jika yang diiklankan di televisi dan radio adalah jasa pengobatan yang belum memiliki legalitas ataupun obat yang ditawarkan belum mendapatkan ijin edar, berarti lembaga penyiaran telah memberikan informasi bohong pada masyarakat.

Legalitas menjadi penting sebagai tanggungjawab sosial lembaga penyiaran terhadap masyarakat atas iklan atau informasi yang disampaikan. Dalam Undang-Undang no. 32 tahun 2002 tentang penyiaran, terutama pasal 36 ayat (5) poin a ditegaskan bahwa “isi siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong”. Pelanggaran terhadap pasal 36 ayat (5) seperti yang tertuang dalam padal 57 adalah berupa pidana penjara 5 tahun dan atau denda Rp.1 miliar untuk penyiaran radio. Sedangkan untuk penyiaran televisi pidana penjara selama 5 tahun dan atau denda Rp. 10 miliar. Aturan terkait siaran kesehatan pada lembaga penyiaran juga telah dituangkan dalam peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran. Pada pasal 11 ayat (3) disebutkan program siaran yang berisi tentang kesehatan masyarakat dilarang menampilkan penyedia jasa pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak memiliki izin dari lembaga berwenang”. Berdasarkan bunyi pasal tersebut, maka lembaga penyiaran berhak menayakan izin dari jasa pelayanan kesehatan yang ingin berpromosi. "Lembaga penyiaran hanya boleh menyiarkan (program atau iklan) seputar jasa pelayanan kesehatan masyarakat (pengobatan alternatif atau pengobatan modern) yang sudah melalui proses perizinan dari lembaga yang berwenang. Langkah ini merupakan upaya untuk memberikan perlindungan publik" ujar Muliarta.

Dirinya berharap Dinas Kesehatan Bali menyusun aturan terkait pengobatan alternatif termasuk tata cara dan syarat berpromosi. Aturan tersebut kedepan diharapkan jadi panduan bersama. Dengan adanya pedoman bersama masyarakat menjadi lebih terlindungi dan terhindar dari promosi yang penuh kebohongan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Bali dr. Ketut Suarjaya mengatakan secara etika pengobatan kedokteran, seorang pengobat tidak boleh berpromosi, apalagi promosi yang terkesan berlebihan. Makanya tidak ada ditemukan seorang dokter berpromosi atau mempromosikan dirinya, ungkap Suarjaya.

Hingga saat ini jumlah jasa pengobatan alternatif yang ada di Bali mencapai 3.228 orang pengobat tradisional. Dari jumlah tersebut sekitar 2.600 orang adalah pengobat tradisional dengan keterampilan dan sisanya pengobat tradisional dengan menggunakan ramuan.  Sementara dari jumlah tersebut hanya 35 orang yang memiliki surat ijin pengobatan alternatif dan 127 yang memiliki surat pengobatan alternatif.(red)

Salah satu tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran. Berkaitan dengan hal itu, sejak Mei 2015 KPI membuka bimbingan teknis "Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran)". 

Sekolah P3SPS ini diselenggarakan setiap bulan dengan jumlah peserta maksimal sebanyak 30 orang dari praktisi lembaga penyiaran, mahasiswa dan masyarakat umum. Sekolah P3SPS Angkatan I telah diselenggarakan pada 5 - 7 Mei 2015. Saat ini Sekolah P3SPS sudah memasuki penyelenggaraannya yang kedua. Sekolah P3SPS Angkatan II akan diselenggarakan pada 9 - 11 Juni 2015.

Berdasarkan hasil pendaftaran peserta yang dibuka sejak akhir April 2015, berikut nama peserta Sekolah P3SPS angkatan II:

No Nama Peserta Perwakilan
1 Djayeng Saputro Metro TV
2 Fajar Radityo Metro TV
3 Lily Runtukahu Metro Tv
4 Ayu Sekarsari Kusumawardhani Umum
5 Rizki Akbar RTV
6 Muhammad Rully Moenandir RTV
7 Seodiro Asbi Soetomo Indosiar
8 Gunawan Wardani Indosiar
9 Dali Rahmadani Indosiar
10 Arif Wicaksono Ardi I News TV
11 Evi Yuliani Trans TV
12 Luvie Adhira Trans TV
13 Fazar Nur Setiawan Trans TV
14 Theresia Romula Trans 7
15 Sandi Ginanjar Trans 7
16 Novi Priharwanto Trans 7
17 Wuri Aprilia MNC TV
18 Harish Chandra SCTV
19 Yenny Yudica Indigo
20 Mira Sukmasari Indigo
21 Chandra Kartikasari Net.TV
22 Yossi Margareth Saragih Net.TV
23 Mohammad Ikhsan Net.TV
24 Tri Budi Utomo Radio Pas Fm
25 Abdul Kohar Radio Suara Muslim
26 Muhammad Nashir Radio Suara Muslim
27 Ni Nyoman Ayu Suarmandalawati Jetset Channel Bali
28 Azziz Abdiantoro Umum
29 Rif’atul Mahmudah Umum
30 Isna Wahyuningsih Fatmawati Umum


Nb: Jadwal pelaksanaan Sekolah P3SPS Angkatan II akan dikirimkan ke email peserta masing-masing.

 

Jakarta - Mahasiswa Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar Mengunjungi Kantor KPI Pusat, Jakarta. Kunjungan itu dalam rangkaian Studi Media dan persiapan pemilihan konsentrasi studi. "Kunjungan ini akan sangat berarti sebelum memilih konsentrasi. Selain itu juga melihat dari dekat perkembangan ilmu komunikasi dalam ranah yang praktis," kata Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, Unhas, Dr. Muhammad Farid di Ruang Rapat KPI Pusat, Selasa, 26 Mei 2015.

Kunjungan diterima Ketua KPI Pusat Judhariksawan. Dalam sambutannya Judhariksawan mengatakan, dunia penyiaran ke depan akan lebih banyak membutuhkan tenaga kerja. Menurutnya, peluang mahasiswa komunikasi untuk mengisi dan ikut terlibat di dalamnya terbuka lebar.

"Industri penyiaran ke depan, bersaing pada konten. Saat ini satu frekuensi teresterial digunakan untuk satu Lembaga Penyiaran dan satu program acara. Nanti ketika beralih ke digital, satu frekuensi bisa dipakai untuk 12 program siaran dengan kualitas gambar semakin baik. Peluang teman-teman di sana terbuka lebar," kata Judha.

Meski demikian, Judhariksawan mengingatkan, persaingan konten, juga berarti persaingan kualitas. Untuk menyiapkan hal itu, Judhariksawan mengingatkan sebelum terjun langsung, bisa dimulai sejak dini dengan memperbanyak latihan pembuatan program acara dengan langsung bekerjasama dengan Lembaga Penyiaran.

Dalam sesi tanya jawab dengan mahasiswa Judha menjelaskan, peluang itu terbuka dengan adanya Sistem Stasiun Jaringan (SSJ), bukan lagi Stasiun Siaran Nasional. Menurut Judha, penggunaan istilah Lembaga Penyiaran Nasional hanya digunakan oleh Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI dan RRI.

"Dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 disebutkan  agar dibentuknya SSJ dan ketentuan penayangan 10 persen konten lokal," ujar Judha. Ia mencontohkan, jika sebuah Lembaga Penyiaran SSJ di Makassar memiliki siaran selama 24 jam, maka sepuluh persen konten lokal yang harus ditayangkan itu sebanyak 2,4 jam atau 5 program acara jika masing-masing berdurasi 30 menit.

Menurut Judha tujuan konten lokal itu untuk mengakomodasi kebutuhan informasi, hiburan masyarakat lokal, bukan hanya tayangan yang menampilkan budaya dari etnis tertentu. "Semangat UU penyiaran adalah beragaman kepemilikan dan keberagaman konten," katanya.

Lebih lanjut Judha menjelaskan, salah satu tugas KPI adalah pengawasan program siran. Dalam pengawasan program acara Lembaga Penyiaran, KPI menggunakan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). "Untuk mengetahui mana yang boleh dan tidak di Lembaga Penyiaran mahasiswa komunikasi harus membaca P3SPS. Itu juga bisa jadi panduan teman-teman membuat konten nanti sekaligus ikut serta mengawasi penyiaran," ujar Judha.

Keluarga besar Komisi Penyiaran Indonesia turut berduka cita sedalam-dalamnya atas meninggalnya Drs. Budi Taruna, M.Si., Kepala Bagian Perencanaan, Hukum dan Hubungan Masyarakat KPI Pusat. 

Almarhum meninggal pada  Rabu, 27 Mei 2015 pukul 15.00 pada Usia 56 Tahun di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, Jakarta. Jenazah disemayamkan di Rumah Duka yang beralamat di Jalan Utama VII/3 RT 009/01, Kelurahan Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Jenazah akan dimakamkan di Pemakaman Ciandam, Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat pada Kamis, 28 Mei 2015. 

Semoga amal dan ibadahnya di terima di sisi-Nya, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan ketabahan.

Riau - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Riau gencar membangun Komunitas Cerdas Media (KCM) di berbagai desa di Kabupaten yang ada di Riau. Hingga saat ini sudah ada 21 KCM di Riau. Sabtu lalu 23 Mei 2015 bertempat di Desa Perawang Siak, KPID Riau melakukan pelatihan dan pembinaan KCM sebagai motor penggerak literasi media di tengah masyarakat. Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran, Agatha Lily, memaparkan alasan mengapa keberadaan KCM begitu penting dan apa saja tugas-tugas inti dari KCM dalam  rangka membentuk masyarakat yang cerdas dan kritis terhadap media.

Lily mengungkapkan bahwa media penyiaran khususnya televisi seringkali menggambarkan realitas secara subyektif (realitas semu) dengan hanya menggunakan ukuran-ukuran ekonomis semata. Akibatnya apa yang digambarkan tidak menunjukkan realitas sebenarnya. “Celakanya masyarakat Indonesia seperti terhipnotis untuk mengikuti selera-selera rendah yang ditampilkan media,” ujar Lily. Dirinya juga menyebutkan goyangan-goyangan erotis yang belakangan ini marak muncul, kemudian fenomena artis pamer kekayaan. “Muatan-muatan seperti ini sangat membodohi masyarakat kita,” tambahnya.

Literasi berlangsung kurang lebih 2.5 jam dihadiri juga oleh Kepala Desa Perawang, Bapak Faizal Shi. Ketua KPID Riau Zainul Ikhwan tak henti-hentinya memberikan semangat kepada masyarakat desa Perawang agar selalu mengadukan tayangan-tayangan yang tidak baik ke KPID Riau. KCM Desa Perawang sangat antusias turut memberi masukan atas siaran-siaran yang ada di televisi. MRJ

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.