Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, di sela-sela rapat Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Iklan Kampanye di Media Cetak, Media Online, Lembaga Penyiaran dan Media Sosial yang diselenggarakan Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), Senin (17/8/2018).
Jakarta – Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 berpotensi menciptakan dua kutub atau garis pemisah (diametral) yang dikhawatirkan rawan konflik. Pasalnya, calon yang akan bertarung dalam Pilpres 2019 mendatang hanya dua pasangan, sama seperti Pilpres 2014 lalu.
Padangan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, di sela-sela rapat Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Iklan Kampanye di Media Cetak, Media Online, Lembaga Penyiaran dan Media Sosial yang diselenggarakan Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), Senin (17/8/2018). Rapat ini juga dihadiri Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Pers.
“Pilpres 2019 mendatang adalah perulangan dari Pilpres 2014, dimana munculnya dua pasangan calon revans. Ini berpotensi menciptakan dua kutub diametral yang rawan konflik,” jelas Rahmat.
Menurutnya, untuk menghindari terjadinya konflik, keberadaan Gugus Tugas yang terdiri dari KPU, Bawaslu, Dewan Pers dan KPI sangat relevan untuk menjamin Pemilu atau Pilpres yang adil dan jujur. “Gugus ini diharapkan dapat menggairahkan kembali partisipasi publik yang cenderung menurun,” kata Rahmat.
Dalam kesempatan itu, disosialisasikan masa kampanye Pemilu di media massa baru boleh dilakukan 21 hari sebelum masa tenang. Adapun rapat yang diselenggarakan Bawaslu untuk menyiapkan pengawasan iklan kampanye di media massa dan media sosial. ***
Pontianak - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Barat (Kalbar) audensi ke Komisi 1 DPRD Provinsi Kalbar, Senin (17/09/2018) sore, untuk melaporkan kegiatan dan programnya sepanjang tahun berjalan.
“KPID sudah menjalankan Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsinya). Belum ada laporan tentang mereka ke Komisi 1. Sehingga kita menganggap kinerjanya cukup baik. Lain halnya kalau ada yang melapor, berarti ada kendala,” kata Subhan Nur, Ketua Komisi 1 DPRD Provinsi Kalbar, ditemui usai menerima audensi KPID Kalbar.
Subhan menilai, DPRD Kalbar tidak bisa juga berharap yang muluk-muluk terhadap KPID. “Karena pada aspek penganggarannya, mereka ini pas-pasan. Sementara aspek kualitas itu tidak terlepas dari aspek fasilitas. Bagaimana mau bekerja dengan baik kalau fasilitasnya kurang,” paparnya.
Seperti diketahui, penganggaran untuk KPID dibebankan kepada Pemerintah Daerah (Pemda). “Dibebankan kepada daerah ini yang kadang menjadi kendala. Tentu berbeda kalau umpanya penganggarannya dibebankan ke pusat,” kata Subhan.
Ia mengungkapkan, saat audensi itu KPID menyampaikan berbagai kendala yang dihadapinya. Berbagai hal sudah baik, di samping masih diperlukan perbaikan-perbaikan ke depannya.
“Kita memberikan masukan-masukan pada aspek kinerja menyangkut perizinan dan pengawasan penyiaran, sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya,” ungkap Subhan.
Selain itu, Subhan juga berharap KPID terus meningkatkan pengawasan terhadap isi atau konten penyiaran, terutama di daerah. Bagaimana agar dapat menjadi pendidikan yang baik bagi masyarakat.
Subhan sangat berharap isi penyiaran benar-benar diseleksi sedemikian rupa, agar tidak merusak pola pikir masyarakat. “Kalau di daerah justru lebih baik, dibandingkan secara nasional. Walaupun masih ada konten di daerah ini yang kurang mendidik, misalnya menyiarkan karaoke terus menerus. Perlu dibina,” selorohnya.
Sementara itu, Ketua KPID Kalbar, MS Budi mengatakan, audensi ke Komisi 1 DPRD Provinsi Kalbar ini pada intinya merupakan kegiatan rutin tahunan. “Karena kita mesti melaporkan berbagai kegiatan sepanjang tahun berjalan,” katanya.
Termasuk pula pertanggungjawaban administrasi keuangan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar, melalui DPRD Provinsi Kalbar, khususnya Komisi 1 yang membidangi hal ini.
“Kami menyampaikan proses pelayanan perizinan frekuensi televisi dan radio sepanjang 2017, termasuk hingga semester pertama 2018. Termasuk pula pengawasan yang dilakukan terhadap isi siaran secara rutin. Termasuk pula pengawasan lembaga penyiaran terkait Pilkada Serentak Kalbar lalu,” papar Budi.
Berbagai laporan yang disampaikan KPID ini, ungkap Budi, mendapat respon positif dari Komisi 1 DPRD Kalbar, di samping berbagai kelemahan yang mesti diperbaiki. “Saya kira ini sangat positif untuk menyongsong pekerjaan-pekerjaan kami memasuki 2019,” ucapnya. Red dari NETIZEN.media
Gorontalo – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, menyinggung persoalan media digital yang belum memiliki payung hukum atau regulasi yang mengatur. Karenanya masyarakat harus memiliki peran aktif dalam memilah dan memilih setiap informasi dari media digital atau sosial.
Menurutnya, informasi yang berasal dari media sosial belum dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan validasinya seperti yang ada di media penyiaran.
“Ini pekerjaan rumah kita yakni pengawsan penyiaran di media digital yang belum punya payung hukum yang jelas. Untuk penyiaran free to air sudah bisa kita kategorikan tertib, tapi untuk media digital dibutuhkan peran aktif masyarakat untuk memilih dan memilah informasi yang tepat, kogkretnya setiap masyarakat harus aktif dalam melawan hoax,” ujar Yuliandre dalam acara Dialog Publik Nasional, di Provinsi Gorontalo, Senin (17/10/2018).
Acara yang dibuka oleh Asisten I Gubernur Gorontalo Syukri Botutihe dan dihadiri praktisi media, perwakilan pemerintah daerah, mahasiswa, dan para professional di Gorontalo, merupakan bagian dari edukasi dan sosialisasi tentang peran penting media penyiaran darlan membangun karakter bangsa.
Ketua KPI Pusat menegaskan, penyiaran yang sehat adalah hak masyarakat. Karena dengan menghadirkan pemberitaan dan informasi yang berimbang, maka akan terciptanya harmonisasi dalam masyarakat.
Sementara, Komisioner KPI Pusat Obsatar Sinaga menyampaikan pentingnya peran masyarakat menyambut era digital, peran ini harus dimaksimalkan baik itu infrastruktur dan literasi media di masyarakat.
“Dari 20 Negara, internet Indonesia berada di urutan kedua termurah, tapi bandwith dan kecepatan justru ketiga terendah dari tingkat digitalisasi 20 negara di berbagai benua. Baru 30% sampai 40% masyarakat Indonesia yang mendapat akses Internet,” kata Obsatar.
Anggota Komisi I DPR RI, Elnino M. Husein mengatakan penguatan penyiaran melalui KPI harus segera didorong dengan melakukan percepatan revisi UU No. 32 Tahun 200. “Revisi Undang-undang Penyiaran akan menentukan pembentukan karakter bangsa,” tambah Elnino.
Masyarakat sebagai Agent of Change
Selain soal media sosial, Yuliandre menambahkan pentingnya literasi media secara massif kepada masyarakat. Edukasi seperti ini sangat dibutuhkan dikarenakan perkembangan media yang pesat dari sisi kuantitasnya.
“Masyarakat semakin banyak disuguhi isi siaran yang beragam. Hanya saja, tidak semua sajian media berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan pengembangan serta perbaikan masyarakat,” katanya.
Menurut Andre, panggilan akrabnya, peran serta masyarakat sangat bergantung pada tingkat perhatian masyarakat terhadap dunia penyiaran. Semakin tinggi perhatian, maka semakin tinggi pula tingkat peranan mereka.
“KPI menginginkan adanya penguatan sinergi dengan masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap dunia penyiaran. Semakin banyak masyarakat yang peduli, maka akan meningkatkan posisi tawar masyarakat di hadapan lembaga penyiaran,” jelas Andre.
Andre menambahkan, dukungan dari DPR sangat dibutuhkan terutama untuk penguatan kelembagaan KPI. “Kami berharap Undang-undang Penyiaran yang baru segera disahkan. Karena majunya penyiaran Indonesia, salah satunya juga karena peran DPR,” katanya.
Menurut Andre, jika selera siaran publik makin baik hal ini akan berimplikasi dengan sajian siaran. “Masyarakat sebagai penerima suguhan siaran, merupakan mata rantai yang tidak bisa dipisahkan dan saling mempengaruhi,” paparnya.
Dialog publik ini juga menghadirkan narasumber lain seperti Mohamad Reza sebagai dosen komunikasi Universitas Negeri Gorontalo dan Komisioner KPI Pusat Ubaidillah. ***
Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) melakukan kunjungan kerja ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Selasa (18/9/2018). Kunjungan tersebut diterima Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin.
Di awal pertemuan, Anggota DPRD Kota Pangkalpinang, menyampaikan maraknya lembaga penyiaran berlangganan yang berbisnis di wilayah Ibukota Provinsi Babel. Menurut mereka, perkembangan lembaga penyiaran berlangganan atau televisi kabel harusnya dapat memberi kontribusi bagi pendapatan daerah. Namun demikian, mereka berharap lembaga penyiaran tersebut memiliki legalitas dan jika tidak harus ada penertiban.
Wakil Ketua KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, mengatakan setiap lembaga penyiaran harus memiliki izin penyelenggaran penyiaran. Izin tersebut dapat diperoleh melalui proses permohonan perizinan melalui Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) setempat. “Saat ini ada lima ribuan televisi kabel di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, baru hanya 300 lembaga penyiaran berlangganan yang memiliki izin,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Rahmat mendorong DPRD Kota Pangkalpinang melakukan verifikasi legalitas terhadap lembaga penyiaran berlangganan atau televisi kabel. Jika tidak memiliki izin, sebaiknya dilakukan penertiban. ***
Wakil Ketua KPID Jawa Tengah, Asep Cuwantoro, dalam lawatannya ke pengelola TV kabel di Surakarta.
Surakarta - Bisnis televisi kabel termasuk dalam salah satu bisnis siaran. TV kabel merupakan televisi berlangganan yang mendistribusikan konten-konten dari berbagai televisi, baik siaran dalam maupun luar negeri. Bisnis TV kabel biasanya menyasar masyarakat yang membutuhkan siaran-siaran televisi secara khusus atau di luar televisi nasional, juga menyasar daerah tidak terlayani sinyal TV alias blankspot.
Meski masih bisa bertumbuh, faktanya layanan TV kabel kini tengah berada di persimpangan. Bisnis TV kabel di Surakarta misalnya, tak lagi semoncer tahun-tahun sebelumnya akibat menurunnya jumlah pelanggan. Gambaran kelesuan ini didapati ketika Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah melakukan kunjungan ke Best Vision, TV kabel di Surakarta, Kamis (13/9/2018).
Wakil Ketua KPID Jawa Tengah, Asep Cuwantoro, dalam lawatannya berharap, pengelola TV kabel mampu meyakinkan masyarakat agar pelanggan bisa lebih banyak, tentunya dengan layanan yang terbaik.
Kelesuan itu memang diakui Gusti Taufik Panca Putra, Direktur Best Vision. Menurutnya, tren masyarakat saat ini lebih cenderung memilih TV digital daripada analog dengan berbagai macam pertimbangan. Penurunan itu, banyak terjadi pada pelanggan perorangan.
“TV kabel, dalam satu rumah bisa untuk tiga televisi, tapi banyak yang memilih ke digital. Pertimbangan biasanya ke kualitas, dari konten satu ke lainnya agak berbeda dengan digital, karena memang kurang jernih. Tapi kami tetap berusaha untuk memberikan yang terbaik dan memang saat ini masih ada yang setia dengan analog,” ungkapnya.
Sebagai upaya untuk mengatasi penurunan di sektor retail, Taufik lantas membidik perhotelan. “Ketika masuk di hotel, ternyata banyak yang tertarik dan lumayan besar. Membuat kami masih bisa bernafas,” katanya.
Tak sebatas itu, pihaknya juga berusaha menggandeng penyedia layanan internet untuk mendongkrak jumlah pelanggan. “Bekerjasama dengan internet provider, sehingga kami bisa menawarkan dua layanan sekaligus. Upaya ini kami lakukan masih sekitar satu-dua bulan. Masyarakat banyak yang tertarik. Semoga ke depan semakin bertambah seiring peningkatan pelayanan kami,” pungkas Taufik. Red dari KPID Jateng/YyK
Tayangan ini menampilkan pernikahan anak usia dini secara paksa. Hal ini melanggar UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan: bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila wanita sudah mencapai 19 Tahun. Selain itu, dramatisasi poligami tokoh pria (39 Tahun) dengan tokoh anak perempuan jelas melanggar UU Perlindungan Anak yakni terkait Pedofilia diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002. Oleh karena itu, program/tontonan ini TIDAK LAYAK DITAYANGKAN DI SALAH SATU SALURAN TV NASIONAL