Jakarta – Besok, Rabu, 18 September 2013, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang Dirut LPP TVRI terkait penyiaran Konvesi Calon Presiden Partai Demokrat yang ditayangkan pada Minggu malam, 15 September 2013. Demikian disampaikan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, kepada kpi.go.id Selasa pagi, 17 September 2013.
Menurut Judha, undangan ini dalam rangka meminta klarifikasi langsung dari TVRI atas penyiaran acara tersebut. “Kita mengundang TVRI untuk memberi penjelasan atas penayangan acara tersebut,” katanya.
Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Fajar Arifianto Isnugroho mengatakan waktu pertemuan atau undangan berlangsung pada pukul 12.00 WIB. “Kami ingin mendegarkan klarifikasi dari TVRI guna pendalaman terkait penyiaran tersebut,” katanya. Red
Jakarta – KPI, KPU, Bawaslu dan Dewan Pers bersinergi mengadakan pertemuan lanjutan guna menyamakan persepsi dan definisi iklan kampanye dalam peraturan kampanye Pemilu 2014. Pertemuan lanjutan tersebut diselenggarakan di kantor Dewan Pers, Kebon Sirih, Senin, 16 September 2013.
Diawal pertemuan, Anggota KPU Pusat, Ferry Kurnia Rizkiansyah, menyatakan jika pertemuan lanjutan ini memfokuskan pada pembahasan ruang kosong dalam ruang iklan kampanye. Ruang kosong tersebut, menurutnya, perlu diisi agar tidak ada lagi celah pemanfaatan. “Masing-masing dari kami, KPI, KPU dan Bawaslu, sudah membuat Tim Pokja Pemilu. Nantinya tim ini akan kami sinergikan,” katanya.
Sinergi antar 4 lembaga ini penting kata Daniel Zachroni, Anggota Bawaslu. Menurutnya, koordinasi di tingkat pusat dibutuhkan guna menghasilkan rekomendasi yang dibutuhkan ditingkat daerah atau lapangan terkait definisi dari iklan kampanye dan yang lainnya. “Setelah pertemuan ini, Bawaslu akan mengeluarkan surat secara nasional untuk panitia pengawas pemilu. Sudah banyak temuan di lapangan. Pelanggaran diluar 21 hari masa kampanye,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Idy Muzayyad, Wakil Ketua KPI Pusat. Menurutnya, keputusan yang dihasilkan ke 4 lembaga ini akan menjadi panduan, baik pusat maupun daerah. Bahkan, dirinya mendesak semua pihak untuk segera membuat kesepakatan karena waktu yang makin terbatas.
“Beberapa hal yang perlu dibicarakan soal pemberitaan, iklan kampanye. Soal waktunya, sebelum 21 hari, pas 21 hari, dan selama masa tenang, plus hari-hari setelah itu,” papar Idy.
Idy juga menekankan soal pembahasan substansi materi dan segera disepakatinya pengertian dan penafsiran dari apa yang dimaksud dengan kampanye. “Yang krusial dari revisi PKPU No.15 adalah definisi kampanye yang dikembalikan kepada UU. Barangkali, kita masih punya pendapat yang berbeda mengenai hal itu,” tambahnya.
Sementara itu, Anggota Dewan Pers, Stanley Adhi Prasetyo, memandang penjelasan definisi yang ada sekarang perlu lebih diperjelas guna mencegah adanya akalan-akalan dari kontestan atau pengiklan untuk kampanye Pemilu 2014.
Pertemuan yang dihadiri semua Anggota Dewan Pers tersebut akan mengagendakan pertemuan lebih intesif dalam bentuk konsiyering dengan pokok bahasan seperti pendidikan pemilih, sosialisasi, dan pembuatan keputusan bersama. Red
Jakarta – Rapat lanjutan bidang Isi Siaran KPI Pusat masuki pembahasan standar operasional prosedur (SOP) untuk penjatuhan sanksi pelanggaran isi siaran. Pembahasan SOP penjatuhan sanksi yang sudah ada di KPI Pusat lebih disempurnakan supaya lebih baik, efektif dan cepat.
Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, Anggota KPI Pusat, Agatha Lily dan Sujarwanto Rahmat, mencoba mengali dan menganalisa cara menciptakan SOP penjatuhan sanksi yang sesuai harapan. Sejumlah pertimbangan yang diperoleh KPI Pusat baik dari dalam maupun luar turut dibahas dalam rapat ini.
Seluruh elemen Isi Siaran di KPI Pusat ikut terlibat dalam pembahasan SOP yang berpatokan pada peraturan yang ada. Rencananya, SOP ini dapat menjadi acuan tetap bagaimana proses penjatuhan sanksi dilakukan. Red
Banda Aceh - Evaluasi Uji Coba Siaran dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, KPI Daerah dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Aceh (11-13/9) pada beberapa lembaga penyiaran, diantaranya Lembaga Penyiaran Publik Lokal dan salah satu lembaga penyiaran televisi swasta yang bersiaran nasional. Dalam EUCS tersebut, Komisioner KPI Pusat Azimah Subagijo meminta muatan lokal yang diamanatkan dalam regulasi penyiaran dipenuhi dengan baik.
Azimah berharap lembaga penyiaran mengeluarkan seluruh kreativitasnya untuk dapat memenuhi tuntutan regulasi tersebut. Muatan lokal untuk masyarakat di Aceh, hendaknya tidak semata pada sinetron religi, ujar Azimah. Apalagi sinetron tersebut justru merupakan sinetron yang mendapatkan banyak sorotan dari masyarakat selama ini.
Kebutuhan masyarakat di Aceh, menurut Azimah, lebih dari sekedar sinetron religi dan kumandang adzan lima waktu seperti yang ditawarkan lembaga penyiaran swasta ini. Misalnya isu-isu lokal terkini yang terjadi di tengah masyarakat Aceh, sehingga media menjadi lebih dekat dengan masyarakatnya, dan masyarakat pun turut merasa memiliki media, tambahnya.
Hal lain yang diingatkan Azimah tentang muatan siaran Jakarta yang mendominasi dalam program siaran lembaga penyiaran ini. “Harus diingat bahwa Aceh adalah daerah otonomi khusus, sehingga siaran yang tampil di layar kaca harus memenuhi kekhususan di provinsi ini”, ujar komisioner bidang infrastruktur penyiaran dan perizinan KPI Pusat ini. Untuk itu Azimah berharap ada quality control dan internal sensorship yang khusus pada lembaga penyiaran ini, yang menyesuaikan dengan adat dan regulasi. Setidaknya, tambah Azimah, orang-orang yang memegang kendali quality control adalah mereka yang paham akan syariat dan adat setempat.
Sementara itu menurut anggota KPID Aceh, Said Firdaus, sejak awal pihaknya sudah menjadikan tayangan kumandang adzan lima waktu sebagai salah satu syarat untuk lembaga penyiaran mengajukan izin bersiaran di Aceh. Hal ini untuk menghormati kearifan lokal dan keberadaan provinsi Aceh sebagai serambi mekkah, ujar Said. Kumandang adzan lima waktu pada waktu setempat ini, menurut Said, tidak ditemui pada televise berjaringan yang mengudara di provinsi lain.
Jakarta – KPI Pusat berencana melakukan pengawasan dan pemantauan radio dalam waktu dekat. Hal ini terungkap dalam rapat bidang Isi Siaran KPI yang sampai dengan berita ini ditulis masih berlangsung di Hotel Sahira, Bogor, Kamis, 12 September 2013.
Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, menegaskan pemantauan radio merupakan bagian dari kewajiban KPI yang belum terlaksana sampai saat ini. Karenanya, KPI Pusat akan mencoba melakukan pemantauan radio tersebut dalam waktu cepat dengan melihat infrastruktur dan SDM yang ada.
“Kita ingin KPI tidak hanya dilihat KPI yang hanya memantau televisi saja. Kita ingin KPI semuanya,” katanya di sela-sela rapat tersebut.
Hal senada turut disampaikan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, bahwa pemantauan radio dapat dimulai dengan mencoba memantau radio yang sudah berjaringan. Pemantauan ini dapat memberikan bagaimana peta pelanggaran yang terjadi di radio. “Kita bisa tahu waktu pelanggaran yang sering terjadi di radio dan dan program-program apa yang sering melanggar tersebut,” katanya.
Adapun untuk pemantauan radio-radio lokal, KPI Pusat menyerahkan kepada KPID, tambah Judha. Dalam rapat tersebut hadir Anggota KPI Pusat, Agtha Lily dan Sujarwanto Rahmat serta Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang. Red
Halo...
Sebetulnya ini bukan pesan aduan, melainkan sebuah saran dari seorang warga negara. Negara sudah mengatur mengenai mana yang bisa ditonton anak dan mana yang tidak dengan mengatur susunan tayangan program, yang mana semakin malam suatu program ditayangkan maka semakin tinggi pula rate atau usia penonton. KPI juga sudah melakukan penggolongan usia tayangan dengan kode BO, R13+, dan D18+. Karena negara sudah mengatur, maka tinggal peran orang tua-lah yang memilih tayangan mana yang sesuai dengan umur anaknya. Tetapi, pada kenyataannya peran orang tua pada pemilihan tayangan anak itu masih kurang. Maka diperlukan edukasi untuk orang tua dalam pemilihan tayangan untuk anak. Edukasi dalam bentuk iklan layanan masyarakat, saya rasa belum cukup. Apakah orang tua juga mengerti mengenai pengkodean rate usia yang selalu ditampilkan di pojok layar kaca? Maka dari itu saya menyarankan sebelum program ditayangkan maka harus ada warning mengenai usia yang able untuk menonton program tersebut, sebagai contoh tayangan televisi di Thailand dan Korea, mereka memberikan warning sebelum program ditayangkan. Edukasi mengenai apa itu BO, R13+, dan D18+ juga perlu dilakukan, agar orang tua mengerti mana tayangan yang sesuai dengan usia anaknya. Demikianlah, saran dari seorang warga negara yang hanya lulusan SMA ini (saya bingung kenapa form pengaduan ini harus ada tingkat pendidikannya) saya bukan seorang ahli, tapi hanya seseorang yang merasa miris, ketika anak SD menonton sinetron R13+. Semoga saran ini bisa menjadi pertimbangan dan bermanfaat. Terima kasih.
Pojok Apresiasi
Prawira Hendrik
Tolong Musnahkan Sinetron,FTV,& Variety,Kembali di NET.