Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengusulkan agar pemerintah melibatkan Pendamping Keluarga Harapan (PKH) dalam pendistribusian set top box (STB) kepada masyarakat yang tidak mampu atau miskin. Pendampingan ini dapat meminimalisir terjadinya kesalahan pemberian atau salah target penerima STB gratis yang diberikan Pemerintah.

Usulan tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, pada saat Webinar bertajuk “Set Top Box (STB): Tak Kenal Maka Tak Digital”, Jumat (177/2/2022) pekan lalu. PKH merupakan salah satu program di Kementerian Sosial (Kemensos) untuk mengentaskan masyarakat miskin di tanah air. 

Menurut Reza, pendampingan ini tidak hanya akan memastikan distribusi STB berjalan baik dan tepat sasaran utamanya pada keluarga tidak mampu, tapi juga menjadi agen ganda bagi sosialisasi program migrasi siaran TV digital sekaligus memberikan penjelasan cara memanfaatkan STB secara tepat dan benar.

“Kemensos memiliki data jumlah masyarakat miskin penerima bantuan dari pemerintah dan datanya memang betul. Kita bisa memanfaatkan data ini sekaligus juga memanfaatkan pendampingnya. Jadi pendamping ini akan memvalidasi bahwa betul dalam satu rumah itu ada berapa jumlah kepala keluarganya agar tidak terkirim lebih dari satu set top box. Ini dapat dilakukan dengan kerjasama antar kementerian yakni kominfo dan kementerian sosial,” kata Echa panggilan akrab Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) KPI Pusat. 

Untuk menunjang informasi STB, Reza juga mengusulkan supaya dibuat situs resmi mengenai semua hal tentang perangkat ini. Isi situsnya mengenai semua hal tentang STB, mulai dari apa itu STB, kapan pelaksanaan migrasi, hingga dimana alamat toko guna membeli alat tersebut.

“Jika ada alamat toko di daerah ini akan membuat permudah mereka membeli STB. Soal ioni banyak ditanyakan KPID dan pemerintah daerah. Mereka menanyakan dimana mendapatkan STB. Dimana STB harus dibeli. Karena diakui belum semua masyarakat kita dapat mengakses belanja online. Jika ada daftar tokonya di daerah akan dapat membantu untuk mempermudah dan menunjang smoothnya pelaksanaan switch off,” tutur Reza.

Reza menambahkan, pihaknya optimis bahwa migrasi siaran akan memberi banyak manfaat bagi masyarakat juga negara. “Siaran juga akan menjadi lebih baik. Penjernihan itu pasti. Khusus konten kita akan berupaya lebih ketat melakukan pengawasan dan ikut memasukan peran masyarakat dalam pengawasan tersebut,” tandasnya. ***/editor: MR

 

 

Jakarta -- Babak baru penyiaran Indonesia akan dimulai tahun ini. Siaran TV analog akan diberhentikan dan beralih ke siaran TV digital. Penghentian ini akan dilakukan secara bertahap mulai 30 April mendatang hingga batas waktu 2 November 2022 mendatang. Akankah peralihan ini membawa manfaat sekaligus keuntungan bagi masyarakat?

Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, mengatakan migrasi siaran ini akan berdampak positif bagi siapapun. Secara teknis, perpindahan siaran yang telah lama ditunggu, membuat kualitas penyiaran menjadi lebih baik seperti suara yang jelas dan gambar jadi jernih tidak semutan. “Tidak ada lagi putar-putar antena untuk dapat gambar. Karena tidak perlu lagi pakai antena,” katanya dalam Webinar bertajuk “Set Top Box (STB): Tak Kenal Maka Tak Digital”, Jumat (177/2/2022).

Kebaikan lain yang diperoleh adalah makin banyaknya TV yang bersiaran. Artinya, dengan begini masyarakat mendapatkan banyak pilihan atau alternatif tontonan. Jika sebelumnya hanya sekitar 20 TV, dengan TV digital bisa lebih banyak lagi.

“Kami prediksi akan tumbuh 50% TV baru dari yang ada sebelumnya di TV free to air. Meskipun memunculkan persaingan, akan bermunculan TV-TV khusus seperti TV berita dan juga TV anak. Sebelumnya kita cuman tahu RTV untuk TV anak,” ujar Reza.

Menurut Reza, kehadiran banyak TV ini dan tersebar secara merata di seluruh wilayah tanah air merupakan tujuan dari pemerataan informasi sekaligus memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi tersebut. Karenanya, migrasi ini diharapkan memberi porsi yang sama di setiap daerah. 

“Jadi tidak akan ada lagi di suatu daerah yang cuman hanya ada satu TV misalnya TVRI karena TV swasta lain tidak ada di daerah tersebut. Masyarakat Indonesia harus dapat informasi dan kesempatan yang sama agar bisa mengembangkan dirinya menjadi lebih baik,” tutur Echa, sapaan akrabnya. 

Namun demikian, lanjut Echa, melimpahnya siaran TV harus diimbangi dengan kualitas isi. Siaran harus sesuai dengan standar yang berlaku. “Memang menjadi tugas kami untuk memastikan bahwa informasi yang akan diterima publik itu informasi yang berkualitas dan sesuai dengan standar. Kami juga akan menyikapi perkembangan ini dengan memperkuat pengawasan kami dengan juga melibatkan masyarakat,” tegasnya.

Menyikapi soal distribusi Set Top Box, Reza mengusulkan adanya banyak ruang informasi agar masyarakat dapat mendapatkan kejelasan dan jawaban tentang STB tersebut. “Harus ada situs yang  bisa memberikan data dan informasi soal ini. Pertanyaanya saya dalam bentuk 5W. Seperti siapa yang akan menerima STB. Lalu, Dimana STB harus dibeli. Jika ada alamat toko di daerah tersebut akan mempermudah mereka membelinya. Ini banyak ditanyakan oleh banyak KPID dan daerah,” ungkapnya. 

Sementara itu, Direktur Standarisasi Perangkat Pos dan Informatika, Ditjen SDPPI Kementerian Kominfo, Mulyadi, menyampaikan pentingnya bersiap menghadapi perpindahan ini dengan segera mendapatkan STB terutama untuk TV yang masih analog.

"Perlu diantisipasi bahwa keluarga yang mampu, maka televisi di rumah masih analog, harus disediakan STB sendiri. Kebiasaan masyarakat kita melakukan di akhir-akhir. Saat pemerintah menyetop siaran TV analog, tidak bisa menerima siaran TV digital, baru dicari STB. Kondisi ini dari pemerintah mencoba dihindari. Pada saat semua orang membeli di waktu bersamaan, kemungkinan besar STB di wilayah tersebut tidak tersedia atau tidak tercukupi," tuturnya. ***/Editor: RG

 

 

Jakarta - Dunia digital bisa mengubah karakter seseorang. Bagi individu yang kurang cakap memanfaatkan, teknologi ini cenderung akan membuatnya lupa identitas dirinya di kehidupan nyata. Oleh karena itu, masyarakat harus bersikap bijak menggunakan platform ini secara positif, kreatif dan cerdas.

Anggota Komisi I DPR RI, Krisantus Kurniawan mengatakan, keberlimpahan informasi yang mudah didapat masyarakat harus diimbangi dengan edukasi yang optimal. Contohnya ketika menggunakan media sosial harus memperhatikan akibat setelahnya ketika berselancar di dunia maya.  

“Masyarakat harus menjadi filterisasi utama dalam menangkal budaya asing. Hindari berita bohong, jangan menyebar budaya kebencian, bijak menggunakan media sosial. Internet harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan hidup kita dan kemajuan bangsa dan negara yang kita dicintai,” tutur Krisantus saat menjadi pemateri dalam diskusi berbasis daring yang diseleggarakan oleh Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan tema “Pemanfaatan TIK Sebagai Sarana Mengembangkan Literasi Digital dan Kecakapan Digital” di Jakarta, (11/2/2022).

Sementara itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengingatkan, sejatinya manusia tak hanya membutuhkan kemudahan. Perlu dingat bahwa setiap manusia membutuhkan nilai abadi yang menjaga pribadi setiap penggunanya agar tetap bernilai dengan pola media baru. 

“Hal ini sejalan dengan kolaborasi KPI dan DPR yang melaksanakan literasi di sejumlah kota di Indonesia. Efek negatif dunia digital perlu diintervensi secara positif dari berbagai pihak, baik pemerintah, instansi pendidikan, dan berbagai stakeholder,” tegas pria yang akrab di sapa Uda Andre ini.

Yuliandre mengungkapkan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan ComScore VMX 2021, kanal Youtube mengalami peningkatan penonton sebanyak 30 persen pada tahun 2021. Dari survei tersebut, ditemukan bahwa lebih dari 100 juta penontonnya berusia di atas 18 tahun yang berasal dari Indonesia. 

“Dapat disimpulkan bahwa peningkatan ini semakin meyakinkan kebutuhan akan layanan internet semakin tinggi,” kata Andre.

Sebagai pakar Komunikasi, Yuliandre memandang internet bukan hanya sekedar mengkoneksikan setiap individu tapi juga memantau setiap pergerakan pengaksesnya. “Bagaimana sosial media menguasai data penggunanya, membuat kecanduan, merusak kesehatan mental anak-anak, sampai membuat masyarakat terjerumus pada jurang polarisasi,” pungkasnya. Maman/Editor: RG dan MR

 

 

Jakarta -- Meskipun zaman dan teknologi berubah, radio tetap bertahan dan masih menjadi daya tarik bagi penggemarnya. Bahkan ketika kotak ajaib atau televisi hadir, nasib radio digadang-gadang banyak orang akan mati lantaran kalah saing. Lantas, bagaimana nasib radio di tengah era disrupsi sekarang?

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, menilai eksistensi radio tidak terusik walaupun dinamika media terus berubah. Sebagai media penyiaran tertua, siaran radio masih banyak ditunggu masyarakat. Namun begitu, model kontennya harus menyesuaikan dengan perubahan yang ada.

“Radio tidak bisa hanya mengandalkan model lama dalam bersiaran tapi harus mengadopsi model yang baru. Meskipun demikian, radio harus tetap menyampaikan informasi yang kredibel kepada pendengarnya,” kata Hardly pada diskusi daring yang diselenggarakan Radio Republik Indonesia (RRI) Ende dalam rangka World Radio Day 2022, Minggu (13/2/2022).

Keyakinan lain Hardly jika radio tetap bertahan pada situasi sekarang karena karakteristik unik radio yang menyerupai media baru yakni unsur interaktifitasnya. Pendengar dan penyiaran bisa saling terkoneksi dalam siaran. 

“Karakter interaktifitasnya ada. Radio itu selalu menyapa pendengarnya. Audiens bisa menelepon untuk berinteraksi dan ini ada di media baru. Hal ini menjadi modal untuk radio tetap eksis dan berkontribusi di era sekarang. Radio itu gak ada matinya. Radio di semua jaman tetap ada, bahkan dengan hadirny internet,” ucap Hardly.

Menurut Hardly, radio harus tetap mempertahankan pola siarannya yang berbasis lokalitas. Tetapi dimungkinkan untuk radio bersiaran secara global hingga melampaui wilayah siaran. “Ini menjadi peluang bagi lokal wisdom untuk diangkat melalui radio dan disebarkanluaskan  kepada khalayak, baik pendengar radio maupun khalayak lebih luas, dengan teknologi yang terus berkembang.” 

Namun begitu, pengembangan tersebut harus diimbangi dengan pembenahan secara berkelanjutan. Pembenahan ini, ujar Hardly, terkait peningkatan kapasitas sumber daya manusianya agar mampu  menghasilkan materi siaran yang kompatible sehingga dapat diamplifikasi (diperkuat) melalui multiplatform internet.

Dalam kesempatan itu, Hardly menegaskan pihaknya (KPI) berkomitmen untuk terus mendorong lahirnya regulasi yang adaptif sehingga mampu mendukung dinamika siaran radio di era digitalisasi internet.

Sekjen Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonsia (PRSSNI), M. Rafiq mengatakan, persaingan yang terjadi sekarang tidak hanya antar radio tetapi juga datang dari tempat yang jauh seperti Netflix dan lainnya. Dia menilai persaingan ini tidak adil. 

“Radio harus tunduk pada sejumlah regulasi seperti UU Penyiaran, UU Pers dan UU Telekomunikasi. Sedangkan, pemain sebelah tidak ada regulasinya. Bisa nggak mereka ditegur. Infrastruktur hukumnya tidak bisa melakukan dan ini juga terjadi dengan TV. Kami tidak menyalahkan siapa-siapa karena hukumnya belum sampai,” keluh Rafiq.

Sementara itu, Konsultan NHK Internasional, Frans Demon, mengatakan selama manusia memiliki telinga keberadaan radio akan ada selamanya. Tapi untuk itu, konten audionya harus terus dikembangkan. 

“Radio dalam masa digital ini justru diuntungkan karena dengan media sosial radio jadi amplifikasi ke mana saja. Di Amerika Serikat, Jepang, Inggris, audiens radio makin tinggi karena mereka dengar radio lewat online atau HP dan perangkat baru lainnya,” tutur Frans yang katanya sejak kecil telah mencintai radio.

Bahkan, kata Frans, radio tidak akan masuk sunset industri. Menurutnya, situasi sekarang ini memang sulit oleh karena jumlah iklan yang turun. 

Frans juga menyampaikan pentingnya belajar dari NHK yang siarannya tetap menarik di telinga pendengar. Ada beberapa hal yang selalu dikedepankan radio milik pemerintah Jepang ini yakni siaran tidak imparsial, mengutamakan kepentingan publik, penguatan budaya, dan perhatian besar terhadap anak dan perempuan dalam siaran. 

“Ini yang bisa kita contoh termasuk RRI. RRI bisa mengambil keuntungan dari sisi lembaga penyiaran publik. Tapi harus konsisten memperhatikan publik jadi siarannya akan didengar,” tandas Frans. ***/Editor: MR

 

 

 

Jakarta --  Perpindahan dari siaran TV analog ke siaran TV digital semakin dekat. Tahap pertama peralihan akan dimulai pada 30 April di sejumlah daerah dan berlanjut bertahap sampai dengan batas yang telah ditetapkan, 2 November 2022.

Kehadiran siaran digital yang telah lama digadang-gadang ini tak hanya menghadirkan kebaikan secara teknis tapi juga keuntungan finansial secara digital. Penggunaan frekuensi pun menjadi lebih efisien sehingga bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lain. Selain itu, akan muncul pemain-pemain baru dalam industri penyiaran terutama di tingkat lokal.

“Jika selama ini pelaku industri penyiaran hanya tumbuh di kota-kota besar, penghentian siaran analog berpotensi menumbuhkan ekosistem penyiaran baru di tingkat lokal atau daerah,” kata Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, ketika mengisi acara diskusi publik bertajuk “Keluarga Keren Mendukung Migrasi TV Digital”, Rabu ((/2/2022) lalu.

Menurut dia, tumbuhnya industri penyiaran  daerah tak hanya berkutat pada wadah atau rumah produksinya, akan tetapi mencakup pembuat konten hingga sumber daya manusia penopang industri penyiaran tersebut. Artinya, penghentian siaran analog ini justru akan dapat memberdayakan masyarakat di daerah.

Selain soal manfaat, hal lain yang disampaikan Nuning mengenai tantangan utama keberagaman konten tersebut. Peran pengawasan isi siaran menjadi makin berat dan penting. “Keberagaman isi siaran ini akan membutuhkan pengawasan yang lebih massif daripada sebelumnya,” tutur dia.

Hal senada turut disampaikan Subkoordinator LPS dan LPA Televisi Kementerian Kominfo, Mesania Mimaisa Sebayang. Peralihan siaran televisi analog ke siaran digital membawa sejumlah manfaat. “Salah satu manfaat yang dihadirkan dari teknologi siaran digital adalah diversifikasi konten siaran," katanya dalam diskusi tersebut.

Mimaisa menambahkan, penghentian siaran televisi analog akan mendorong produksi konten-konten edukatif, kreatif, dan variatif dari industri penyiaran dalam negeri.

Sementara itu, Direktur Viva Media Group, Neil R Tobing menambahkan, kunci sukses migrasi ke siaran TV digital adalah pada sosialisasi kepada masyarakat."Kemudian hal lainnya harus dilakukan berbagai upaya untuk menjamin kualitas konten siaran," ujarnya.

Dia mengatakan, potensi keragaman konten yang ditimbulkan dari program Migrasi TV Digital harus diimbangi dengan sistem dan kebijakan pengawasan yang terstruktur. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.