- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 1280
Pagar Alam - Informasi politik yang melimpah melalui media sosial kerap menjadi tempat berkumpulnya berita palsu, hoax atau pun ujaran kebencian. Keterampilan memilih informasi yang dapat dipercaya menjelang Pemilu 2024, menjadi sebuah kemestian, terutama di kalangan generasi Z yang sangat akrab dengan perangkat teknologi terkini. Tenaga Ahli Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, M Iqbal mengatakan, sudah saatnya masyarakat kembali merujuk pada media mainstream seperti televisi dan radio untuk mencari validasi atas informasi yang diperoleh di media sosial. Hal tersebut disampaikan Iqbal saat menjadi narasumber Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang bertema Partisipasi Masyarakat Dalam Mengawal Siaran Sehat, yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, (20/7).
Pada kesempatan itu, Iqbal memaparkan tentang definisi kampanye dan ragam kampanye yang besar kemungkinannya akan ditemui publik melalui televisi dan radio. “Persuation during election menjadi sebuah konten yang biasa hadir menjelang Pemilu,” ujar Iqbal. Bagaimana pun, kampanye merupakan teknik persuasi menyampaikan pesan, yang diharapkan dapat mengubah perilaku yang dalam hal ini ditujukan untuk mempengaruhi pilihan politik.
Sebenarnya, itu adalah suatu hal yang biasa dalam sebuah tahapan pesta demokrasi. Namun, ujar Iqbal, yang menjadi PR adalah ketika pesan kampanye dibalutkan dengan ujaran kebencian ataupun kampanye hitam. Propaganda dengan pesan negatif ini terus mewarnai smartphone, karena kita sudah masuk dalam era post truth. Namun tetap saja, kita harus menghindari adanya polarisasi politik di tengah masyarakat hanya karena adanya perbedaan pilihan politik, tegasnya.
Secara khusus, Iqbal berpesan pada peserta GLSP yang juga hadir dari kalangan pelajar dan pemuda. “Jangan termakan hasutan dari pesan-pesan di media sosial,” ujarnya. Segera lakukan verifikasi pada media-media mainstream. Apakah informasi yang disebar lewat media sosial tadi ada di media mainstream? Cek juga di televisi dan radio, tentang kebenaran informasi tersebut.
Ini dikarenakan televisi dan radio, juga media mainstream lainnya memiliki kewajiban untuk taat pada regulasi. Termasuk memastikan informasi yang disampaikan kepada publik sudah dipastikan validitasnya. Hal ini berbanding terbalik dengan informasi di media sosial. “Apalagi jika sudah ada pesan di akhir kalimat, sebarkan! Harus dicurigai pesan tersebut sebagai informasi palsu atau hoax yang bertendensi untuk memecah belah,” tambah Iqbal.
Senada dengan Iqbal, Anggota Komisi I DPR RI Bobby Rizaldi yang hadir sebagai pembicara kunci dalam GLSP juga mengingatkan peserta agar mewaspadai informasi yang muncul melalui media sosial atau pun platform internet. Untuk itu Bobby berharap betul, agar KPI sebagai instrumen negara dalam melakukan pengawasan konten, dapat memastikan berita atau informasi yang dihadirkan televisi tetap terjaga kesahihannya. “Sehingga konten televisi bersih dari muatan hoax, kampanye hitam atau pun ujaran kebencian,” tambah Bobby.
Hal ini juga diakui oleh I Made Sunarsa selaku Anggota KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan yang turut hadir sebagai narasumber GLSP. “Televisi dan Radio terikat dengan aturan yang ketat dalam menayangkan berita dan konten siaran lainnya,” ujar Made. Dirinya meyakini, televisi dan radio besih dari konten hoax dan semacamnya. “Sudah selayaknya masyarakat kembali menonton televisi dan mendengar radio, karena memang aturan yang membingkai pengelolaan televisi dan radio demikian ketat,” tambahnya.
Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa merupakan komitmen dari KPI untuk mengawal konten-konten siaran yang sehat di televisi dan radio. Menurut Mimah Susanti selaku anggota KPI Pusat bidang kelembagaan, dalam agenda politik nasional Pemilu 2024, KPI turut berpartisipasi dengan memastikan akses informasi kepemiluan dapat diperoleh publik dengan mudah. “Isu-isu pemilu tidak dapat dipisahkan dari kegiatan GLSP ini, karena untuk siaran pemilu pun publik membutuhkan konten yang sehat, “tambahnya.
Senada dengan itu, anggota KPI Pusat bidang kelembagaan Evri Rizqi Monarshi berharap revisi undang-undang penyiaran yang masih dibahas oleh Komisi I DPR RI dapat segera disahkan. Di hadapan anggota Komisi I DPR RI tersebut, Evri meyakini revisi undang-undang penyiaran menjadi jalan keluar dari kosongnya regulasi konten di platform internet. Ini tentu sejalan dengan harapan kita semua, bahwa masyarakat mendapat perlindungan dari konten negatif yang selama ini marak di media dnegan platform internet.