- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 319
Umum
- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 366
Ciputat – Industri penyiaran global tengah menghadapi tantangan luar biasa dengan perkembangan dan disrupsi teknologi digital. Berbagai platform digital hadir di ruang privat dengan beragam konten interaktif melalui akses internet. Studi yang dilakukan beberapa lembaga riset dunia dan lokal menunjukkan pergeseran tren masyarakat dalam mengkonsumsi media dari lembaga penyiaran ke platform media baru. Kondisi ini tentu harus disikapi dengan cepat agar industri penyiaran tidak semakin terpinggirkan dari platform media lainnya. Migrasi dari penyiaran analog (ASO) ke digital hanya langkah awal. Perlu strategi yang tepat dalam penguatan ekosistem penyiaran digital yang sudah dijalankan banyak negara, termasuk Indonesia.
Berbicara tentang ekosistem perlu adanya cetak biru (blue print) yang kuat dari hulu ke hilir dari industri penyiaran. Amerika Serikat dan Inggris mungkin merupakan negara maju yang seringkali menjadi referensi tata kelola industri penyiaran digital negara lain di dunia. Sedangkan konteks Indonesia, ekosistem penyiaran digital paska ASO masih belum disiapkan dengan baik. Indonesia sangat membutuhkan regulasi penyiaran digital yang sesuai perkembangan zaman di sektor hulu. Regulasi yang dapat melindungi semua kepentingan pemangku kepentingan, termasuk yang berada di wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3-T). Setelah regulasi, penguatan lembaga penyiaran yang adaptif dengan kemajuan teknologi informasi yang terjadi saat ini. Sementara pada sektor hilir perlu adanya peningkatan kualitas konten penyiaran dengan memperkuat kapasitas insan penyiaran nasional dan masyarakat pengguna media penyiaran.
Selain melakukan pengawasan isi siaran, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator penyiaran yang diberikan mandat Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, memiliki tugas dan kewajiban lain dalam memperkuat iklim industri penyiaran nasional. Pasal 8 ayat 2 poin e berbunyi, KPI diberikan wewenang melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat. Selama 4 tahun, wewenang tersebut dilakukan melalui kegiatan tahunan Konferensi Penyiaran Indonesia sejak 2019. Tujuan dari kegiatan ini yaitu menjadi titik temu bagi para pemangku kepentingan sektor penyiaran guna membahas isu terkini dan mendiseminasikan hasil penelitian seputar penyiaran. Bentuk kegiatan yang dilakukan berupa kompetisi antar universitas beberapa kategori penyiaran, seminar nasional dan parallel session. Sudah banyak pemenang lomba, pembicara dan peneliti yang dihadirkan dalam kegiatan konferensi ini.
Kini pada penyelenggaraan tahun ke-5, KPI meningkatkan skala konferensi penyiaran menjadi skala internasional. Perkembangan industri penyiaran digital yang berbeda-beda setiap negara mendorong KPI untuk membuka ruang diskusi dan pembelajaran dari negara lain demi menguatkan ekosistem penyiaran nasional. Kegiatan Konferensi Penyiaran Indonesia (Indonesia Broadcasting 2024) digelar dengan mengangkat tema “Global Opportunities and Challenges of Broadcasting Industry in the Digital Transformation Era” pada 29-31 Oktober 2024. Setidaknya terdapat dua tujuan besar yang ingin diwujudkan kegiatan ini yaitu untuk memberikan updates dan tukar informasi terkait perkembangan industri penyiaran digital global melalui para narasumber serta pemakalah yang hadir selama konferensi.
Amin Shabana Komisioner Bidang Kelembagaan menyampaikan, meskipun baru tahun pertama berskala internasional, kegiatan Konferensi Penyiaran Indonesia 2024 ini berhasil mengumpulkan 139 paper dari 7 negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Cina, Australia dan Skotlandia. Sementara itu hadir 2 pembicara dari Malaysia dan Filipina mengisi sesi Seminar Industri Penyiaran selain dari Bappenas, asosiasi dan akademisi. “Yang sangat menggembirakan juga adalah keterlibatan 3 negara dalam kegiatan kompetisi penyiaran sebagai kegiatan Pre-event Konferensi Penyiaran Indonesia. KPI tentu sangat menunggu berbagai kajian yang dipresentasikan oleh para narasumber dan peneliti yang terlibat dalam call for papers tersebut”, ujar Amin.
Torehan penting ini tentu tidak terlepas dari kerjasama yang sangat baik dengan Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dan Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APIK PTM) yang terjalin sejak Maret 2024. Rektor UMJ, Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si., menyambut baik pelaksanaan Konferensi Penyiaran Indonesia 2024. Ma’mun mengatakan, antisipasi dan adaptasi atas perkembangan teknologi ini menjadi sebuah keharusan bagi pelaku industri penyiaran untuk dapat eksis bersama masyarakat.
Perubahan lanskap penyiaran saat ini juga membutuhkan sumbangsih pemikiran dari lingkungan kampus dan akademisi sebagai referensi industri penyiaran dalam mengisi ruang-ruang publik dengan konten yang berkualitas dan bermanfaat bagi publik. Dialektika akademik yang hadir dalam konferensi ini diharapkan memberi tawaran solusi atas beragam tantangan keknian. Ma’mun berharap, beragam temuan ilmiah pada forum ini menjadi kontribusi nyata dan referensi fundamental yang berdampak signifikan terhadap pengembangan keilmuan dan praktik dalam dunia penyiaran.
- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 144
Jakarta -- Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Ubaidillah menegaskan bahwa penyiaran ditujukan untuk menjaga keberagaman. Hal ini disampaikan dalam orasi ilmiah bertajuk “Menjaga Tujuan Penyiaran, Menyemai Keberagaman” dalam acara Wisuda Diploma Akademi Komunikasi Media Radio dan TV Jakarta, Sabtu (26/10/2024).
“Setelah reformasi, penyiaran ditujukan untuk mengakomodir dan menjaga keberagaman. Maka dibuatkan regulasi yang relatif inklusif, hadirnya KPI, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam bidang penyiaran,” katanya.
Ubaidillah menyadari bahwa keberagaman harus menyentuh keberagaman kepemilikan, serta keberagaman konten termasuk juga memperhatikan skala geografis Indonesia yang begitu luas, representasi gender, dan mengakomodir kepentingan kelompok rentan.
Pria yang karib disapa Gus Ubaid itu lalu merinci upaya-upaya KPI dalam hal menciptakan keberagaman di televisi dan radio. Ia menyebut KPI melakukan pengawasan 24 jam berbasis pemantauan dan aduan, pengembangan sumber daya manusia penyiaran melalui Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), literasi media, pengukuran kualitas televisi sampai dengan pemberian tindakan kepada lembaga penyiaran melalui sanksi dan apresiasi.
“Tetapi ke depan, akan selalu ada tantangan-tantangan yang harus direspon secara adaptif, utamanya dalam perkembangan teknologi. Di sektor penyiaran, digitalisasi membuat banyak TV tumbuh, tetapi apakah kualitas konten juga ikut beragam?” tanya Ubaid.
Perkembangan teknologi, sebagaimana juga dikatakan para peneliti, acapkali mempunyai kecenderungan untuk mengikis media-media kecil dan kian membuat tumbuh media-media besar. Hal lain yang juga terjadi adalah adanya pengurangan sampai pemberhentian tenaga kerja di industri media.
“Ini yang kemudian harus dijawab. KPI membutuhkan kolaborasi dengan beragam pihak, termasuk kampus, agar keberagaman dan ekosistem penyiaran bisa tumbuh sehat sekaligus bermanfaat,” tutupnya. Memet
- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 157
Bogor – Pembahasan draft Peraturan KPI tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Denda Administratif memasuki tahapan harmonisasi. Pembahasan draft ini merupakan tindak lanjut dari PP No. 43 Tahun 2023 tentang PNBP di Kementerian Komunikasi dan Digital. Tahap harmonisasi menjadi bagian penting dari proses penyelarasan aturan yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Komisi Penyiaran Indonesia.
Dalam sambutannya, Ketua KPI Pusat Ubaidillah mengatakan, melalui tahap harmonisasi ini pihaknya berharap dapat menciptakan regulasi yang tepat. Aturan ini bagian dari upaya mendukung perkembangan industri penyiaran sekaligus melindungi kepentingan publik dalam mendapatkan informasi yang akurat dan berkualitas.
"Proses ini sangat penting untuk memastikan bahwa regulasi yang diterapkan tidak hanya adil, tetapi juga sesuai dengan perkembangan industri penyiaran yang terus berubah," ujar Ubaidillah saat membuka kegiatan Harmonisasi Rancangan PKPI tentang cara pengenaan Sanksi Denda Administratif Pelanggaran Isi Siaran, Kamis (24/10/2024) lalu, di Bogor, Jawa Barat.
Lebih jauh di sesi diskusi, Ubaidillah fokus pada denda yang diberikan terlihat signifikan dari rancangan skala yang sedang digodok, perlu dipertimbangkan besaran denda yang seimbang dengan pelanggarannya hingga apakah sanksi tersebut efektif sehingga memberikan efek jera bagi lembaga penyiaran.
“Pentingnya mekanisme penanganan yang jelas dan sejalan dengan peraturan perundang-undangan, serta memastikan bahwa kategori pelanggaran telah terformulasi dengan baik,” tegasnya.
Berdasarkan Peraturan Kominfo No. 7 Tahun 2023 yang mengatur besaran indeks fasilitas relaksasi PNBP mencakup ketentuan khusus bagi lembaga penyiaran dan wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Peraturan ini menetapkan indeks sebesar 0% hingga 50% untuk wilayah 3T, dan 0% untuk lembaga penyiaran komunitas. Langkah ini diambil untuk memberikan keringanan kepada lembaga penyiaran di wilayah yang membutuhkan dukungan lebih besar serta untuk memperkuat akses informasi di daerah-daerah tersebut.
Sementara itu, Analis Hukum Ahli Madya KemenkumHAM RI Rini Maryam mengatakan, instansi pengelola PNBP terutama yang terkait dengan sektor penyiaran, diwajibkan untuk memahami dan melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam regulasi terkait. Hal ini juga mencakup pengelolaan PNBP yang berasal dari denda administratif, sehingga terdapat transparansi dalam penggunaannya.
Adapun Kepala Bidang Komunikasi dan Informatika, Sekretariat Kabinet RI, Arnando J.P. Siregar secara tegas mengatakan bahwa pengelolaan PNBP harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku demi menjaga akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran negara. Secara umum, ia mengatakan pendekatan regulatory menekankan kebijakan pemerintah terhadap tarif layanan tertentu yang ditujukan untuk mengatur perilaku masyarakat atau industri.
Dalam konteks ini, tarif dapat ditetapkan lebih tinggi atau lebih rendah dari biaya penyelenggaraan layanan yang sebenarnya. “Dalam jangka panjang, diharapkan PNBP dapat berkontribusi lebih besar dalam pembangunan nasional, khususnya dalam sektor penyiaran yang berperan penting dalam penyebaran informasi dan edukasi kepada publik,” tuturnya. Syahrullah
- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 258
Purbalingga -- Anggota DPR RI Taufiq R. Abdullah mengatakan, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan konten siaran sangat diperlukan dan penting. Pengawasan ini juga mencakup pengawasan terhadap perilaku konsumsi anak-anak terhadap media.
“Butuh kepedulian dari masyarakat dan tokoh masyarakat termasuk perilaku tontonan anak-anak. Kepedulian ini sangat penting agar anak-anak kita cerdas memilih siaran. Jangan semuanya dilahap. Karena masih banyak siaran yang menyiarkan hal yang tidak mendidik,” kata Taufiq dalam pidato kuncinya di acara Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang diselenggarakan KPI Pusat, Jumat (25/10/2024) di Kota Purbalingga, Jawa Tengah.
Keterlibatan masyarakat ini, lanjut Taufiq, akan membantu tugas KPI dalam mengawasi siaran (TV dan radio) yang jumlahnya sangat banyak. Pasalnya, ungkap dia, KPI tidak bisa bekerja sendiri dalam melakukan pengawasan siaran.
“Sekarang ini KPI harus banyak teman untuk mengawasi siaran. Sehingga dunia penyiaran kita makin mendidik dan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat terutama untuk moral dan lainnya,” ujar Anggota Komisi I DPR RI ini.
Ia juga menyoroti perkembangan teknologi komunikasi yang membuat semua orang, termasuk anak-anak, dapat dengan mudah mengakses seluruh informasi dan konten yang berasal dari media berbasis internet. Padahal, kata Taufiq, tak semua informasi maupun konten itu sudah terseleksi dan dijamin aman.
Menurutnya, situasi ini harus disikapi dengan hati-hati khususnya bagi para orang tua. Karenanya. peran pengawasan dan bimbingan dari orang tua terhadap anak-anak sangat penting. Agar anak-anak tidak terjebak dalam konsumsi atau tontonan konten terutama yang tidak sehat dan negatif.
“Saat ditemukannya potensi digital atau internet, hal ini membuat persoalan makin rumit. Jika dulu hanya mendapat informasi dari radio dan koran, sekarang lewat internet kita sudah mendapatkannya semuanya. Mulai dari informasi yang sangat penting sampai tidak penting. Dari yang bermanfaat sampai yang tidak bermanfaat, semuanya ada,” jelas Taufiq di depan peserta GLSP.
Hal yang paling membuatnya khawatir dengan dinamika ini adalah konten pornografi juga bisa diakses oleh anak-anak. Termasuk terpesan-pesan dan kampanye LGBT. Terlebih media berbasis internet ini belum ada payung hukumnya.
“Anak yang berusia 10 tahun bisa saja mengakses ini. Kita tidak ada sistem yang bisa mengontrol umur,” tuturnya.
Sementara itu, penanggung jawab kegiatan GLSP sekaligus Anggota KPI Pusat, Evri Rizqi Monarshi, mendorong peran keluarga khususnya para ibu agar mau mendampingi dan membimbing anak-anak dalam memilah dan memilih tayangan yang akan ditonton.
“Karena ibu-ibu yang menjaga keluarga di rumah. Jadi harus memastikan dan memberitahukan tontonan yang pantas di rumahnya,” katanya.
Dalam kesempatan ini, Evri menegaskan pihaknya akan terus melakukan pendekatan langsung ke masyarakat melalui kegiatan literasi. “Kami ingin menyentuh langsung masyarakat. Lalu apa yang diinginkan masyarakat atas tayangan tersebut. Ini akan jadi masukan bagi kami,” katanya dalam sambutan pembukanya.
Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan forum talkshow GLSP yang menghadirkan nara sumber dari Anggota KPI Pusat Mimah Susanti, Praktisi Penyiaran Dewi Setyarini, dan Anggota Lembaga Sensor Film (LSF) Zaqia Ramallah. ***/Foto: Agung R