- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 369
Bandung – Dimulainya kontestasi politik di tingkat daerah atau pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024, seharusnya dibarengi dengan pemerataan aksesibilitas siaran bagi masyarakat. Sayangnya, keterjangkauan siaran free to air (FTA), TV dan radio, masih jadi kendala. Masih banyak masyarakat daerah yang belum dapat menerima siaran karena blank spot. Padahal, informasi terkait pesta demokrasi lokal ini sangat dibutuhkan mereka.
Pada saat pendampingan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi I DPR RI terkait Persiapan Pengawasan Penyiaran Pilkada di Lembaga Penyiaran yang berlangsung di kantor Gubernur Jabar, Bandung, Jawa Barat (Jabar), Rabu (28/8/2024), permasalahan siaran Pilkada di wilayah blank spot ini diutarakan Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza.
Terkait hal ini, Reza mengusulkan dan mendorong pemanfaatan media penyiaran lain yakni Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) untuk memasok kebutuhan informasi tersebut. Pasalnya, di banyak daerah yang tidak tersedia siaran free to air justru terjangkau siaran dari LPB.
Berdasarkan data, dari 416 kabupaten dan kota terdapat 113 wilayah kabupaten dan kota yang tidak terjangkau siaran free to air. Bahkan, di Jabar khususnya daerah Bandung, masih ada wilayah yang blank spot seperti di Bandung wilayah timur dan selatan.
“Keterbatasan ini tentunya akan menyulitkan pihak penyelenggara dan juga kontestan untuk mensosialisasikan dan mengkomunikasikan pesan politiknya ke masyarakat. Masyarakat juga jadi tidak tahu siapa saja calon-calon pemimpin dan visi misinya. Inilah kenapa kami mendorong LPB, termasuk di wilayah NTB (Obel-obel) yang baru tiga tahun terjangkau siaran itu, untuk bisa dimanfaatkan dalam menyiarkan pilkada ini,” kata Mohamad Reza.
Masih menyoal siaran Pilkada, Reza juga mendorong lembaga penyiaran untuk memproduksi konten Pilkada berdasarkan kebutuhan di masing-masing daerah. Pada pengalaman Pilkada sebelumnya, hampir sebagian besar siaran kontestasi lokal ini diolah, diproduksi dan dimanfaatkan lembaga penyiaran dari Jakarta.
“Jangan bawa pilkada ke Jakarta. Debatnya dan iklannya bawa ke daerah. Bikin di daerah masing-masing dan dimanfaatkan oleh lembaga penyiaran di daerah itu. Hal ini agar radio maupun TV dapat pemerataan dan masyarakat daerah dapat menikmati informasi pilakda ini. Kami berharap ini menjadi perhatian. Kami berharap LPP, LPS dan LPB termasuk radio bisa bersama-sama memanfaatkannya,” tuturnya yang turut diamini Anggota KPI Pusat Aliyah, Tulus Santoso, dan Muhammad Hasrul Hasan yang hadir dalam pertemuan koordinasi itu.
Menyangkut pengawasan siaran Pilkada, Reza menyampaikan jika pihaknya terus melakukan dan melanjutkan kolaborasi serta kerja sama dengan berbagai stakeholder termasuk KPID dan Dinas Infokom di daerah. “Kami melakukan banyak kegiatan bersama melalui program sosialisasi dan literasi terkait pemantauan dan pengaduan siaran pilkada,” tandasnya.
Kolaborasi pengawasan siaran pilkada
Sementara itu, Komisi I DPR RI mendorong adanya kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Jabar melalui Diskominfo, KPI Pusat, KPID Jabar serta LPP TVRI dan RRI dalam hal pengawasan program penyiaran pilkada yang tidak keberpihakan.
“Sekarang 3 bulan lagi pilkada serentak, ini akan lebih riuh kondisinya karena pemilihan di 27 kota/kabupaten dan 1 provinsi. Dengan konfergensi media hari ini begitu hebatnya, maka peran TVRI dan RRI sangat signifikan untuk membentuk opini publik. Ini yang sedang kita jaga untuk tujuan pemilu damai, netral,” kata Ketua Tim Komisi 1 DPR RI Junico Siahaan dalam pertemuan itu.
Saat ini, lanjutnya, penyebaran jangkauan siar masih terbatas, sehingga masih ada risiko potensi dis-informasi yang dapat merugikan masyarakat, “Oleh karena itu kita ingin menjaga netralitas, jangan sampai kita terlena dengan tantangan kedepan distrupsi digital, dis informasi. Jangan sampai masyarakat menjadi korban karena literasi informasi yang beredar itu salah,” jelasnya.
Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin menambahkan, kolaborasi antara Pemprov, KPI dan lembaga penyiaran merujuk pada Deklarasi Jabar Anteng (Aman Netral Tenang) yang terbukti membawa Jabar kondusif saat Pilpres 14 Februari lalu.
"Kami telah mendeklarasikan Jabar Anteng dan berharap masyarakat menyikapi proses demokrasi ini dengan penuh kedewasaan, tetap menjadikan persatuan dan kesatuan di tengah perbedaan pandangan politik," ujar Bey.
Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak hampir 50 juta jiwa, dan DPT terbanyak sekitar 35 juta pemilih, Jabar relatif sukses menggelar pelaksanaan Pemilu. "Kami termasuk provinsi yang terendah dalam pelanggaran yang dilakukan oleh ASN. Kami akan terus bertahan dan mengedepankan azas tersebut," imbuhnya.
Dia juga memandang lembaga penyiaran berperan krusial sebagai media informasi yang dapat membentuk opini publik dan memengaruhi persepsi masyarakat tentang Pilkada. Karenanya, kolaborasi pihaknya dengan lembaga penyiaran juga mencakup pengawasan konten publikasi di kanal publikasi Pemprov serta pengawasan konten media digital yang bekerja sama dengan media di Jabar. ***