- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 4774
Jakarta – Kehadiran sinema elektronik atau sinetron di televisi dinilai belum ramah anak lantaran masih ditemui adanya eksploitasi kekerasan dan juga perundungan (bullying) yang dikhawatirkan memberi efek tiru pada anak-anak dan remaja. Stasiun televisi juga diharapkan memperhatikan durasi kehadiran satu judul sinetron di tengah masyarakat, agar jangan sampai episodenya terlalu panjang. Hal ini disampaikan Evri Rizqi Monarshi, anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang kelembagaan dalam acara Evaluasi Tahunan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Televisi Berjaringan untuk PT Surya Cipta Televisi (SCTV), di kantor KPI Pusat, (12/5).
Selain mengevaluasi konten sinetron, pada kesempatan itu Evri meminta agar SCTV dapat kembali mengksplorasi kekayaan budaya negeri ini lewat konten program siaran film dan televisi (FTV). Beberapa tahun lalu ungkapnya, konten FTV di SCTV cukup variatif dengan cerita berlatarkan dinamika masyarakat dan budaya di beberapa daerah. “Saya berharap, SCTV dapat memproduksi lagi FTV dengan konten serupa, sehingga publik juga dapat menikmati aneka ragam budaya sekaligus menguatkan keberagaman konten siaran,” ujarnya.
Senada dengan Evri, catatan tentang kualitas sinetron disampaikan oleh Aliyah selaku anggota KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran. “Kalau bisa, produksi sinetron memperhatikan betul bagaimana tata krama dihadirkan dalam keseharian anak-anak dan remaja, termasuk bagaimana sopan santun kepada orang tua. Karena kita berharap televisi turut memberi tayangan yang edukatif yang dapat dijadikan panutan,” ujarnya. Selain konten sinetron, Aliyah juga menyampaikan mengingatkan tentang penggunaan bahasa isyarat dalam program berita dengan memperhatikan keterwakilan asosiasi penyedia juru bahasa isyarat.
Dalam Evaluasi Tahunan untuk kinerja penyelenggaraan penyiaran yang dilakukan SCTV sepanjang tahun 2022, didapati penurunan jumlah sanksi jika dibanding tahun 2021. Pada tahun ini SCTV mandapatkan 3 teguran tertulis. Sedangkan di tahun 2021 SCTV menerima 4 teguran tertulis dan 1 teguran tertulis kedua. Adapun untuk apresiasi, di tahun 2022 SCTV berhasil meraih 3 penghargaan dan 8 nominasi. Apresiasi ini lebih baik dari tahun 2021 yang memperoleh 2 penghargaan dan 5 nominasi. Tulus Santoso selaku Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat mengatakan, dengan capaian di tahun 2022 ini, dapat dikatakan ada tren yang membaik atas kinerja SCTV. Selain memaparkan akumulasi sanksi dan apresiasi sepanjang 2022, Tulus juga mengungkap terdapat 25 dugaan pelanggaran yang dilakukan SCTV berdasarkan aduan publik yang disampaikan kepada KPI.
Terkait sinetron ini, evaluasi secara khusus disampaikan Amin Shabana selaku anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan. Menurut Amin, dari penyelenggaraan riset terhadap kualitas program siaran televisi yang berlangsung selama delapan tahun, kategori sinetron dan infotainment masih belum mencapai angka indeks yang berkualitas. Menurut Amin, indikator yang dinilai kurang oleh para responden riset adalah tingkat akurasi, prinsip keadilan dan keberimbangan, kepentingan publik dan juga perlindungan atas kepentingan anak. “Meskipun secara realita dua program ini yang memiliki rating tinggi, kami berhadap komitmen dari SCTV untuk melakukan perbaikan atas program sinetron dan infotainment,” ujar Amin yang juga penanggungjawab kegiatan Indeks Kualitas Program Siaran Televisi. Rencananya, KPI sendiri akan mengundang rumah-rumah produksi dari program sinetron dan infotainment untuk ikut mendiskusikan kualitas dua program ini secara serius. “Agar jangan sampai selama satu dekade, kualitas sinetron kita begitu-begitu saja,” harapnya.
Catatan yang juga disampaikan KPI Pusat pada SCTV adalah penayangan program siaran lokal sebagai implementasi terselenggaranya sistem stasiun jaringan (SSJ). Menurut M. Hasrul Hasan sebagai Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P), KPI mendapati satu daerah yang belum memenuhi ketentuan 10% program siaran lokal dan penggunaan bahasa daerah untuk program siaran lokal dari SCTV masih sangat minim. Sedangkan untuk sebaran kategori, program siaran lokal SCTV terdiri atas wisata budaya, berita dan religi. Terkait siaran religi, Hasrul berharap, SCTV tidak lagi memasukkan adzan Maghrib dan Subuh sebagai program siaran lokal. “Ada baiknya untuk program religi, SCTV melakukan kerja sama degan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di daerah untuk memperkaya konten lokal,” ujarnya.
Turut hadir dalam Evaluasi Tahunan ini, Direktur SCM Group Harsiwi Ahmad yang didampingi Gilang Iskandar, (Corporate Secretary SCM) dan Banardi Rachmad (Deputy Director Programming SCTV). Menanggapi evaluasi yang disampaikan KPI, Harsiwi berkata pihaknya akan meningkatkan kualitas siaran agar SCTV di tahun depan tidak lagi pelanggaran. Terkiat catatan terhadap program sinetron, Harsiwi mengakui hal tersebut sebagai tantangan yang cukup besar, apalagi sinetron adalah program yang disukai oleh sebagian besar penonton. Dirinya juga menyampaikan, kondisi saat ini yang membuat televisi harus bekerja lebih keras dalam menghadapi persaingan konten dengan media Over The Top (OTT). “Harus diperhatikan juga di OTT, banyak konten yang dilarang di televisi tapi ada semua di OTT,” ujarnya. Menurut Harsiwi, ini juga menjadi masalah bagi televisi yang berkarya dengan banyak aturan, sementara di OTT tidak ada aturannya.
Sementara itu menurut Banardi Rachman, sinetron dirasa bagai menanggung dosa masa lalu yang luar biasa. DI masa lalu, adegan mengubur orang hidup-hidup bisa muncul di sinetron dan dirasa sebagai seuatu hal yang wajar. Sementara sekarang, sudah ada pergerakan ke arah yang lebih baik, namun persepsi masyarakat atas sinetron di masa lalu tetap ada, ujar Banar. Keinginan kita sebenarnya, televisi dapat menghadirkan PPT (Para Pencari Tuhan) setiap hari. Namun menghadirkan konten berkualitas itu memang tidak mudah, tambahnya. Dia juga berpendapat sinetron di televisi tidak dapat dihilangkan karena sudah ada pola kepemirsaan yang sudah nyaman dengan kehadiran sinetron. “Kalau sinetron gak ada, maka daya tarik televisi juga hilang,”ungkapnya.
Di sisi lain, Banar juga setuju aksi perundungan atau bullying di televisi harus diperhatian. Namun menurutnya edukasi ke publik tentang perundungan bukan sama sekali tidak menampilkan, melainkan membuat koridor yang benar tentang dampak perundungan. Sedangkan terkait usulan agar menghadirkan lokalitas pada sinetron, Banar menyampaikan ongkos produksinya jauh lebih tinggi. Di samping itu, sinetron dengan muatan lokal tidak dihitung KPI sebagai konten lokal, ujarnya.
Usai penandatanganan berita acara Evaluasi Tahunan 2022 untuk SCTV, KPI menyampaikan empat buah buku berdasarkan empat kategori indeks kualitas program siaran televisi.. Empat buku tersebut adalah Religiousitas Dari Layar Kaca, Potret Program Siaran Wisata Budaya di Indonesia, Perbincangan Bermakna di Layar Kaca, dan Potret Kualitas Program Berita di Televisi Indonesia. Keempat buku ini diterbitkan oleh KPI sebagai gambaran kualitas pada masing-masing program siaran yang diteliti melalui program riset KPI selama delapan tahun.