Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tengah mempersiapkan perubahan terhadap Peraturan Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) No.1 tahun 2014. Persiapan perubahan aturan tersebut sedang dibahas KPI Pusat dan KPID dalam diskusi kelompok terpumpun atau FGD di Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat memberi sambutan membuka diskusi tersebut mengatakan, perubahan aturan ini sudah selayaknya karena beberapa aturan terkait semislan rekrutmen Komisioner KPI, baik pusat maupun daerah, harus lebih diperjelas. Kemudian permasalahan kode etik Anggota KPI yang belum diatur dalam PKPI sebelumnya.
“Soal etika Komisioner, contoh ada KPID yang baru menjabat kemudian mencalonkan diri di lembaga lain. Terkait hal ini tidak ada petunjuk bagaimana seharusnya. Soal kode etik tidak muncul karena dalam Undang-undang tidak ada mengatur hal itu. Jika ada indikasi pelanggaran barulah dibentuk dewan kehormatan,” kata Andre, panggilan akrabnya.
Menurut Andre, banyak hal dalam Undang-undang Penyiaran yang belum jelas sehingga aturan kelembagaan ini belum sempurna. “KPI itu stratanya sama dengan KPU, tapi disisi lain KPI hanya jadi lembaga administratif. Kemudian soal bagaimana interaksi kita dengan lembaga lain perlu diatur secara clear,” tambahnya.
Pendapat senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan sekaligus PIC diskusi, Ubaidillah. Menurutnya, revisi Peraturan Kelembagaan KPI tak hanya menyangkut soal etik dan rekrutmen Anggota KPI. Permasalahan KPID seperti penganggaran dan kesekretariatan menjadi pokok bahasan dalam revisi.”Kita berupaya melakukan penyelamatan terhadap KPID,” tegasnya.
Ubaid pun menegaskan, perubahan aturan ini akan menyisir bagaimana seharusnya pola hubungan antara KPI Pusat dengan KPI Daerah. “Apakah KPID dapat mengeluarkan kebijakan sendiri akan dibahas dalam diskusi ini,” paparnya di depan perwakilan KPID yang hadir.
DIa berharap, pembahasan perubahan tentang peraturan kelembagaan ini dapat dituntaskan secepatnya agar pada saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2019 yang akan berlangsung di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, awal bulan depan, dapat disahkan. “Harapan kami di forum ini sudah selesai dibahas dan ditetapkan,” kata Ubaid.
Dalam kesempatan itu, Ubaid mengusulkan soal aturan penyeragaman dana hibah di seluruh KPID. Penyeragaman tersebut termasuk bentuk pelaporan pertanggungjawaban. “Jadi ketika diaudit bentuknya seragam dan tidak membingungkan,” tambahnya.
Ubaid juga mendorong penetapan lagu Mars KPI masuk dalam aturan kelembagaan sehingga dimana pun dan forum acara KPI apapun wajib dinyayikan. ***
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Kementerian Agama RI dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sesaat setelah menandatangani nota kesepahaman bersama atau MoU terkait pengawasan program siaran dakwah di lembaga penyiaran di Kantor Kementerian Agama, Rabu (13/3/2019).
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Kementerian Agama RI dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menandatangani nota kesepahaman bersama atau MoU terkait pengawasan program siaran dakwah di lembaga penyiaran. Kesepakatan ini diharapkan dapat mewujudkan program siaran dakwah yang sesuai dengan ajaran agama Islam, Undang-undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.
Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Menteri Agama diwakili Direktur Jenderal Bimbingan Islam, Muhammadiyah Amin, dan Ketua MUI Pusat diwakili Ketua bidang Informasi dan Komunikasi MUI Pusat, Masduki Baidlowi, menandatangani nota kesepahaman bersama itu di Kantor Kemenag RI, Rabu (13/3/2019).
Dalam sambutannya, Yuliandre menyampaikan, sinergi tiga lembaga ini diharapkan dapat menciptakan siaran dakwah di lembaga penyiaran selaras dengan koridor agama dan aturan penyiaran. Upaya ini untuk mengikis adanya kesalahan atau pelanggaran terhadap nilai agama dan aturan tersebut.
“Jangan sampai ada kesan atau isu dari luar yang mengatakan penceramah ini menyejukan atau tidak memahami permasalahan agama. Pasalnya, KPI tidak bisa mendefinisikan hal itu, yang memiliki kompetensi untuk menjawab definisi itu yaitu MUI dan Kementerian Agama,” jelas Andre, panggilan akrabnya.
Menurut Andre, implementasi dari kerjasama ini secara tidak langsung memudahkan lembaga penyiaran memilih pengisi acara dakwah karena MUI dan Kemenag telah memiliki rekomendasi dan data. “Lembaga penyiaran miskin literatur penceramah, hal ini dapat memudahkan mereka untuk mencari keragaman dari mubaligh. Mereka bisa sinkronisasi soal data mubaligh yang patut tampil dalam ruang publik,” tambahnya.
Komisioner KPI Pusat, yang menginisiasi MoU, Nuning Rodiyah, menyatakan substansi kerjasama antara KPI, Kemenag dan MUI dalam konteks pengawasan bersama terhadap program siaran dakwah di lembaga penyiaran. Ini dalam rangka mewujudkan program siaran dakwah di lembaga penyiaran yang sesuai dengan ajaran Agama, Peraturan perundang-undangan mengenai penyiaran, serta P3SPS.
Dia menjelaskan, bentuk kerjasama akan ada forum koordinasi antar lembaga dalam bentuk gugus tugas P4SDLP (Pembinaan, Pengkajian dan Pemantauan Program Siaran Dakwah di Lembaga Penyiaran). Gugus tugas tersebut akan melakukan pengkajian terhadap materi-materi dakwah yang ada di lembaga penyiaran.
“Mereka juga akan melakukan pembinaan kepada dai dan melakukan pengawasan terhadap program siaran dakwah. Yang mana masing-masing lembaga akan melaksanakan hal-hal tersebut sesuai dengan kewenangan masing-masing,” jelas Nuning.
Nuning berharap, kerjasama ini dapat mempermudah kinerja pihaknya khusnya untuk memperoleh referensi yang tepat dalam melakukan pengawasan terhadap program siaran dakwah baik dalam hal materi, format dakwah maupun da'i yang menyampaikannya.
Sementara itu, Ketua bidang Infokom MUI, Masduki Baildowi, mengatakan kerjasama ini tidak lain agar kualitas penyiaran di tanah air semakin baik. Menurut dia, jika freuensi di isi dengan hal yang bagus, yang akan masyarakat terima tontonan yang sehat dan bagus. “Jika tidak bagus kita akan terpapar penyakit-penyakit yang tidak bagus dan umat kita akan menjadi tidak bagus,” katanya.
Di era post truth ini, kata Masduki, publik akan sulit membedakan mana yang benar dan tidak. Ketidakseimbangan antara yang benar dan tidak akan membingungkan masyarakat. “MoU ini jadi sangat penting untuk mencegah hal itu dan kita akan bersama mengimplementasikan hal ini,” ujarnya.
Masduki menengaskan, pihaknya hanya akan melakukan kajian terhadap isi. Adapun yang punya kewenangan untuk menjatuhkan sanksi adalah KPI.
Dalam acara itu, turut hadir Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah dan Hardly Stefano. Penandatanganan MoU yang dilakukan disela-sela acara pembukaan penguatan kader mubaligh tingkat nasional tahun 2019, dihadiri ratusan mubaligh dan mubalighah dari seluruh penjuru tanah air. ***
Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran saat menyampaikan maksud akan dikeluarkannya surat edaran KPI tentang penyiaran Pemilu 2019 di lembaga penyiaran, Senin (11/3/2019).
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan surat edaran tentang siaran pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye selama Pemilu 2019 di lembaga penyiaran. KPI melakukan sosialisasi kepada lembaga penyiaran terkait surat edaran tersebut di Kantor KPI Pusat, Senin (11/3/2019).
Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, sosialisasi ini untuk menyampaikan tentang apa yang akan diatur dalam siaran pemberitaan atau iklan kampanye Pemilu 2019 di lembaga penyiaran. “KPI ingin mensukseskan Pemilu dengan menjadikan lembaga penyiaran sebagai media pendidikan politik bagi masyarakat. Televisi dan radio harus senantiasa memberikan informasi yang berkualitas tentang Pemilu kepada masyarakat. Baik tentang tahapan dan proses, maupun tentang para peserta pemilu,” jelasnya saat membuka diskusi dengan perwakilan lembaga penyiaran, TV dan Radio.
Menurut Hardly, pihaknya ingin lembaga penyiaran tetap dalam koridor regulasi sehingga dapat menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, tidak mengandung ujaran kebencian dan SARA.
“Dengan penyampaian informasi yang berkualitas melalui lembaga penyiaran, diharapkan dapat meningkatkan partisipasi politik masyarakat baik secara kuantitas maupun kualitas,” jelasnya.
Hardly menjelaskan beberapa poin penting yang ada dalam surat edaran KPI. "Pemberitaan dan program siaran terkait kampanye harus senantiasa mengedepankan prinsip keadilan, proposionalitas dan keberimbangan terhadap seluruh peserta pemilu. Sedangkan iklan kampanye hanya boleh disiarkan selama 21 hari mulai tanggal 23 Maret sampai 13 April 2019, dengan memperhatikan ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu," kata Hardly.
Pada masa tenang dan hari pemilihan materi kampanye tidak boleh disiarkan dalam pemberitaan dan progran siaran, selain itu juga tidak diperkenankan menyiarkan hasil jajak pendapat.
Penyampaian informasi tentang hasil hitung cepat pada hari pemilihan juga harus menjadi perhatian seluruh lembaga penyiaran. "Berdasarkan pasal 449 UU no.7/2017 tentang Pemilu, prakiraan hasil hitung cepat baru boleh diumumkan dua jam setelah berakhirnya pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat. Pelanggaran terhadap ketentuan ini merupakan tindak pidana pemilu," tegas Hardly.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah memaparkan, pengaturan iklan kampanye di lembaga penyiaran yang akan dimulai penayangannya tanggal 24 Maret 2019 sampai 13 April 2019 baik iklan kampanye yang difasilitasi oleh Komisi Pemilihan Umum maupun yang dipasang secara mandiri oleh peserta pemilu.
“Sebagai ketentuan awal tentang iklan kampanye, lembaga penyiaran publik hanya memiliki durasi iklan 15% dari total jam tayang satu hari, dan 20% untuk pembaga penyiaran swasta. Sehingga ada kemungkinan lembaga penyiaran tidak bisa mengcover seluruh permintaan pemasangan iklan apabila seluruh peserta Pemilu memasang iklan secara maksimal setiap harinya karena kapasitas keseluruhan untuk spot iklan TV swast jika durasi per spot iklan 30 detik maka perhari maksimal 576 spot iklan dan di radio swasta jika durasi per spot iklan 60 detik maka total perhari 288 spot iklan," Kata Nuning di tempat yang sama.
Menurut Nuning, Ketentuan tentang iklan kampanye yang diadakan secara mandiri oleh peserta Pemilu di radio paling banyak 10 spot, dengan durasi per spot paling lama 60 detik untuk setiap stasiun radio tiap hari selama 21 hari. Sedangkan di televisi paling banyak 10 spot, dengan durasi per spot paling lama 30 detik untuk setiap stasiun televisi tiap hari selama 21 hari.
Adapun jumlah penambahan iklan kampanye di lembaga penyiaran yang telah menjadi partner KPU, maka jumlah penambahan tersebut paling banyak selisih dari jumlah yang telah ditentukan oleh Undang-undang Pemilu. Artinya, jika KPU telah memfasilitasi 3 spot iklan maka di lembaga penyiaran yang sama peserta pemilu tinggal menambahkan paling banyak 7 spot iklan.
“Yang terpenting adalah jangan menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan oleh salah satu peserta pemilu kepada peserta pemilu lainnya. Karena jika hitungan per hari melebihi dari 10 spot per peserta pemilu maka hal tersebut melanggar ketentuan UU Pemilu,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, KPI mendorong pemberitaan lembaga penyiaran untuk tidak terfokus hanya pada kegiatan calon presiden dan calon wakil presiden. Dominasi berita tentang kegiatan Capres dan Cawapres memuculkan persepsi di masyarakat bahwa Pemilu 2019 hanya untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
“Kami mendorong lembaga penyiaran untuk menginformasikan lebih banyak hal tentang Partai Politik beserta para calon anggota legislatif yang merupakan calon anggota DPR RI dan DPRD, serta perseorangan yang menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah,” ujar Hardly.
Hardly juga mengingatkan lembaga penyiaran untuk berhati-hati ketika meliput kampanye model rapat umum. Dia meminta lembaga penyiaran memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh peserta pemilu.
“Karena kegiatan ini memiliki news value yang lebih tinggi dibandingkan metode kampanye lainnya, bisa jadi liputannya juga akan menggunakan durasi dan waktu yang lebih banyak. Yang penting setiap peserta harus diliput secara proposional,” tandasnya yang diamini Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini. ***
Jakarta - Conselho De Imprensa De Timor-Leste (CITL) atau Dewan Pers Timor Leste melakukan kunjungan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sekaligus berkoordinasi dalam rangka penjajakan Nota Kesepahaman antar dua lembaga ini untuk pemajuan kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi. Presiden CITL, Virgilio da Silva Guterres bersama delegasi CITL, diterima oleh Wakil Ketua KPI Pusat S. Rahmat Arifin, Komisioner Bidang Kelembagaan Ubaidillah, dan juga didampingi Sekretaris KPI Pusat Maruli Matondang, (13/3).
Wakil Ketua KPI S Rahmat Arifin menyambut baik rencana kerja sama antara KPI dan CITL. Dalam sambutannya, Rahmat menyampaikan bahwa saat ini dunia jurnalistik belum bebas dari tekanan dan gangguan. “Dua puluh tahun lalu kita punya harapan besar terhadap hadirnya pers yang bebas dan mendukung tegaknya demokrasi di negeri ini”, ujarnya. Tapi dengan melihat keadaan sekarang, lewat kompetisi politik Pemilihan Presiden, justru pers jadi terkooptasi dengan kepentingan politik.
Rahmat memaparkan keadaan sebagaian besar televisi yang punya kecenderungan pada kelompok tertentu. “KPI berharap, reformasi yang diperjuangkan dua puluh tahun lalu tidak sia-sia. Pers harus menjadi indikator hadirnya demokrasi di tengah masyarakat”, ujarnya.
Selain itu Rahmat juga menjelaskan tantangan baru saat ini dengan hadirnya media sosial. Meskipun hasil riset menunjukkan bahwa media konvensional masih menjadi rujukan utama bagi publik, namun tantangan saat ini adalah sejauh mana media konvensional dapat bersikap netral terhadap berbagai kepentingan politik yang mencuat akhir-akhir ini.
Kondisi terbelahnya pers ternyata juga dialami di Timor Leste. Menurut Virgilio, pers di negerinya juga terbelah sebagaimana kelompok-kelompok politik yang ada di sana. Selain terkait kepentingan politik, Virgilio menilai Pers sekarang sudah menjadi instrument menyuarakan suara dari kaum yang sudah mampu bersuara. “Padahal awalnya, pers merupakan instrumen menyuarakan suara dari kaum yang tidak punya suara,”ujarnya.
Dalam pertemuan ini Komisioner Kelembagaan Ubaidillah menilai positif rencana kerja sama antara KPI dan CITL. Dirinya berharap, Nota Kesepahaman ini dapat ditandatangani bersamaan dengan momentum Hari Penyiaran Nasional ke-86 yang akan diperingati di Banjarmasin.
Di Timor Leste sendiri, regulator penyiaran masih merupakan lembaga yang berada setingkat di bawah kementerian. Hal ini berbeda dengan CITL sebagai lembaga independen yang sebagian anggotanya dipilih oleh parlemen, dan sebagian yang lain merupakan perwakilan dari asosiasi wartawan dan pemilik media. Kunjungan dan kerja sama antara CITL dan KPI ini juga merupakan salah satu usaha untuk memelopori hadirnya regulasi yang spesifik tentang penyiaran, termasuk juga lembaga independen yang mengatur tentang penyiaran. “Saat ini belum anda Undang-Undang Penyiaran di Timor Leste,” ujar Virgilio. Lembaga yang ada saat ini hanya berwenang mengatur masalah frekuensi namun tidak mengawasi konten siaran. Adapun terkait siaran luar negeri yang meluber ke Timor Leste, Virgilio mengakui bahwa siaran televisi Indonesia tidak saja luber di wilayah perbatasan, namun juga di sebagian besar wilayah Timor Leste.
Komisioner KPID DKI Jakarta, Kawiyan dan Puji Hartoyo saat menerima Metro TV terkait klarifikasi pemberitaan di Kantor KPID DKI Jakarta.
Jakarta – Metro TV pada Senin (11/3/2019) memenuhi panggilan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta untuk memberikan klarifikasi atas pemberitaan dan penyiaran yang tidak berimbang terkait dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019.
Rapat klarifikasi dihadiri oleh Ketua KPID DKI Jakarta Kawiyan, Ketua Bidang Pengawasan Isi Siaran Puji Hartoyo, dan Arif Faturrahman (Anggota Bidang Pengawasan Isi Siaran. Sementara dari pihak Metro TV hadir antara lain Fifi Aleyda Yahya (Head Corporate Communication), Kabul Indrawan (News gate manager) dan Budiono (Sekjen redaksi Metro TV).
Berdasarkan temuan KPID DKI Jakarta, Metro TV menayangkan berita-berita tentang Pilpres 2019 tidak berimbang antara pasangan calon nomor paslon 01. Perbandingannya, 78 persen untuk berita terkait pasangan calon 01, netral 15 persen, dan 7 persen untuk paslon 02.
Selain sisi frekuensi dan durasi yang tidak berimbang secara tone untuk paslon 01 dan 02 berbeda, dimana semua konten pemberitaan mengenai pasangan calon 01 cenderung positif sementara pemberitaan mengenai pasangan calon 02 lebih cenderung negatif. “Hasil monitoring kami mengatakan konten pemberitaan terkait Paslon Nomor 01 dan 02 ada disparitas frekuensi yang cukup tajam, selain itu untuk 01 memiliki kecenderungan tone positif, tapi sebaliknya untuk Paslon 02,” kata Puji Hartoyo Ketua Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID DKI Jakarta.
Menanggapi hasil temuan KPID DKI Jakarta, jajaran Metro TV mengaku ada kendala dalam menyajikan berita-berita Pilpres yang menampilkan kedua pihak pasangan calon, baik dalam liputan pemberitaan di lapangan maupun talkshow.
Sementara itu, Ketua KPID DKI Jakarta Kawiyan meminta agar Metro TV memperbaiki kebijakan keredaksiannya yang berdasarkan temuan KPID tidak berimbang. “Kami minta agar Metro TV memperbaiki kebijakan redaksionalnya agar ketidakberimbangan ini segera diperbaiki,” tegas Kawiyan.
Kawiyan menjelaskan, berdasarkan Pasal 5 huruf 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, media penyiaran “Harus memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab.” Sementara itu, pasal 36 ayat 4 Undang-Undang tentang Penyiaran menyebutkan, “Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.”
Kawiyan menambahkan, setiap lembaga penyiaran, termasuk Metro TV wajib menjaga netralitas dan keberimbangan dalam pemberitaannya. “Hambatan-hambatan teknis di lapangan tidak boleh menjadi alasan untuk tidak menyajikan berita yang tidak berimbang. P3SPS juga mewajibkan lembaga penyiaran untuk mengedepankan prinsip keberimbangan dan proporsionalitas,” lanjut Kawiyan.
Dalam kesempatan itu, pihak Metro TV berkomitmen akan melakukan perbaikan dalam pemberitaan ke depannya. Red dari KPID Jakarta
Di dalam Undang-undang penyiaran pasal 36 ayat 5 bagian b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau. program tersebut menampilkan unsur pembacokan sekelompok anak muda yang beraksi untuk tawuran, terlebih lagi program tidak menyensor bagian senjata yang dilakukan oleh para pelaku. Program melanggar P3SPS, Pedoman perilaku penyiaran pasal 48 ayat 4 bagian d ,berisikan Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang kurangnya berkaitan dengan:d. pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme. Program melanggar Pelarangan dan Pembatasan kekerasan Pasal 23 bagian a dan c menjelaskan
a. Program siaran yang memuat adegan kekerasan dilarang: a. menampilkan secara detail peristiwa kekerasan, seperti: tawuran, pengeroyokan, penyiksaan, perang, penusukan, penyembelihan, mutilasi, terorisme, pengrusakan barang-barang secara kasar atau ganas, pembacokan, penembakan, dan/atau bunuh diri dan,
c. menampilkan peristiwa dan tindakan sadis terhadap manusia.