Gorontalo - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Universitas Negeri Gorontalo (UNG) sepakat untuk bekerja sama melakukan riset terkait penyiaran yang ada di Gorontalo. Upaya ini dilakukan guna melihat sejauhmana kebutuhan masyarakat terhadap penyiaran.
Hasil riset ini nantinya akan dijadikan standar penyiaran yang ada di Gorontalo. Di samping itu, UNG akan melakukan peran aktif untuk melakukan riset dan survei penyiaran di daerah di Gorontalo. Upaya ini untuk mengetahui seperti apa keinginan masyarakat terhadap semua konten penyiaran yang mereka terima.
"Kegiatan kerja sama KPI Pusat bersama Universitas Negeri Gorontalo untuk melakukan riset untuk menilai kebutuhan masyarakat di Gorontalo terkait penyiaran," ujar Komisioner KPI Pusat Irsal Ambia, beberapa waktu lalu.
Hasil riset ini, sambungnya, juga akan dijadikan standar lembaga penyiaran di Gorontalo. Sehingga harapannya ke dapan penyiaran di Gorontalo akan sesuai dengan kebutuhan.
Anggota Komisi 10 DPR RI, Elnino Mohi, mendukung riset yang dilakukan KPI. Selain itu, ia juga berpesan jangan sampai terjebak pada dunia pendidikan formal, karena itu perlu adanya pengembangan mencerdaskan kehidupan bangsa melalui media media lainnya. Red dari berbagai sumber/Editor: MR
Jakarta -- Sebanyak 124 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatik (Kemenkominfo) diangkat dan diambil sumpah sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), 3 diantaranya bertugas di Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Selasa (18/1/2022). Pengangkatan dan pengambilan sumpah PNS tahun 2022 ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kominfo dilakukan secara luring serta daring.
Kepala Biro Kepegawaian dan Organisasi Kemenkominfo, Mewakil Menteri Kominfo, Imam Suwandi, meminta para pegawai yang telah diangkat sebagai PNS untuk menjalankan tugasnya dengan penuh penghayatan dan konsistensi. Sebagai PNS milineal, harus ikut dan mendorong tiga strategi yang menjadi tujuan kementerian yakni mendorong percepatan digital, infrastruktur dan perkuat transparansi publik.
“Peningkatan kompetensi digital harus ditingkatkan. Jadilah ASN yang dapat menciptakan inovasi berskala nasional. ASN Kominfo harus dapat menjadi teladan PNS di Indonesia,” pintanya.
Sementara itu, Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri, berharap PNS baru di lingkungan kerja KPI dapat mendorong dan menciptakan inovasi baru dan semangat yang tinggi sehingga kinerja lembaga negara ini makin baik ke depannya. “Selamat bekerja dan beri yang terbaik buat bangsa ini,” tandasnya. ***/Foto: AR/Editor: MR
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga berharap kegiatan Konferensi Penyiaran yang direncanakan berlangsung pada Mei 2022 mendatang di Yogyakarta, memberi kemanfaatan besar untuk masyarakat, stakeholder penyiaran dan dunia pendidikan di tanah air. Karenanya, KPI dan UIN Sunan Kalijaga akan banyak melibatkan masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan dalam kegiatan tahunan ini.
“Saya rasa Konferensi Penyiaran bulan Mei besok akan banyak melibatkan berbagai stakeholder penyiaran. Kegiatan ini merupakan dedikasi kedua lembaga kepada dunia penyiaran Indonesia dan telah mendapatkan perhatian khusus, bukan saja dari sisi regulator melainkan dari berbagai pihak,” kata Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, ketika menerima kunjungan balasan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Univeritas Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Mochamad Sodik di kantor KPI Pusat, Kamis (13/1/2022).
Menurut Andre, hajatan besar yang sebelumnya berlangsung di kota Padang, Sumatera Barat (2019) dan terakhir di Makassar, Sulawesi Selatan (2021), direncanakan akan mengkolaborasikan berbagai pemikiran dan masukan dari berbagai elemen penyiaran. “Kita tidak hanya mengedepankan aspek penelitian dari kalangan akademis saja, tapi juga dari praktisi penyiaran sehingga harapannya akan ada sesuatu pembaruan dalam pelaksanaan konferensi tahun ini,” jelasnya.
Lebih dalam Andre menjelaskan, hasil pemikiran para akademisi dan peneliti tentang penyiaran itu akan digunakan untuk mengedukasi masyarakat agar mereka lebih terampil, kritis, etis, dan selektif dalam menggunakan media komunikasi.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Suka Yogyakarta, M. Sodik mengatakan, pihaknya merasa terhormat atas amanah KPI yang mempercayakan kegiatan Konferensi Penyiaran ini kepada UIN. Dia menyampaikan dari hasil kunjungan yang dilakukan KPI minggu lalu, pihaknya telah mematangkan beberapa konsep kegiatan diantaranya tema Konferensi Penyiaran Indonesia 2022 yakni “Mewujudkan Media Komunikasi dan Penyiaran yang Berbasis Etika, Moral dan Kemanusiaan menuju Peradaban Baru”.
UIN juga telah menyiapkan berbagai macam ragam kegiatan yang nantinya menjadi rangkaian kegiatan Konferensi Penyiaran. Harapannya, momentum ini tidak hanya sebagai ajang akademik, tapi juga ajang eksistensi seni kebudayaan lokal.
M. Sodik menegaskan, sesuai arahan Rektor UIN, kegiatan ini tidak akan terfokus pada pelaksanaan di lingkungan fakultas tapi akan melibatkan seluruh elemen yang ada di UIN Sunan Kalijaga.
“Esensi dari kegiatan ini tidak terfokus pada konferensi saja. Saya harap ada beberapa program kerja yang bisa dibawa KPI terkait dunia komunikasi dan penyiaran yang bisa disinergikan. Tim yang terlibat telah menyiapkan berbagai macam kebutuhan, baik konsep acara dan kesiapan teknis lainnya. Memandang konferensi yang akan datang bakal melahirkan peradaban baru dari aspek penyiaran di Indonesia,” katanya
Di tempat yang sama, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, menyampaikan apresiasi atas upaya yang telah dilakukan UIN. Selain itu, dia menilai, perlu adanya kesiapan dari berbagai pihak untuk menyukseskan kegiatan ini, mulai dari Lembaga Penyiaran baik induk jaringan dan lokal, praktisi penyiaran hingga mahasiswa.
“Semarak konferensi ini juga akan ditinjau sebagai Pekan Penyiaran dengan kemasan yang apik. Kegiatan seperti ini dapat dijadikan sebagai parade siaran baik,” tandas Nuning.
Turut hadir menerima kunjungan tersebut, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano dan Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri. Maman/Editor: RG,MR/Foto: AR
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) memiliki tanggungjawab besar terhadap pengawasan siaran sekaligus tumbuh kembang lembaga penyiaran di daerah. Karenanya, keberadaan lembaga yang ada disetiap provinsi ini harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah setempat lewat penguatan penganggaran.
“Tugas dan fungsi KPID itu sangat besar, tidak hanya soal pengawasan siaran saja tapi juga menguatkan kualitas sumber daya manusianya. Selain itu pula, KPID berkewajiban membuat masyarakat di daerah menjadi cerdas lewat berbagai program kegiatan seperti literasi media dan sosialisasi,” kata Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, saat menerima kunjungan Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, H. Adhan Dambea, di Kantor KPI Pusat, Kamis (13/1/2022).
Alasan Reza menyampaikan hal ini dikarenakan kondisi KPID di beberapa provinsi seperti KPID Gorontalo dinilai memprihatinkan karena sedikitnya dukungan anggaran dari pemerintah daerah. “Saat ini, anggaran untuk KPID mekanismenya berbentuk hibah. Hal ini makin menyulitkan. Kondisi ini membuat saya sedih. Mestinya KPID didukung penganggaran yang kuat karena tugas dan fungsinya luas,” kata mantan Komisioner KPID Gorontalo ini.
Reza berharap pemerintah daerah Gorontalo memberi dukungan terhadap KPID dalam menjalankannya tugasnya. Pasalnya, ada 50 lembaga penyiaran, baik TV dan radio, yang bersiaran di wilayah Gorontalo yang mesti diawasi.
“Pengawasan ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Semoga hal ini menjadi catatan bagi pemerintah daerah bahwa keberadaan KPID Gorontalo sangat penting. KPID ini merupakan refresentasi masyarakat di daerah. Jika lembaga ini tidak ditunjang dengan baik akan dikhawatirkan dampak tidak baiknya terhadap masyarakat,” ujar Reza.
Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, H. Adhan Dambea, menyatakan siap mendukung tugas dan fungsi KPID dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Menurutnya, fungsi sosialisasi menjadi salah satu peran yang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan KPID. “Harus ada yang memberi sosialisasi ini dan itu dilakukan KPID,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Reza menyampaikan perubahan UU Penyiaran tahun 2002 diharapkan memberi peluang yang baik untuk penguatan kelembagaan KPID. “Kita berharap revisi UU Penyiaran menyelesaikan persoalan KPID,” tandasnya. ***/Foto: AR/Editor: MR
Banda Aceh – Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Irsal Ambia, menyampaikan tentang perkembangan regulasi penyiaran terhadap media baru di Indonesia. Menurutnya, hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur keberadaan media baru khususnya media berbasis internet seperti YouTube ataupun media sosial.
KPI selaku lembaga negara yang memiliki peranan dalam mengawasi ruang publik, khususnya televisi dan radio yang selama ini mengacu pada UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran merasa perlu adanya regulasi baru sebagai respons dan penyelarasan dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin masif.
“Saat UU No 32 ini lahir, perkembangan internet belum seperti saat ini. Sedangkan kondisi sekarang, dengan adanya internet memungkinkan individu melakukan kerja-kerja penyiaran di berbagai platform berbasis internet,” kata Irsal dalam Stadium General bertema “Penyiaran dan Media Baru” yang diselenggarakan Prodi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam Pascasarjana UIN Ar-Raniry yang berlangsung di Ruang Sidang Direktur Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Jumat (7/1/2022) lalu.
Karena itu pula kata mantan komisioner KPI Aceh ini, selama ini konten-konten di media baru banyak yang tidak sesuai norma-norma sosial maupun agama, mengandung unsur pornografi, atau konten-konten provokatif yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa Indonesia. Di sisi lain kata dia, kehadiran konten-konten yang notabenenya menghasilkan profit ini tidak memberikan benefit apa pun bagi pendapatan negara.
“Ini yang membedakan antara media penyiaran seperti televisi yang selalu membayar pajak dan konten-kontennya yang menggunakan ruang publik bisa diawasi,” katanya.
Indonesia sebagai pasar terbesar ketiga dunia setelah Cina dan India di bidang teknologi informasi menjadi sasaran empuk para pelaku industri di media baru ini. Contohnya kata Irsal, kehadiran platform-platform penyedia layanan media streaming yang mendapat tempat di hati pemirsa Indonesia dan mendulang profit besar, tetapi tidak sedikit pun menyumbang pendapatan atau pajak bagi negara Indonesia.
Ia berharap isu media baru dan kebutuhan akan regulasinya ini dijadikan isu penting di kampus dan bisa melahirkan kajian-kajian ilmiah terkait hal tersebut, sehingga akan adanya perbincangan atas dasar akademik untuk perbaikan regulasi penyiaran. Menurut Irsal, pihak KPI masih terus berusaha agar ada regulasi media baru.
“UU No 32 Tahun 2002 itu hanya mengatur untuk televisi dan radio saja, sedangkan perkembangan sudah sangat pesat. UU ini bisa dibilang masih konvensional, sedangkan di negara lain sudah sangat progresif,” katanya lagi.
Dengan adanya regulasi tentang media baru ini kata dia akan menjadi dasar dalam melakukan pengawasan terhadap media baru khususnya dalam hal penerapan prinsip keadilan bagi pelaku industri media, prinsip keadilan antara TV konvensional dan layanan over the top (OTT) atau semua layanan ayang menggunakan medium internet untuk penyiarannya, perlindungan konsumen dari penyalahgunaan data, serta perlindungan konsumen dari konten yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia.
Kegiatan ini dihadiri para peserta yang berasal dari kalangan praktisi dan akademisi media dan komunikasi. Mereka turut menyuarakan kekhawatiran terhadap berbagai konten pada media baru yang merusak karakter dan norma sosial masyarakat serta sangat berharap adanya regulasi khusus dan media baru tersebut harus dikawal secara ketat. Mereka menyuarakan agar negara tidak boleh kalah dari content creator dan perusahaan media baru dari luar negeri.
Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Direktur Pascasarjana UIN Ar-Raniry Dr. Mustafa. Dalam sambutannya ia berpesan kepada para pelaku media untuk kritis, kritik, dan rasional, serta penuh kedamaian. Para pengusaha media dan jurnalis perlu mencari strategi-strategi baru untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Ketua Prodi Magister Komunikasi Penyiaran Islam, Saiful Akmal, mengusulkan agar kampus menjadi rumah atau think-thank bagi penyuaraan keadilan dalam dunia industri penyiaran dan media baru. Ia menyarankan KPI untuk menggandeng kampus menjadi mitra dalam penyusunan dan evaluasi indeks penyiaran dan media baru secara berkelanjutan.
“Invasi dan hegemoni asing melalui platform media baru perlu mendapatkan perhatian semua pemangku kepentingan untuk dikelola secara baik dan mengedepankan kepentingan generasi mendatang dan kedaulatan bangsa,” katanya. **/Red dari berbagai sumber/Editor: MR
Ada dialog mengunakan kata " musafir " sedangkan kata tersebut dalam arti orang yang sedang melakukan perjalanan jauh.
Sedang dalam film atau sinetron ini mengisahkan seorang sedang mencuri sebuah robot yang akhirnya pencuri tersebut terpergok oleh seorang warga , maka orang tersebut menanyakan kepada kpada pencuri tersebut sbb :
Seorang warga bertanya : kamu mencuri Yach...
Maka pencuri tersebut kaget dan spontan menjawab : " Saya Musafir pak...
Tolong pihak KPI beri peringatan kepada pihak produser film/sinetron dan pihak MNC group . Karena dialog tersebut tidak mendidik dan nanti bisa di salah artikan dan digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.Terimakasih.
Pojok Apresiasi
Rahmad very
Mohon maaf sebelumnya
Apakah semua hantu wajib di sensor kesan film horor dan seni dari film menjadi hilang bila hantu di sensor
Mohon maaf, Menurut saya lebih baik jangan semua kesan film di sensor, seni dan kreasi film jadi tidak kelihatan, iya saya paham ini untuk menjaga dari pandangan anak kecil
Menurut sayang anak kecil kebanyakan sinetron dan drama yang menyebabkan anak kecil sifat dan perilaku kurang mendidik, seperti kartun film horor, tidak ada sangkut paut untuk ini, jadi mohon maaf tolong jangan di sensor setiap hantu atau kartun