Jakarta - Terbangunnya masyarakat demokratis dan pertumbuhan industri penyiaran seperti yang disebut regulasi sebagai tujuan terselenggaranya penyiaran nasional, bukanlah dua hal yang harus dipertentangkan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), baik pusat dan daerah, harus memerankan diri sebagai agen intelektual  yang mengontrol semua proses demi tercapainya semua tujuan penyiaran nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang. Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq, dalam Seminar “Mewujudkan Peran Lembaga Penyiaran yang Netral dan Berimbang Untuk Menjamin Masyarakat Memperoleh Informasi yang Benar dan Berkualitas”, yang diselenggarakan dalam rangka Rapat Pimpinan (RAPIM) KPI 2014, di Ancol (3/9).

Menurut Mahfudz, tantangan KPI sebagai regulator penyiaran ke depan memang semakin berat. Dirinya mencermati empat fenomena yang mempengaruhi realitas dunia penyiaran saat ini. Fenomena pertama adalah booming industri yang dipicu salah satunya oleh kemajuan teknologi komunikasi informasi. Yang kedua adalah dunia penyiaran yang sedang menuju sistem oligopoli, sebuah fenomena yang lebih dulu terjadi di negara maju. Konsentrasi kepemilikan media ini punya implikasi secara politik dan ekonomi. Seperti di Amerika Serikat misalnya, para pemilik media punya kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar dalam mempengaruhi kebijakan negara dan landscape sosial masyarakatnya.

Selanjutnya adalah fenomena saat politik dan media melakukan sebuah koalisi. “Hal ini sudah kita rasakan saat pemilu legislatif dan pemilu presiden lalu”, ujarnya. Saat ini, hampir mustahil kegiatan politik dipisahkan dari media massa. Media massa dalam komunikasi politik ini bukan hanya sebagai transmiter tetapi telah mengambil fungsi bersama sebagai sender. Fenomena keempat, proses progresif dari pembentukan budaya massa (pop culture). 

Fenomena ini adalah sebuah realitas yang harus dihadapi KPI dalam tugasnya menjaga dunia penyiaran. Karenanya, Mahfudz berpesan, KPI jangan terjebak dengan masalah-masalah teknis penjatuhan sanksi, melainkan harus ikut mulai memikirkan bagaimana model rekayasa sosial untuk mencapai tujuan penyiaran. Mahfudz meminta KPI dan KPID eksis mengambil peran sebagai agen intelektual tanpa perlu merasa dibatasi dengan baju kewenangan. “Mungkin kalau KPID merasa terlalu kecil mempunyai kapasitas, tetapi sesungguhnya Tuhan telah memberi kita kemampuan berpikir dan merekayasa suatu pemikiran baru untuk memperbaiki keadaan”, ujarnya. 

Sementara itu menurut Ashadi Siregar, pengamat komunikasi yang juga hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut, menilai bahwa rekayasa sosial harus melibatkan dua elemen. Yakni negara lewat legislasi, dan masyarakat dengan gerakan sosialnya. Ashadi juga menilai gagasan Mahfudz Siddiq patut dipikirkan lebih jauh. “Sudah saatnya berpikir lebih sistemik. Konten siaran yang saat ini penuh dengan limbah, disebabkan limbah yang sudah ada sejak hulu”, ujarnya. Karenanya perbaikan itu harus dilakukan lebih sistematis dan terekayasa.

Pembicara lain yang hadir memberikan materi adalah Imam Wahyudi dari Dewan Pers. Pada kesempatan tersebut Imam mengakui ada penurunan profesionalisme, akibat permintaan wartawan yang semakin tinggi. Seharusnya, ujar Imam, ada pilar lain yang menopang profesionalisme wartawan, salah satunya organisasi profesi. Sayangnya, setelah era reformasi, wartawan tidak lagi diwajibkan menjadi anggota organisasi wartawan. Padahal, ujar Imam, dengan adanya organisasi profesi ini jika ada wartawan yang melanggar kode etik maka bisa dipecat. 

Selain itu Imam juga melihat bahwa masyarakat sebagai pemilik sah dari frekuensi ini, tidak cukup aware dengan media. “Hak mereka begitu besar terhadap frekuensi, tapi mereka tidak melakukan protes ketika isi media bermasalah, termasuk juga pemerintah dan elemen yang lain”, ujarnya. Terakhir Imam memandang perlu ada revisi atas regulasi penyiaran, terutama Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang membuka kemungkinan konsentrasi kepemilikan lembaga penyiaran. Selebihnya, menurut Imam, yang penting menegakkan aturan yang ada tanpa perlu membuat aturan baru. 

Jakarta - Usai pembukaan Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2014 di Istana Negara, Jakarta acara dilanjutkan di Hotel Mercure, Ancol. Rapat pimpinan KPI Pusat Dan KPID dari 33 provinsi berlangsung pada Selasa, 2 September 2014 sejak pukul 13.00 WIB.  

Adapun tiga bidang pembahasan dalam Rapim, yakni pembahasan Bidang Kelembagaan, Isi Siaran, dan Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran. Pembahasan Rapim adalah pembahasan dari rekomendasi dari Rapat Koordinasi Nasional (rakornas) yang sebelumnya berlangsung di Jambi pada April 2014. Tiap pembahasan bidang disampaikan oleh Komisioner masing-masing bidang dari KPI Pusat.

Bidang Kelembagaan difasilitasi oleh Bekti Nugroho, Judharikwasan, dan Fajar Arifianto Isnugro. Sedangkan bidang Isi Siaran difasilitasi oleh, Agatha Lily, Sujarwanto Rahmat Arifin, dan Idy Muzayyat. Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran oleh, Danang Sangga Buana, Azimah Subagijo, dan Amiruddin.

Adapun topik bahasan dalam Rapim kali ini:

Bidang kelembagaan membahas tentang peraturan KPI tentang aturan dan penataan kelembagaan KPI. Inisiasi pembentukan lembaga ratting alternatif. Serta pembentukan tim perumusan naskah akademik tata hubungan KPI Pusat dan KPI daerah yang anggotanya terdiri dari KPI Pusat dan KPI Daerah dan melibatkan pakar di bidangnya.

Untuk Bidang Isi Siaran membahas tentang menggabungkan P3SPS Lembaga Penyiaran Berbayar (LPB) dan P3SPS free to air yang akan disahkan dalam Rakornas 2015. KPI Pusat dan Daerah dalam menjalankan kewenangannya menjatuhkan sanksi adminitratif atas program siaran yang melanggar P3SPS wajib melakukan koordinasi. 

Koordinasi yang dimaksud adalah dengan saling memberi informasi sebelum penjatuhan sanksi administratif dan membuat surat tembusan untuk menghindari penjatuhan sanksi adminitraif lebih dari kali pelanggaran pada isi siaran yang sama. Selain itu juga kewajiban kepada KPID untuk memberikan masukan untuk penyempurnaan P3SPS. Terakhir adalah pembahasan dan evaluasi pelaksanaan pengawasan penyiaran Pemilu 2014.

Terakhir, Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran membahas beberapa hal. Di antaranya, tentang Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) yang meliputi agar KPI Pusat dan Daerah mengukuhkan implementasi SSJ, tentang surat edaran teknis penegakan implementasi SSJ, dan koordinasi antara KPI Pusat dan Daerah dalam implementasi SSJ.

Bahasan tentang digitalisasi penyiaran juga menjadi pembahasan Rapim. Terutama dalam menyikapi terbitnya Permenkominfo RI Nomor 32 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Secara Digital dan Penyiaran Multipleksing Melalui Sistem Teresterial dan KPI mendesak Kemkominfo melibatkan KPI dalam Tim Pengawasan dan Pengendalian untuk menjaga prinsip pemenuhan minat, kepentingan, dan kenyamanan publik. Selain itu prinsip diversity of ownership dan diversity of content di lembaga penyiaran multipleks.

Bahasan tentang digitalisasi penyiaran ini juga membahas tentang revisi cetak biru digitalisasi penyiaran, dengan finalisasi tim redaksi beranggotakan dari KPI Pusat dan Daerah. Mengamanatkan KPI Pusat untuk membuat panduan survei tentang minat, kenyamanan dan kepentingan publik atas penyiaran digital. Desakan agar dibuka kembali peluang penyelenggaraan penyiaran analog dan pengembangan master plan dan peluang penyelenggarakan penyiaran digital.

Bahasan lainnya juga tentang peraturan LPB agar segera diselesaikan dalam Rapim tahun ini. Kemudian peraturan itu ditetapkan menjadi peraturan KPI dalam Rakornas 2015. 

Sedangkan tentang penyiaran perbatasan, pembahasannya tentang penguatan penyiaran perbatasan dengan pembuatan nota kesepahaman antara KPI dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan. Kemudian tentang penetapan kebijakan nasional penguatan penyelenggaraan penyiaran perbatasan di kawasan perbatasan antarnegara.

Seluruh hasil pembahasan Rapim akan diteruskan melalui sidang evaluasi untuk membuat rekomendasi sebagai hasil Rapim 2014 dan diputuskan dalam Rakornas tahun depan. Rapim pada hari pertama berlangsung hingga pukul 23.00 WIB. Rapat evaluasi akan dilangsungkan pada Rabu malam, 3 September 2014.

Acara Rapim pada Rabu pagi hingga selesai akan diisi dengan seminar selama tiga sesi yang bertujuan untuk mendukung pembahasan Bidang Kelembagaan, Bidang Isi Siaran, dan Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran. Pembicara seminar akan diisi oleh Pimpinan KPK Bambang Wijayanto, Praktisi Penyiaran Ashadi Siregar, dan beberapa pembicara dari praktisi bidang lainnya.

Jakarta - Pembukaan Rapat Pimpinan Komisi Penyiaran Indonesia (Rapim KPI) 2014 berlangsung di Istana Negara, Jakarta. Peresmian rapat pimpinan KPI dan KPID dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pada Selasa, 02 September 2014.  

Dalam sambutannya Presiden SBY mengharapkan agar KPI mampu menjaga dan mengawal lembaga penyiaran, karena frekuensi yang digunakan adalah milik rakyat. Maka sudah seharusnya penyiaran digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik serta berkontribusi dalam pembangunan dan kematangan demokrasi di Indonesia.

"Kita dapat membulatkan ikhtiar untuk terus mematangkan dan memekarkan demokrasi kita. Termasuk di dalamnya meningkatkan peran KPI serta kontribusi lembaga penyiaran terhadap pembangunan bangsa," kata Presiden SBY.

Presiden juga mengapresiasi kinerja KPI saat ini yang terus berupaya agar lembaga penyiaran tetap berada dalam koridor untuk kepentingan publik. Walupun demikian Presiden juga menyadari, posisi media tidak ada yang benar-benar netral atau independen. 

Namun, menurut Presiden, tidak independen dan tidak netral juga memiliki batas-batas yang tidak boleh dilewati. Bila itu sudah melewati batas, menurut Presiden, hal itu akan membahayakan demokrasi. "Begitu melewati batas, kita mengingkari hakikat pers itu sendiri. Kalau tidak kita selamatkan, demokrasi kita di masa depan akan menuju ke arah yang salah," kata Presiden.

Sedangkan Ketua KPI Pusat Judharikasawan dalam laporannya sebagai ketua pelaksana kegiatan mengatakan, pembukaan dan peresmian acara Rapim KPI di Istana Negara adalah salah satu peristiwa penting dan memiliki makna khusus bagi insan penyiaran. “Peristiwa ini juga diharapkan menjadi pesan yang sangat jelas, akan betapa penting dan strategisnya tugas KPI sebagai lembaga negara independen yang mengatur hal-hal mengenai penyiaran,” kata Judharikasawan dalam sambutannya di Istana Negara.

Rapim adalah forum tahunan yang membahas isu penting tentang penyiaran dan menetapkan kebijakan sesuai kewenangan KPI. Forum ini juga adalah koordinasi dalam menyusun dan melaksanakan fungsi dan tugas KPI.

Dalam sambutannya, Judha menjelaskan beberapa hal tentang kondisi penyiaran Indonesia saat ini dan tantangan yang dihadapi ke depan. Di antaranya, tentang migrasi penyiaran terestrial ke penyiaran digital. Kemudian masih terus diupayakannya sistem stasiun berjaringan yang merupakan amanah UU Penyiaran dan persiapan memasuki Masyarakat Ekonomi Asean 2015. 

Terkait dengan pengaruh penyiaran, menurut Judha adalah memastikan lembaga penyiaran digunakan sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. “Kami juga mendorong agar perusahaan-perusahaan periklanan memasang iklan-iklannya pada program-program yang bermanfaat. Tentu semua ini harapannya, kelak lembaga penyiaran hanya menyiarkan program siaran  yang bermanfaat. Atas dasar tersebut, setiap tahunnya kami memberikan anugrah KPI kepada program-program yang bermanfaat dan berkualitas,” ujar Judha.  

Selain pimpinan KPI Pusat dan pimpinan KPI Daerah, acara pembukaan itu juga dihadiri dari berbagai kalangan, baik dari kalangan menteri, anggota DPR RI, Ketua Dewan Pers, pimpinan KPU, pimpinan lembaga penyiaran, dan tamu undangan lainnya. Acara pembukaan Rapim KPI 2014 dibuka dengan seremonial pemukulan gong sebanyak lima kali oleh Presiden.

Jakarta - Dalam sambutan pembukaan Rapat Pimpinan KPI 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyindir lembaga penyiaran. Sindiran itu terkait siaran pada pelaksanaan Pemilu 2014.

Kalimat sindiran Presiden itu menggunakan Bahasa Jawa yang disampaikan dengan nada santai hingga memancing senyum dan tawa tamu dan peserta undangan yang hadir. Sindiran  itu kurang lebih menjelaskan tentang sikap yang berlebihan dan semena-mena. 

"Ngono yo ngono ning ojo ngono. Ingat ada batasnya. Kasihan kandidat yang tidak punya media. Namanya tidak pernah muncul sehingga tidak diketahui masyarakat, kasihan rakyat juga," kata Presiden SBY di Istana Negara, Selasa, 02 September 2014.

Menurut Presiden, selama pelaksanaan Pemilu 2014, ada lembaga penyiaran yang terlalu mencolok dalam memihak pada salah satu pasangan calon. Satu pihak juga ada lembaga penyiaran yang tidak punya semangat dalam menyiarkan kandidat. Kedua hal itu menurut Presiden, sama-sama tidak bagus. 

Presiden mengingatkan kepada lembaga penyiaran, bahwa frekuensi yang digunakan lembaga penyiaran adalah milik publik yang dipinjamkan, bukan milik pribadi atau perusahaan. 

"Terus terang saya harus mengatakan ini, biar dicatat oleh sejarah. Kekuatan pemilik modal ini yang bisa mempengaruhi. Ini rakyat mengatakan, bukan SBY. Saya harus mengatakan terus-terang di mimbar ini, demi kebaikan kita di masa depan," ujar Presiden SBY.

Selain itu Presiden SBY berharap agar KPI mampu menjaga dan mengawal untuk kepentingan publik. 

Sedangkan Ketua KPI Pusat Judhariksawan dalam sambutannya mengatakan penghargaan kepada Presiden SBY yang selama ini bersikap arif dalam menyikapi kritik oleh lembaga penyiaran tentang pemerintahannya. 

“Secara pribadi dan kelembagaan kami menilai, Presiden sangat arif dan bijaksana dan berjiwa besar dalam merespon penyiaran yang ada. Bahkan mungkin tidak berkenan sekalipun. Bagi kami, sikap ini mengajarkan kepada kita semua, bagaimana kekebasan pers itu diletakkan dalam koridor yang bertanggung jawab dan untuk kepentingan bangsa,” kata Judha.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)  akan melaksanakan Rapat Pimpinan (Rapim) 2014. Pertemuan itu akan mengevaluasi seluruh penyiaran sepanjang pelaksanaan Pemilu 2014. Evaluasi atas tayangan lembaga penyiaran dan memberikan catatan untuk perbaikan pada tahapan regulasi penyiaran ke depan.

Rapim KPI adalah kegiatan  yang diselenggarakan setiap tahun. Acara yang mempertemuan seluruh pimpinan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dan Sekretariat KPID dari 33 provinsi di seluruh Indonesia. “Agenda penting Rapim di antaranya untuk menetapkan desain dan strategi KPI untuk menjamin publik dalam mendapatkan informasi yang benar. Maka diperlukan langkah dan sinergi kelembagaan antara KPI Pusat dan Daerah bersama dengan pemerintah dan lembaga penyiaran,” ujar Ketua KPI Pusat Judhariksawan.

Ada beberapa isu dan tema yang dibahas dalam Rapim KPI 2014. Di antaranya tentang netralitas dan keberimbangan informasi lembaga penyiaran, review revisi Undang-undang Penyiaran, isu digitalisasi penyiaran, standarisasi kompetensi profesi dan korporasi penyiaran, dan inisiasi pembentukan lembaga ratting alternatif bagi televisi.

Menurut Judha, pembahasan netralitas dan keberimbangan siaran lembaga penyiaran sangat penting, karena frekuensi yang digunakan lembaga penyiaran adalah milik publik yang dipinjamkan. Selain itu, pembahasan netralitas ini juga sebagai bentuk evaluasi usai pelaksanaan Pemilu 2014.

Dalam pelaksanaan Pemilu 2014, dalam catatan KPI terjadi polarisasi di lembaga penyiaran. Polarisasi itu terlihat dari tayangan yang menujukkan afiliasi dengan partai politik dan salah satu pasangan calon presiden. “Dengan kondisi seperti ini, apakah lembaga penyiaran bisa bersikap netral melalui informasi yang disampaikan kepada publik? Hal ini perlu dievaluasi secara menyeluruh, mengembalikan tugas , peran dan fungsi lembaga penyiaran sebagai media yang berpihak kepada publik , bukan ke salah satu peserta pemilu,” ujar Judha.

Rapim KPI 2014 juga akan membahas isu digitalisasi dan persiapan Penyiaran Indonesia dalam menyambut ASEAN Economic Community 2015. Hal ini menuntut kompetensi unggul dari profesi penyiaran. Masuknya pekerja asing dalam ranah penyiaran harus disikapi secara bijaksana. Bilamana ruang produksi isi siaran terbuka, maka kemungkinan terjadinya penyebaran gagasan dan ideologi yang tidak sesuai sangat mudah dilakukan. “Sehingga dibutuhkan kesadaran dan kearifan kebangsaan para penyelenggara penyiaran yang diberikan mandat dan amanah oleh Negara untuk menggunakan spektrum frekuensi,” ungkapnya.

Judhariksawan menyampaikan, pelaksanaan Rapim berlangsung dari Selasa – Kamis, (1- 4 September 2014) di Hotel Mercure Ancol, Jakarta.  Tema Rapim KPI mengambil tajuk, “Mewujudkan Lembaga Penyiaran yang Netral dan Independen Untuk Menjamin Masyarakat Memperoleh Informasi yang benar dan Berkualitas”.

“Sepanjang keberadaan KPI sejak 2004, ini pertama kalinya Presiden membuka acara Rapim KPI. Ini berarti tanda adanya perhatian Presiden pada dunia penyiaran dan memiliki peran dan posisi strategis dalam kehidupan berbangsa,” kata Judhariksawan.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.