- Detail
- Dilihat: 36719
Morotai - Hak informasi masyarakat di wilayah perbatasan harus terus diperjuangkan, sekalipun berbagai kendala yang kerap kali ditemui diantaranya jarak tempuh yang panjang untuk mencapai kawasan perbatasan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki tugas dan kewenangan untuk menjamin masyarakat memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia. Dalam kesempatan kunjungan ke Pulau Morotai, Maluku Utara, Komisioner KPI Pusat koodinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Agung Suprio, mendapati stasiun televisi yang tidak lagi beroperasi dan berfungsi di sana. Padahal, masyarakat di Morotai juga membutuhkan keberadaa stasiun-stasiun televisi, tidak saja untuk mendapatkan informasi namun juga mengabarkan kepada dunia tentang Pulau Morotai.
Bertempat di wilayah paling utara dari provinsi Maluku Utara, penduduk di Pulau Morotai kerap mendapatkan siaran radio dari negara tetangga yang berada di Pulau Zulu, Filipina. Agung menjelaskan, kondisi Morotai ini mirip dengan Pulau Sangihe di Sulawesi Utara yang menerima luberan siaran asing dari lembaga penyiaran di Filipina. “Ada radio-radio tertentu yang mendapat siaran radio Filipina yang luber di frekuensi Indonesia”, ujar Agung.
Perjalanan di wilayah perbatasan, Pulau Morotai ini adalah yang pertama kali dilakukan oleh KPI Pusat. “Televisi free to air tidak terjangkau di Morotai”, ujar Agung. Wilayah terdekat yang terjangkau oleh televisi teresterial adalah Ternate, ibukota provinsi Maluku Utara. Agung menjelaskan bahwa masyarakat di Pulau ini memenuhi kebutuhan informasi dengan berlangganan TV kabel atau menggunakan satelit. “Padahal lembaga penyiaran berlangganan yang resmi hanya satu”, tambah Agung.
KPI sendiri memiliki kepentingan untuk memastikan hak-hak informasi masyarakat di Pulau Morotai terpenuhi. Penggunaan satelit dan TV kabel yang tidak resmi sebenarnya bukanlah solusi untuk masyarakat di sana. “Muatan siaran yang dipancarkan lewat satelit, banyak yang bertentangan dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran”, ujar Agung. Belum lagi keberadaan TV kabel yang illegal yang tentu saja berada di luar jangkauan KPI untuk mengawasinya.
Untuk itu, KPI mengharapkan peran pemerintah melalui Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memfasilitasi pengadaan menara-menara pemancar bagi stasiun televisi. Hal ini, ujar Agung, diharapkan dapat membantu lembaga-lembaga penyiaran untuk beroperasi di Pulau Morotai, tanpa dibebani kewajiban membangun menara pemancar sendiri. Selain itu, Agung menyampaikan adanya ide mengikutsertakan personil Tentara Nasional Indonesia (TNI) di perbatasan dalam hal pengelolaan penyiaran.
Selain itu, Agung juga mengharapkan adanya revitalisasi bagi lembaga penyiaran publik yang sudah ada sebelumnya di pulau tersebut. Dirinya melihat, sinergi antara lembaga penyiaran swasta dan LPP di Pulau Morotai, akan menguatkan jiwa nasionalisme masyarakat di daerah perbatasan. “Tentunya dengan muatan program siaran yang selaras dengan tujuan diselenggarakannya penyiaran seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang”, pungkasnya.