Bengkalis - Pengaruh negara tetangga, Malaysia, sangat kuat terhadap masyarakat Bengkalis, Riau. Salah satunya dikarenakan siaran dari Malaysia yang mendominasi di wilayah udara Bengkalis. Bahkan, dari  50 lembaga penyiaran yang siarannya mengudara di Bengkalis, hanya 6 saja yang merupakan lembaga penyiaran asal Indonesia. Hal tersebut disampaikan Bupati Bengkalis, Herliyan Saleh, dalam acara Talkhow Merawat Hubungan Antar Bangsa Melalui Penyiaran, yang diselenggarakan di rumah Bupati Bengkalis (24/3).

Menurut Herliyan, sebelum TVRI mengudara, masyarakat Bengkalis sudah akrab dengan siaran dari Malaysia. Apalagi TVRI dan RRI kemudian melakukan siaran kerjasama dengan lembaga penyiaran di Malaysia. Namun demikian, laki-laki yang juga Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Riau ini berharap, muatan penyiaran yang diterima masyarakat Bengkalis dapat lebih berimbang, tidak didominasi oleh siaran Malaysia. Apalagi, di Pulau Rupat yang menjadi pulau terdepan di Bengkalis misalnya, sama sekali tidak terjangkau oleh siaran dari Indonesia.  

Hal ini juga diakui oleh Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Riau, Zainul Ikhwan. Menurutnya, bicara soal perbatasan sebenarnya bukan masalah keamanan dan territorial saja. Tapi seharusnya, negara juga memikirkan paparan siaran asing yang dominan pada masyarakat di perbatasan. Karena itu, ujar Ikhwan, KPID Riau membuat program Keluarga Cinta Siaran Indonesia (KCSI) di lima kabupaten/ kota di Riau. Apalagi jika melihat kebijakan dari Malaysia yang menempatkan tower-tower radio dan televisi di bukit-bukit yang tinggi dan mengarah ke pulau Sumatera. “Hasilnya, seluruh daratan Sumatera disapu bersih oleh siaran Malaysia,” ujar Ikhwan.

Sebenarnya ekspansi siaran asing di daerah perbatasan seharusnya diperlakukan dengan bijak. Komisioner KPI Pusat, Amiruddin menilai, justru penyiaran harus dapat ditempatkan untuk memediasi perbedaan antar negara, sehingga kedua bangsa yang bertetangga dalam hidup dengan harmonis. “Apalagi menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang seharusnya tidak disikapi dengan persaingan’” ujar Amir.

Untuk itu, dirinya melihat ada tiga cara yang dapat dipilih terkait muatan siaran di daerah perbatasan. Satu, siaran Indonesia yang hadir ditengah masyarakat untuk menangkal siaran asing. Kedua, penguatan siaran dalam negeri baik secara kualitas gambar ataupun kualitas muatan isi siaran. Kemudian, melakukan kerjasama kritis dengan negara yang bertetangga sehingga muatan siaran yang hadir dari kedua negara sama-sama menguntungkan.

Usulan Amir tentang kerjasama siaran ini juga disetujui oleh tokoh-tokoh masyarakat Bengkalis yang hadir. Diantara kritikan bagi siaran Indonesia adalah banyak ditampilkannya kehidupan perkotaan yang materialistis dan memberi pengaruh yang jelek bagi masyarakat. Bahkan menurut Heru Wahyudi, Ketua DPRD Kabupaten Bangkalis, sebenarnya siaran Malaysia tidaklah mengganggu rasa kebangsaan masyarakat, karena dulu banyak film-film yang sarat nilai patriotisme muncul di televisi. Tapi, ujar Heru, sekarang tidak lagi. Masyarakat lebih memilih menonton siaran Malaysia, karena siaran televisi dari Indonesia sarat muatan tercela dan berlebih-lebihan. Karenanya, Heru meminta KPI lebih selektif lagi dalam memperbaiki kualitas siaran.

Menyambung hal di atas, Bupati Bengkalis menjelaskan bahwa di daerah yang dipimpinnya ini ada program Maghrib mengaji. “Salah satu kendala yang dihadapi program ini adalah siaran televisi yang muncul pada waktu mengaji yang ditetapkan justru program yang menarik masyarakat,” ujar Herliyan. Dirinya juga menantang lembaga penyiaran di Bengkalis untuk lebih kreatif memproduksi berbagai informasi yang disajikan di televisi, sehingga lebih dekat dengan kultur dan budaya masyarakat. Hal ini kemudian ditanggapi Zainul Ikhwan yang meminta dukungan dari Bupati Bengkalis untuk membantu Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) memenuhi persyaratan untuk meningkatkan kelas stasiun siarannya.

 

 

Jakarta - KPI Pusat mengimbau kepada seluruh Lembaga Penyiaran agar lebih berhati-hati saat melakukan wawancara yang disiarkan secara langsung (Live). Terutama dalam mewawancarai narasumber yang berpotensi mengucapkan kata-kata yang bernada kasar atau tidak layak disiarkan kepada publik. Lembaga Penyiaran disarankan untuk tidak melakukan siaran secara langsung (Live) agar memudahkan proses pengeditan muatan-muatan yang berpotensi meresahkan masyarakat. Jika lembaga penyiaran memutuskan untuk menayangkan program secara langsung (live), harus disertai antisipasi kemungkinan yang bisa terjadi serta langkah-langkah cepat untuk mencegah tersiarnya hal yang tidak layak secara berkepanjangan.

Himbauan itu dikirimkan ke seluruh Lembaga Penyiaran dalam bentuk Surat Edaran yang dikirimkan pada, Rabu, 25 Maret 2015. Keluarnya Surat Edaran Tentang Siaran Langsung (Live) itu setelah KPI melakukan pemantauan dan adanya aduan masyarakat tentang Lembaga Penyiaran yang kurang berhati-hati dalam menyiarkan program atau muatan wawancara narasumber secara langsung (Live).

Selain himbauan kepada Lembaga Penyiaran, Ketua KPI Pusat Judhariksawan juga menghimbau kepada semua pihak, baik itu tokoh masyarakat, artis, pejabat publik, maupun masyarakat umum lainnya yang menjadi narasumber dalam sebuah wawancara harus memahami, bahwa siaran dari Lembaga Penyiaran disiarkan secara serempak dan disaksikan langsung oleh semua lapisan masyarakat dan dari berbagai usia. 

"Sehingga setiap orang yang menjadi narasumber juga harus memperhatikan setiap ucapan atau kata-kata yang digunakan saat diwawancarai," kata  Judhariksawan. 

Menurut Judha, hal ini sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam Standar Program Siaran (SPS) KPI 2012, Pasal 24 jo. Pasal 80 Ayat (1), bahwa muatan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun non verbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia atau memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar/menghina agama dan Tuhan dalam sebuah program siaran, dapat berimplikasi pada penghentian sementara mata acara yang bermasalah.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang Kompas TV berdialog terkait sejumlah program acara Kompas TV yang dinilai melanggar aturan dalam P3 dan SPS KPI, Selasa, 24 Maret 2015 di kantor KPI Pusat. Salah satu program yang dibahas yakni wawancara esklusif dengan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahya Purnama atau Ahok yang ditayangkan Selasa lalu di Kompas TV.

Dialog tersebut dihadiri Direktur Utama Kompas TV Bimo Setiawan, dan Pemimpin Redaksi Rosihana Silalahi, dan diterima oleh Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin dan Agatha Lily.

Diawal pertemuan, Komisioner sekaligus Ketua Bidang Isi Siaran KPI Pusat, S. Rahmat Arifin mengatakan, pertemuan ini untuk mendapat penjelasan yang lengkap dari Kompas TV sekaligus menerangkan hal-hal yang harus diperhatikan dan dilakukan lembaga penyiaran agar kejadian atau pelanggaran terhadap aturan P3 dan SPS tidak terulang.

“Pertemuan atau dialog ini perlu dilakukan agar masing-masing pihak tahu. Kami juga ingin menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan lembaga penyiaran untuk meminimalisir adanya pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI,” kata Rahmat.

Agatha Lily menyampaikan bahwa kejadian itu menjadi pelajaran berharga bagi semua stasiun televisi. Menurutnya, keputusan menayangkan siaran langsung (live) harus disertai antisipasi kemungkinan yang bisa terjadi serta langkah-langkah cepat untuk mencegah tersiarnya hal yang tidak layak secara berkepanjangan.

Dalam pertemuan sebelum tengah hari itu, KPI Pusat menayangkan hasil pantauan terhadap sejumlah tayangan Kompas TV yang dinilai melanggar aturan termasuk tayangan wawancara Aiman dengan Gubernur DKI Jakarta, Ahok.

Terkait pelanggaran yang terjadi dalam sejumlah program acaranya, Kompas TV melalui Pemimpin Redaksi Rosihana Silalahi menyatakan telah melakukan evaluasi internal dan mengambil langkah cepat agar kejadian seperti itu tidak terulang kembali. “Masukan-masukan dari KPI akan jadi pertimbangan kami,” kata Oci, panggilan akrab Rosihana Silalahi.

Sementara Direktur Utama Kompas TV Bimo Setiawan menegaskan komitmen pihaknya untuk terus memperbaiki diri dan mendukung keberadaan KPI yang tegas. ***

Jakarta - Rapat Koordinasi Nasional Komisi Penyiaran Indonesia (Rakornas KPI) 2014 akan berlangsung di Makassar, Sulawesi Selatan. Rapat koordinasi tahunan dengan seluruh KPI Daerah se-Indonesia itu akan berlangsung pada 30 Maret - 1 April 2015. Pelaksanaan Rakornas kali ini juga akan digabungkan dengan peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) yang ke-82 tahun.

Dalam susunan acara Rakornas 2015, acara direncanakan dibuka oleh Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla. Kepastian kedatangan Wakil Presiden saat ini terus dikomunikasikan. 

Adapun tema Rakornas kali ini, “Meneguhkan Penyiaran Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN”. Tema isi menyesuaikan dengan akan dimulainya pasar bebas kawasan Asia Tenggara (ASEAN) pada akhir 2015 atau yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). MEA bukan hanya sebatas sistem terbuka arus perdagangan barang atau jasa, tapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti pengacara, dokter, termasuk peekerja bidang penyiaran, dan bidang lainnya. 

Rapat Koordinasi Nasional KPI 2015 adalah forum untuk merumuskan kebijakan  dan menyusun langkah strategis KPI dalam menata Penyiran Indonesia, sekaligus sebagai forum evaluasi strategis kebijakan KPI untuk kesiapan dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Selain itu membahas tentang strategi kebijakan untuk masing-masing bidang di KPI, evaluasi kinerja KPID, pembahasan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).

Selain itu Rakornas akan membahas perubahan UU Penyiaran dalam konteks memperkuat Kelembagaan KPI dengan memperjelas relasi KPI Pusat dan KPI Daerah. Hasil pembahasan ini akan dijadikan masukan ke Komisi I DPR RI yang sedang membahas UU Penyiaran dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Seminar utama dalam Rakornas mengusung tema, “Meneguhkan Penyiaran Indonesia dalam Menghadapi Masyarkat Ekonomi ASEAN” dengan narasumber direncanakan adalah Menteri Luar Negeri RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Ketua Komisi I DPR RI, Gubernur Sulawesi Selatan, Ketua KPI Pusat, dan Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI).

Hari terakhir, Rabu, 1 April 2015 acara Rakornas akan ditutup bersamaan dengan perayaan malam puncak peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) 2015. Selain acara seremonial, acara itu juga sebagai ajang pemberikan pengharagaan kepada, tokoh, lembaga yang berkontribusi bidang penyiaran nasional.

Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Barat mengunjungi Kantor KPI Pusat. Kunjungan dipimpin langsung oleh Ketua Komisi Syamsul Samad dan Wakil Ketua Komisi Wakil Ketua Munandar Wijaya, beserta Anggota Komisi I lainnya. 

Syamsul Samad mengatakan kunjungan lembaganya untuk konsultasi tentang perekrutan anggota KPID Sulawesi Barat yang akan berakhir masa jabatannya pada 18 April 2014. "Pemberitahuan surat berakhirnya masa jabatan Komisioner KPID sudah disampaikan jauh sebelumnya, tapi karena kesibukan lain di Komisi belum bisa kami tindaklanjuti dan melalui kunjungan ini ingin mengetahui prosedur hukum dan aturan dalam perekrutan," kata Syamsul di Ruang Rapat KPI Pusat, Senin, 23 Maret 2015.

Kunjungan diterima oleh Komisioner Bidang Isi Siaran Sujarwanto Rahmat Arifin, Komisioner Bidang Kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho,  Kepala Sekretariat KPI Pusat Maruli Matondang, dan Kepala Bagian Umum Henry A. R. Patandianan.

Rahmat menjelaskan bila masa berahirnya periode jabatan komisioner sudah dekat dan tidak cukup waktu untuk perekrutan komisioner yang baru, maka hal yang segera dilakukan DPRD adalah mengajukan perpanjangan masa jabatan Komisiner yang bertugas saat ini ke Gubernur hingga ditetapkan adanya Komisioner terpilih yang baru. "KPID dan tugas-tugas yang diamanahi tidak boleh berhenti, harus tetap berjalan," kata Rahmat.

Dalam kesempatan itu Fajar menerangkan ketentuan perekrutan Komisioner KPI/KPID diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Selain itu menurut Fajar, ketentuan itu juga diatur dalam Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 Tentang Kelembagaan KPI.

Lebih lanjut Fajar menjelaskan, ranah pemilihan komisioner KPID sesuai Undang-Undang Penyiaran merupakan domain dari DPRD. Dalam proses penjaringannya DPRD membentuk Tim Seleksi yang dipilih oleh DPRD. "Tim Seleksi berjumlah lima orang dan terdiri dari berbagai unsur, misalnya dari unsur tokoh masyarakat, akademisi, pemerintah provinsi, dan unsur yang lainnya,” terang Fajar. 

Tim Seleksi, menurut Fajar, memiliki hubungan yang erat dan memiliki visi yang sama dengan DPRD dalam menjaring calon KPID. “Saya mengingatkan ini, karena ada di beberapa daerah yang Tim Seleksinya berbeda pandangan dengan DPRD," terang Fajar. Dalam pemilihan komisioner, Fajar berharap, agar calon petahana diberikan kesempatan untuk langsung mengikuti fit and proper test, asalkan sudah memenuhi persyarakatan administratif.

Menurut Fajar, masa kepemimpinan tiga tahun bagi Komisioner KPID terhitung singkat. “Jadi dengan kesinambungan komisioner petahana dan yang baru akan sangat membantu dalam kerja-kerja di KPID. Bila semuanya baru, akan lama proses adaptasinya, seperti memulai kerja dari nol lagi. Padahal dinamika tugas KPID cukup kompleks,” ujar Fajar. 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.