- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 4632
Jakarta - Dinamika perkembangan teknologi yang berimbas pada perubahan ekosistem penyiaran harus disikapi pelaku penyiaran dengan ikut melakukan konvergensi siaran agar dapat tetap bertahan. Media penyiaran konvensional masih menggunakan analog terrestrial harus mulai melakukan replikasi ke berbagai platform media digital, sebagai usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan jumlah pendengar dan pemirsa. Hal tersebut disampaikan Hardly Stefano Pariela selaku Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang kelembagaan, dalam Webinar Nasional yang bertajuk Prospek Bisnis Penyiaran Era Digitalisasi di Daerah: Peluang dan Tantangan yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Daarud Da’wah Wal Irsyad (FEBI IAI DDI) Polewali Mandar, Sulawesi Barat secara virtual, (21/7).
Data yang dikeluarkan oleh Hootsuite menunjukkan pola konsumsi media di Indonesia paling banyak mengakses internet, menggunakan sosial media dan selanjutnya menonton televisi. Berangkat dari data ini, ujar Hardly, televisi dan radio harus bergerak menyesuaikan dengan perubahan ekosistem, yakni memanfaatkan seluruh platform media digital untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Artinya, ujar Hardly, televisi dan radio dapat tetap bersiaran seperti sekarang dan juga melakukan siaran di berbagai platform media lain.
Perubahan signifkan pada ekosistem penyiaran ini, sebenarnya menjadi peluang yang sangat besar bagi lembaga penyiaran di daerah untuk bergeliat maju. Hardly melihat banyak peluang yang harus ditangkap lembaga penyiaran di daerah di era konvergensi media ini. Beberapa opsi disampaikan Hardly serta konsekuensi yang muncul terkait model keleluasaan aturan dalam konten ataupun pendapatan.
Hardly menegaskan, kini sudah tiba masanya semua orang dapat membuat konten media, baik secara visual, audio ataupun audio visual, tanpa ada hambatan ataupun sekat ruang dan waktu. “Istilahnya adalah information on demand,” ujar Hardly. Jika sebelumnya televisi dapat ditonton berdasarkan jadwal dari pengelola siaran, maka hari ini kita dapat mengambil siaran kapan pun sesuai kebutuhan. Sekaranglah eranya internet of thing, semuanya sudah ada di cloud, tegasnya.
Secara prinsip penyiaran hari ini terbagi menjadi dua, yakni penyiaran analog yang bicara terkait wilayah layanan, ijin penyelenggaraan penyiaran (IPP), atau pun peluang usaha. Sedangkan yang satu lagi adalah penyiaran digital yang sudah meruntuhkan segala batas dan sekat, borderless. Siaran yang diproduksi di Mamuju sekarang sudah dapat diterima di daerah lain, lintas pulau bahkan manca negara. Konvergensi menjadikan media terrestrial yang disupport internet dapat menjaga pemirsa sesuai dengan wilayah layanan siar, sementara di saat bersamaan dapat menjangkau wilayah baru di luar wilayah layanan siarnya. Peluangnya konten-konten lokal di daerah dapat dijangkau publik lebih luas, termasuk masyarakat diaspora yang tinggal di luar daerah asalnya.
Hardly menilai, ini juga menjadi sebuah kesempatan bagi penyiaran di daerah melawan dominasi informasi yang Jakarta centris seperti saat ini. Kekuatan penyiaran daerah adalah pada lokalitas, ujarnya. Maka penyiaran daerah pada era digital harus mampu mengangkat isu lokal yang berdampak global dan mengangkat isu global yang memiliki dampak lokal.
Ditegaskan oleh Hardly, harus ada dukungan pengembangan bisnis penyiaran daerah dari ekosistemnya, yakni pemerintah daerah lewat regulasi dan kebijakan afirmatif, masyarakat daerah dan juga KPI Daerah yang memberikan dukungan besar agar penyiaran di daerah berkembang. Hal lain yang menjadi perhatiannya adalah kehadiran concern group atau kelompok pemerhati penyiaran di daerah. Kelompok ini yang kemudian dapat bersinergi dengan KPI dalam menghadirkan konten-konten penyiaran yang selaras dengan kepentingan publik. Di satu sisi, menurut Hardly, KPID juga harus hadir membuat kebijakan yang menstimulasi perkembangan penyiaran di daerah. Dia juga menyampaikan pentingnya edukasi publik terhadap konten siaran berkualitas yang juga butuh support agar dapat berkesinambungan hadir di lembaga penyiaran. Hal ini sudah digagas KPI Pusat melalui Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa dan Bicara Siaran Baik. Sebagai perwakilan kepentingan publik, KPID juga diharapkan selalu tanggap terhadap dinamika penyiaran yang terjadi, agar setiap kepentingan publik dapat terakomodir dan medium penyiaran memberikan manfaat yang maksimal bagi kesejahteraan masyarakat di daerah.