Pontianak – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta kepada seluruh lembaga penyiaran untuk menyajikan tayangan yang ramah anak. Demikian disampaikannya Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat acara Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran TV “Potret Tayangan Anak di Televisi Indonesia”, di Gedung Konferensi Universitas Tanjungpura Pontianak, Sabtu (23/7/2022).

Bertepatan dengan Hari Anak Nasional 2022 bertemakan “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”, Nuning berharap semakin banyak program tayangan yang ramah anak.

“Di hari Anak Nasional ini kami dari KPI meminta kepada seluruh lembaga penyiaran untuk berkomitmen bersama memberikan tayangan yang ramah anak. Tidak semata-mata program anak tetapi diseluruh tayangan ramah anak baik itu program jurnalistik, sinetron, variety show maupun program lainnya,” ucap Nuning.

Nuning mengungkapkan, di tahun ini sudah banyak lembaga penyiaran yang ditegur lantaran menyajikan tayangan yang tidak ramah anak.

“Teguran di tahun ini sangat banyak bahkan yang paling tinggi pasal tentang perlindungan anak dan remaja yang masih banyak ditemukan pelanggarannya diantaranya program berita yang menghadirkan anak sebagai narasumber yang diluar kapasitas, kemudian korban dan pelaku kekerasan seksual menjadi objek berita yang tidak dilindungi identitasnya,” ungkapnya.

Nuning menegaskan, ketiga anak menjadi korban maupun pelaku yang masa depannya masih dipertaruhkan sangat panjang, maka komitmen dari lembaga penyiaran harusnya menghadirkan dan melindungi anak secara komprehensif. Tidak hanya anak sebagai sumber berita tapi bagaimana anak sebagai penerima dampak dari informasi yang dihadirkan lembaga penyiaran.

Ia menjelaskan, kepada lembaga penyiaran yang masih melanggar maka diberikan sanksi sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

“Pertama memberikan teguran tertulis kepada lembaga penyiaran, kalau memang sudah kumulatif pelanggaran sampai ketiga bisa jadi kita berikan penghentian sementara. Tapi saat ini yang sudah dilakukan KPI adalah memberikan teguran kepada lembaga penyiaran dan kita juga lakukan pembinaan SDM dari lembaga penyiaran agar para jurnalis, kameramen atau peliput bisa memposisikan anak sebagai narsum dengan proporsional,” tukasnya. Red dari berbagai sumber

 

 

Kudus -- Penyiaran sebagai penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya makin sangat strategis, terutama dalam mengembangkan alam demokrasi di negara indonesia. Penyiaran memiliki kemampuan untuk meneguhkan konfigurasi nasionalisme, kedaulatan, dan kewarganegaraan suatu bangsa. 

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Lestari Moerdijat, saat menjadi keynote speaker di Seminar Forum Masyarakat Peduli Penyiaran Komunitas, Kualitas, dan Konvergensi media di Universitas Muria Kudus (UMK), Jumat (22/7/2022) lalu. 

Indonesia yang memiliki beragam suku dan budaya selain menjadi kelebihan namun sangat rentan untuk terjadinya perpecahan. Oleh karena itu, pengelolaan media penyiaran yang baik dengan literasi penyiaran kepada masyarakat merupakan bentuk upaya dalam mencegah perpecahan tersebut terjadi. 

Lestari Moerdijat mengatakan penyiaran memiliki ruang sangat penting karena kemampuannya dalam menyampaikan pesan-pesan kebangsaan (kebhinekaan) walaupun kita berbeda sebenarnya kita satu. 

Dia juga menyatakan bahwa perbaikan sistem pendidikan Indonesia harus segera dilakukan khususnya pendidikan seks pada anak usia dini. Kasus meninggalnya anak 11 tahun akibat bullying di Tasikmalaya, membuat Ririe prihatin karena perundungan tersebut dilakukan oleh anak sebaya. 

"Sistem pendidikan kita harus segera diperbaiki dengan memberi pendidikan seksual terhadap anak sesuai usianya, sehingga anak-anak kita bisa terhindar dari tindak kekerasan seksual yang marak belakangan ini", ucap Rerie, sapaan akrabnya. 

Begitu cepatnya kemajuan teknologi dan arus deras informasi sekarang ini, harus diimbangi dengan pemahaman literasi yang mumpuni. Hal itu sangatlah penting agar masyarakat memiliki landasan agar bijak memilih dan memilah konten yang beredar pada media apalagi anak kecil pun bisa bebas mengakses segala konten tanpa batas. 

Lestari menilai, pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merupakan langkah proteksi yang baik terhadap publik. Rerie mengatakan, adanya aturan PSE dari Kominfo merupakan wujud kedaulatan bangsa demi membatasi konten yang bisa merusak generasi penerus.

Ririe yang juga anggota Komisi X DPR RI Dapil II Jateng ini, mendorong para pengelola lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi agar mampu bersama menciptakan masyarakat khususnya generasi muda yang melek dan sadar akan literasi penyiaran. Media digital yang masif sekarang ini, membuat semua orang dapat menciptakan konten apapun tanpa batasan dengan tujuan dan model sesuai seleranya, sehingga masyarakat sendirilah yang harus memiliki landasan literasi dan sensor khusus terhadap konten tersebut. 

"Perguruan tinggi harus bisa secara aktif mengambil peran, khususnya bagaimana kita menyiapkan masyarakat Indonesia khususnya Indonesia agar bisa terlibat aktif dalam literasi penyiaran", ajaknya.

Terakhir, Ririe menyampaikan bahwa penyiaran sangatlah penting bagi kehidupan manusia, "Sampai kapanpun, meski teknologi berubah, cara berubah , namun yang namanya penyiaran akan tetap ada dikehidupan manusia karena sejatinya penyiaran adalah bagaimana kita berkomunikasi dan menyampaikan pesan", tandasnya.

Adapun seminar yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bekerjasama dengan UMK ini, bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk peduli terhadap kualitas penyiaran di Indonesia dimana kualitas penyiaran memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi yang positif demi kemajuan bangsa. ***/Foto: AR

 

 

Jakarta -- Menjaga peradaban desa tak melulu hanya soal menguatkan masyarakatnya secara ekonomi. Penguatan lain yang tak kalah penting dilakukan untuk masyarakat di desa pada saat ini adalah literasi. 

“Literasi juga dapat digunakan untuk pengembangan desa yang akan berujung pada penguatan ekonomi desa,” kata Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat menjadi narasumber kegiatan Pre-Event Pilar Peradaban Desa G20 yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP), Rabu (20/7/2022) lalu.

Menurut Nuning, literasi tak hanya persoalan baca dan tulis, tapi bagaimana masyarakat desa mampu memanfaatkan dan mendapatkan informasi atau berita yang lebih luas, baik dan berkualitas. Selain juga punya kemampuan dan kapasitas menganalisa informasi tersebut.

“Ketika berbicara literasi maka tentunya ada kapasitas evaluasi yang  digunakan untuk mengevaluasi apakah ada informasi hoax atau tidak benar. Dan, jika berbicara media imtidak hanya media konvensional tapi juga media baru. sehingga perlu penguatan kpasitas literasi tentang Bagaimana masyarakat desa bisa mengakses, menggunakannya secara baik, dan tidak meihatnya sebagai pemenuhan kebutuhan hiburan saja,” jelas Nuning.

Menyangkut penyiaran, Nuning menilai potensi yang ada di sektor ini sangat ideal mendukung penguatan potensi-potensi yang ada di masyarakat desa. Media penyiaran punya pengaruh luas dan kuat sekaligus efektif. Apalagi secara jumlah lembaga penyiaran di Indonesia termasuk yang paling banyak di dunia yakni 3074 TV dan radio.

“Potensi itu bisa diberdayakan, karena penguatan ini bukan hanya soal ekonomi namun ada banyak hal,” tuturnya. 

Nuning juga menyampaikan proses digitalisasi di penyiaran ikut mendukung upaya penguatan dan pengembangan desa. Kesulitan akses informasi yang dirasakan masyarakat desa yang ada di daerah 3 T (tertinggal, terluar dan termiskin) akan sirna melalui program siaran digital. 

“Dengan digitalisasi penyiaran, potensi keterjangkauan akses atas informasi akan semakin luas. Masyarakat di desa dapat menjangkau informasi melalui siaran TV digital. Artinya, integrasi nasional bisa terjaga dan luberan siaran asing dari negara luar dapat diantisipasi dengan baik melalui sistem penyiaran baru ini,” katanya. 

Di ujung paparan, Nuning berharap seluruh perwakilan desa mampu memanfaatkan potensi penyiaran yang ada di desa misalnya dengan mendirikan radio komunitas di wilayah tersebut. “Radio ini memiliki proximity atau kedekatan dengan pendengarnya. Jadi sangat cocok. Selain juga harus pandai-pandai memanfaatkan media digital dengan juga meningkatkan kualitas sumber daya manusianya,” tandasnya. ***

 

Kudus -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Universitas Muria Kudus (UMK) jalin kerjasama penguatan kualitas program penyiaran di Indonesia. Kerjasama ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) yang berlangsung di Gedung Rektorat UMK, Kamis (21/7/2022) lalu.

Komisioner KPI Pusat, M. Reza mengatakan, melalui penandatanganan ini diharapkan dapat memperkuat sinergi dalam menjaga tatanan penyiaran di Indonesia. "Nantinya kita bisa berkolaborasi agar masyarakat kampus civitas UMK bisa mengetahui tupoksi dari KPI kemudian bisa bersama peduli kondisi penyiaran Indonesia", tuturnya. 

Dia juga mengatakan, UMK bisa membuat sebuah civitas perguruan tinggi yang peduli penyiaran yang nantinya bisa di support oleh KPI Pusat secara langsung.

KPI memiliki tugas pokok dan fungsi diantaranya seperti menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar, ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran, serta menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, kritik dan apresiasi dari masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran. Tupoksi tersebut tentunya harus mendapatkan dukungan penuh salah satunya adalah melalui peran dari perguruan tinggi (Universitas Muria Kudus).

Sementara itu, Wakil Rektor IV UMK Dr. Drs. Achmad Hilal Madjdi menyatakan MoU ini sangat penting dengan melibatkan Perguruan Tinggi karena penyiaran menjadi concern bersama. Menurutnya, masyarakat harus semakin cerdas menyikapi dinamika penyiaran sekarang ini. 

Dia menyebutkan, isu-isu berita yang tidak benar (hoax), buzzer-buzzer media sekarang ini sudah disikapi masyarakat dengan cerdas, namun kita tidak boleh lengah dan tetap menjalankan pengawasan tersebut dengan kolaborari antara perguruan tinggi (UMK) dengan KPI.

Dalam konteks akreditasi dan reakreditasi, MoU ini harus ditindaklanjuti dengan beberapa dokumen dan kegiatan, tentunya Universitas Muria Kudus bersama KPI-Pusat dapat mengembangkan jalinan kerja sama antar keduanya agar tercipta kolaborasi yang baik yang dapat memajukan kedua belah pihak. ***

 

 

Jakarta - Conselho De Imprensa De Timor-Leste (CITL) atau Dewan Pers Timor Leste melakukan kunjungan ke kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dalam rangka realisasi kerja sama bilateral terkait pengawasan konten siaran. Kehadiran delegasi CITL tersebut diterima langsung oleh Ketua KPI Pusat Agung Suprio yang didampingi Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Mimah Susanti, dan Sekretaris KPI Pusat Umri, (20/7). 

Ketua Dewan Pers Timor Leste, Virgilio da Silva Guterres mengungkapkan, Undang-Undang Penyiaran tengah dirancang oleh parlemen Timor Leste. Rencananya, dalam regulasi ini Dewan Pers akan diberikan tambahan wewenang untuk memantau konten penyiaran. Untuk itu, kehadiran CITL ke KPI menjadi sangat penting, dalam rangka implementasi regulasi pengawasan penyiaran, ujar Virgilio.   

Dia mengungkapkan, CITL didirikan pada tahun 2019 dengan fokusi menjamin independensi editorial serta menjamin akses informasi yang layak dari media untuk masyarakat. “Selain sebagai pilar keempat demokrasi, media juga menjadi agen pendidikan bagi masyarakat,” ujar Virgilio. CITL pun harus memastikan perkembangan media di Timor Leste dalam rangka agen pendidikan tersebut. 

Kunjungan kali ini merupakan tindak lanjut dari rencana kerja sama KPI dengan CITL yang sudah digagas sejak tahun 2019. Delegasi CITL juga berkesempatan meninjau ruang pemantauan dan monitoring di KPI Pusat. Harapannya, kerja sama dengan KPI ini dapat memberi ruang pertukaran informasi tentang teknis pemantauan serta sistem yang dibangun dalam rangka memantau konten siaran. Selainn Virgilio, turut hadir pula anggota CITL lainnya, Expedito Lori Diaz Ximenes, Otelio Ote dan Rigoberto Monteiro. 

Ketua KPI Pusat Agung Suprio menyambut baik rencana kerja sama antar dua lembaga ini. Agung juga menjelaskan tentang regulasi penyiaran yang ada di Indonesia. Tidak saja diatur melalui undang-undang, namun juga secara rinci diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang disusun oleh KPI sendiri. “Ini semacam code of conduct dari KPI tentang apa yang diatur dan dilarang disiarkan di televisi dan radio,” ujar Agung. Dia pun mengungkap ada aturan di P3 & SPS yang terkait dengan regulasi di kementerian lain, seperti iklan dan adegan rokok. 

Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo menambahkan soal proyeksi regulasi penyiaran di Indonesia ke depan. Ada optimisme dalam undang-undang penyiaran yang baru juga akan mengatur tentang media global, seperti media oinline, over the top dan youtube yang banyak dikeluhkan oleh lembaga penyiaran. “Aturan ini dirasa penting untuk menjaga agar adanya persaingan usaha yang adil dalam dunia penyiaran,” ujar Mulyo.  

Terkait kebutuhan pengawasan untuk media online, KPI juga tengah menjajagi pengawasan konten dengan teknologi Artificial Inteligence. “Itu yang sedang kami upayakan, karena kami ingin dapat gambaran pengawasan yang lebih baik,”ujar Mulyo. Saat ini untuk memantau 18 televisi dan radio, KPI memiliki tenaga pemantau hingga 150 orang, yang terdiri atas pemantauan langsung, analis, visual data hingga tim penjatuhan sanksi. Tentunya jika kewenangan pengawasan media baru diberikan kepada KPI, maka teknis pemantauan harus dapat dilakukan dengan teknologi yang lebih canggih. 

Pertemuan tersebut juga membahas tentang kepemilikan stasiun televisi oleh pimpinan partai politik. Mulyo menegaskan, secara regulasi yang ada, lembaga penyiaran tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Dalam pemilihan umum kemarin, KPI bekerja ekstra melakukan pengawasan yang bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Pers, guna menjaga keberimbangan informasi tentang kepemiluan. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.