Padang – Ketua KPI Pusat Yuliander Darwis didaulat menjadi komandan upacara Hari Peringatan Bela Negara 2016 di Lapangan Imam Bonjol, kota Padang, Senin, 19 Desember 2016. Puncak upacara Hari Peringatan Bela Negara yang kali ini diadakan di Sumatera Barat dihadiri Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu dan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno.
Upacara yang dikomandani Ketua KPI Pusat tersebut diikuti 3000 orang yang terdiri datang dari kalangan TNI, Kepolisian, Satpol PP, Kader Bela Negara, Organisasi Massa, Mahasiswa, dan Pelajar. Dalam sambutannya, Menhan Ryamizard membacakan sambutan tertulis Presiden Joko Widodo.
"Pengabdian para guru, bidan dan tenaga kesehatan di pelosok tanah air, perbatasan dan pulau terluar adalah bentuk mulia bela negara," katanya.
Menurutnya, bela negara tidak hanya berperang seperti zaman perjuangan kemerdekaan. Tugas berat yang menanti adalah memastikan kesejahteraan masyarakat yang merata. "Tugas sejarah kita membela negara dari kemiskinan, kebodohan, dan ketergantungan. Ini adalah tugas berat di depan mata," ujar dia.
Dalam upacara tersebut, dibacakan pula Ikrar Bela Negara oleh peserta upacara yang memakai pakaian adat dari masing-masing provinsi di Indonesia. Peserta upacara kemudian mengikuti pembacaan ikrar BelaNegara oleh Dosen Universitas Andalas, Sari Lenggo Geni.
Ikrar tersebut berbunyi:
Kami warga negara Indonesia, menyadari sepenuhnya bahwa, dalam rangka menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Demi kelangsungan hidup NKRI, berjanji untuk selalu bertindak dan berperilaku.
Satu, mencintai tanah air. Dua, memiliki kesadaran berbangsa, dan bernegara. Tiga, yakin kepada Pancasila sebagai ideologi negara. Empat, rela berkorban bagi bangsa dan negara. Lima, memiliki kemampuan dasar bela negara.
Dalam upacara tersebut juga dimeriahkan dengan sajian drama kolosal yang menggambarkan peristiwa Agresi Militer Belanda ke II, terbentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) sampai penetapan Hari Bela Negara. ***
Jakarta - Potensi siaran radio di Indonesia masih cukup menjanjikan, sekalipun tantangan teknologi informasi saat ini membuat radio juga harus bersaing dengan kemunculan berbagai media baru. Bahkan hingga saat ini, jumlah radio terus berkembang cukup hebat. Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis menjelaskan bahwa dari data yang dihimpun KPI sampai bulan November 2016, ada 3056 radio yang telah memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) baik tetap ataupun prinsip, untuk radio swasta. Sedangkan untuk radio dengan bentuk lembaga penyiaran publik ada 211, dan 330 radio komunitas.
Sedangkan data dari Nielsen Indonesia menunjukkan bahwa radio masih dikonsumsi hingga 38% dari penduduk Indonesia. Jangkauan ini hanya berbeda sedikit dengan media internet yang dikonsumsi 40%, dan jauh diatas media cetak lainnya. Data yang disampaikan oleh Agus Nuruddin dari Nielsen Indonesia tadi juga diamini oleh Dudu Abdullah dari Mindshare Group. Menurut Dudu, jika pengiklan ingin produknya menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia, tidak bisa hanya beriklan di TV saja. “Ada lokasi yang tidak dapat dijangkau televisi, karenanya radio harus diperhatikan untuk memperluas daya jangkau iklan”, ujar Dudu. Selain itu, menurutnya, kontur wilayah Indonesia sebenarnya lebih menguntungkan untuk radio. Banyak tempat-tempat di Indonesia yang tidak dapat dijangkau televisi, seperti di wilayah blank spot, justru menjadi keuntungan sendiri bagi penyelenggara radio.
Terkait trend media baru yang mulai mendominasi di Indonesia, menurut Agus Sudibyo (pengamat media) harus disikapi dengan bijak. Pada beberapa negara seperti Korea, India, Argentina, Brasil dan Uni Eropa, negara kembali hadir untuk memproteksi industri media nasional. Semangatnya bukan untuk menolak google atau facebook, karena itu tidak mungkin ditolak. Namun ada kebijakan melindungi industri media konvensional nasional. Bagaimana pun juga, media masa konvensional ini tidak bisa digantikan fungsinya oleh sosial media.
Sebagai pilar ke empat demokrasi dan alat kontrol, media konvensional termasuk radio, belum bisa digantikan. Untuk itu negara harus hadir memberikan “proteksi”. Ekspansi raksasa media baru seperti Google, Facebook dan lain-lain memang memberikan banyak sekali manfaat. “Tapi mereka (Google, Facebook dan lain-lain) juga mengambil manfaat lebih banyak”, ujar Agus. Dalam konteks Indonesia, kita tidak bisa menolak facebook dan google. Tapi kita harus punya sikap sehingga industri informasi media nasional tetap eksis di tengah masyarakatnya sendiri. “Dan kita sebagai bangsa dengan pengguna internet paling besar, tidak hanya menjadi obyek dari ekspansi korporasi-korporasi global ini”, pungkasnya.
Pada diskusi yang diselenggarakan dalam rangka ulang tahun ke-42 Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Yuliandre menegaskan bahwa radio bukanlah alternatif, namun sudah merupakan bagian dari keutamaan masyarakat Indonesia. Bahkan dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sendiri, radio lah yang berperan penting untuk ikut menyiarkannya ke seluruh dunia. KPI Pusat sendiri, ujar Andre, masih melakukan pemantauan secara acak dan belum 24 jam. Meski demikian, selama tahun 2016 KPI sudah mengeluarkan sanksi untuk beberapa radio yang didapati melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.
Pemantauan radio secara real time dilakukan lebih dulu oleh KPI Daerah, mengingat jangkauan radio yang bersifat lokal dan terbatas. Dari data beberapa KPI Daerah (Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Nusa Tenggara Barat) bahkan punya kebijakan melarang pemutaran lagu-lagu dengan lirik vulgar dan cenderung porno. Hal ini semata karena KPID memahami peran vital radio di tengah masyarakat Indonesia dalam menyebarkan informasi, hiburan dan juga gaya hidup. Tindakan preventif seperti di atas menjadi perhatian KPID untuk melindungi masyarakat dari hal-hal negatif yang mungkin disebarkan lewat lembaga-lembaga penyiaran, baik televisi dan radio.
Tumbuhnya radio dengan pesat, menurut Andre, menunjukkan semangat masyarakat yang tinggi untuk mendapatkan informasi yang layak dan tepat. Radio sebagai lembaga penyiaran yang bersifat lokal juga menjadi gambaran keberagaman di masyarakat. Untuk itu, Andre berharap satu suara berjuta telinga yang digemakan melalui radio dapat menguatkan sebuah social movemen agar radio tetap konsisten dengan apa yang menjadi harapan publik, sehingga tidak ditinggalkan masyarakatnya. Selain itu, tambahnya, KPI berharap Revisi Undang-Undang Penyiaran memberikan penguatan kewenangan bagi KPI sehingga lembaga ini dapat menjalankan tugas pokok utama yang diamanatkan Undang-Undang, termasuk mengembangkan secara optimal potensi radio sebagai media informasi yang sehat, informatif, edukatif dan menghibur di tengah masyarakat.
Jakarta – Usai dikukuhkan Gubernur Jawa Timur pekan lalu. Tujuh Komisioner KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) Jatim terpilih periode 2016-2019 melakukan lawatan kerja pertama ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Kamis, 15 Desember 2016. Lawatan ini dalam rangka koordinasi dan membahas berbagai persoalan mengenai penyiaran.
Ke tujuh komisioner KPID Jatim, yakni Afif Amrullah, Amalia Rosyadi Putri, Bashlul Hazami, Nur Elya Anggraini, Gandi Wicaksono, Eko Rinda Prasetiyadi, dan Immanuel Yosua Tjiptosoewarno diterima secara langsung Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis. Selain itu, turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin, Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah, Hardly Stefano, Dewi Setyarini, dan Ubaidillah.
Di awal pertemuan, Ketua KPID Jatim Afif Amrullah mengenalkan para komisioner KPID Jatim dan menyampaikan rencana kerja mereka kepada KPI Pusat. “Koordinasi dengan KPI Pusat sangat penting terutama dalam menyamakan pandangan. Selain itu, kami juga meminta input dari KPI Pusat terkait rencana kerja kami,” katanya.
Sementara itu, Komisioner KPID Jatim Gandi Wicaksono mengatakan, pihaknya akan mendorong kegiatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai KPID. Menurutnya, sosialisasi ini sangat penting untuk mendekatkan pihaknya dengan publik dan publik bisa lebih mengenal lembaga ini serta fungsinya.
Dalam kesempatan itu, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano meminta KPID Jatim untuk membangun komunikasi dengan semua pihak terutama pemerintah daerah. Upaya ini dinilai penting untuk memperkuat dan menambah dukungan terhadap fungsional KPID. ***
Jakarta – Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) haruslah orang-orang yang mencerminkan aspirasi daerahnya. Mereka pun harus bertanggungjawab terhadap tumbuh kembangnya penyiaran di wilayah tersebut. Hal itu dikatakan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, saat menerima kunjungan DPRD Provinsi Gorontalo di kantor KPI Pusat, Jakarta, Senin, 19 Desember 2016.
Menurut Hardly, orang-orang yang terpilih sebagai Anggota KPID harus paham terhadap penyiaran lokal dan apa kebutuhan yang berhubungan dengan penyiaran di daerahnya. Pemahaman terhadap persoalan penyiaran lokal akan memberikan dorongan terhadap mereka untuk mengembangkannya. “Orang-orang pilihan itu bisa berasal dari kalangan tokoh masyarakat, akademisi dan yang lainnya,” jelasnya.
Selain itu, kata Hardly, KPID terpilih harus diberdayakan DPRD serta selaras dengan visi dan misi DPRD dalam konteks perkembangan penyiaran daerah. “Mereka jangan lupa untuk diingatkan soal alokasi 10% konten lokal dari siaran lembaga penyiaran berjaringan,” tambah Hardly yang diamini Komisioner KPI Pusat Mayong Suryo Laksono, Agung Suprio dan Dewi Setyarini yang turut menyambut kunjungan DPRD Gorontalo.
Hardly juga mengusulkan ke DPRD soal komposisi adanya orang lama di KPID baru. Menurutnya, keberadaan orang lama menjadi jembatan antara program KPID lama dengan yang baru. Selain untuk menyamakan pandangannya terhadap penyiaran.
Di awal pertemuan, Wakil Ketua DPRD Gorontalo, H. Hamid Kuwa menyampaikan maksud kunjungan mereka ke KPI Pusat. Kata Hamid, Komisi I DPRD Gorontalo akan melakukan seleksi terhadap Anggota KPID Gorontalo periode 2017-2020. Rencananya, proses seleksi akan berlangsung awal tahun depan.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Gorontalo, Firman F. Soenge berharap nantinya Angota KPID Gorontalo yang terpilih bisa melakukan program sosialisasi yang berkesinambungan dengan melakukan pengawasan isi siaran secara intensif. ***
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyelesaikan draft final MoU (Memorandum of Understanding) antara kedua lembaga untuk periode kedua. MoU ini rencananya ditandatangani bertepatan dengan perayaan Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember mendatang. Perayaan Hari Ibu secara nasional diselenggarakan di Serang, Banten, dan akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.
Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, saat menyampaikan kata sambutan sebelum membahas finalisasi draft MoU mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi adanya MoU antara KPI dan Kementerian PPPA. Dia berharap MoU ini dapat mewujudkan apa yang dicitakan oleh KPI dan juga Kementerian PPPA yakni tayangan yang ramah terhadap perempuan serta anak.
“Sekecil apapun kerjasama, jika itu dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, itu sangat baik dijalankan. Mudah-mudahan ke depan apa yang kita cita-citakan segera terwujud,” kata Dewi di depan peserta pembahasan draft MoU.
Sementara itu, ditempat yang sama, Sekretaris Deputi bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian PPPA, Dewi Yuni Mulati berharap MoU ini dapat mewujudkan adanya perlindungan terhadap perempuan dan anak khususnya dalam bidang penyiaran. “Ini MoU periode kedua kami dengan KPI. Mudah-mudahan harapan yang diinginkan kedua belah pihak akan terwujud,” katanya. ***
1. Menormalisasi pelecehan seksual terhadap wanita ( Dinar Candy ) di depan umum, sangat tidak mendidik.
2. Adanya kehadiran aparat kepolisian tetapi tidak
membantu sama sekali dan memberi perlindungan terhadap pelaku.
3. Publik yang mengolok - olok korban dan berpikir bahwa kejadian ini adalah hal yang normal dan korban harus menerima.
4. Crew TV yang tidak membantu sama sekali dan memaksa untuk melanjutkan shooting.
SANGAT MENGECEWAKAN KALAU KPI TIDAK BERBUAT SESUATU, MELECEHKAN WANITA BUKAN SEBUAH HIBURAN.
Pojok Apresiasi
Fahroni
Si pemeran utama (boy william) menggunakan ucapan islam, padah dia non-muslim, dan itu ddilarang dalam agama