Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah melaksanakan Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode II (April-Juni) 2018. Ada 8 (delapan) program siaran yang diteliti KPI pada survei periode kali ini yakni Program Berita, Infotainment, Anak, Religi, Wisata Budaya, Variety Show, Sinetron, dan Talkshow.

Hasil survei periode kedua tahun 2018, menunjukkan secara umum kualitas program siaran di televisi hanya 2,87. Nilai ini masih dibawah standar yang ditetapkan KPI yakni 3,00. Meskipun begitu ada kenaikan sebesar 0,3 dari (2,84), nilai rata-rata hasil survei indeks kualitas program TV di periode I tahun 2018.

Dari hasil survei periode dua ini diketahui bahwa empat program siaran yakni Wisata Budaya, Talkshow, Religi dan Berita nilainya di atas standar yang ditetapkan KPI yakni 3,00. Program Wisata Budaya memperoleh nilai (3,33), Program Talkshow (3,22), Program Religi (3,15), dan Program Berita (3,04). Program berita mengalami kenaikan sebesar 0,6 dari 2,98 nilai survey periode 1.

Adapun empat program siaran yakni Anak, Sinetron, Veriety Show, dan Infotainment nilainya di bawah 3. Program siaran anak yang pada periode pertama mendapat nilai di atas 3,09, pada periode kedua ini harus turun ke angka 2,95. Bahkan, untuk program infotainment, sinetron dan variety show, hanya mampu mencatatkan nilai dikisaran 2,25-2,68.

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, meskipun program berita mengalami kenaikan, ada beberapa catatan kritis untuk program ini seperti soal jarangnya ditemukan berita positif yang membangun optimisme. Menurutnya, perlu ada penambahan proporsi berita positif, seperti prestasi kepala daerah dan inovasi pelayanan publik yang belum diinformasikan secara berimbang.

“Kami juga memberi catatan untuk televisi yang tidak memiliki kotak penerjemah untuk para penyandang disabilitas meskipun disebagian televisi sudah ada khusus segmen berita dan beberapa program. Selain itu, catatan lainnya adalah informas berita yang disampaikan masih cenderung Jakarta sentris dan Jawa sentris,” kata Andre, dalam sambutan Ekspose Hasil Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode 2 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (22/10/2018).

Survei kali ini, kata Andre, mencatatkan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI sebagai televisi dengan standar indeks kualitas tertinggi untuk program Berita yakni 3,35 diikuti TransTV (3,14), KompasTV (3,12), SCTV (3,10) dan NET (3,06).

Untuk program siaran Talkshow, stasiun televisi MetroTV memperoleh nilai indeks tertinggi yaitu 3,48 diikuti oleh TVRI dengan indeks (3,40) Trans7 dengan indeks (3,32) dan RTV dengan indeks (3,23).

Sedangkan untuk program Religi, hampir seluruh lembaga penyiaran mencapai indeks lebih dari 3 dengan nilai tertinggi dicapai oleh tvOne sebesar (3,22) diikuti MetroTV dan TVRI dengan indeks (3,20), disusul RCTI (3,19)  dan RTV  (3.19). 

Hasil yang sama dibukukan pada program acara Wisata dan Budaya. Berdasarkan penilaian, seluruh lembaga penyiaran telah memenuhi standar indeks berkualitas dengan memperoleh nilai indeks di atas 3. Nilai tertinggi dicapai oleh KompasTV sebesar (3,51). Posisi selanjutnya dicapai TVRI dengan nilai (3,41) dan MNCTV dengan nilai (3,37). 

Bila dilihat dari lembaga penyiaran yang memiliki program Variety Show pada survei periode II 2018 ini menunjukkan bahwa ada lembaga penyiaran yang telah mencapai standar indeks yang ditetapkan KPI, yakni MetroTV (3,18) dan KompasTV (3,10). Adapun Indeks terendah program variety show diperoleh ANTV yaitu sebesar  1,97.

Pada Survei Periode II 2018 ini program Anak, hanya 2 (dua) lembaga penyiaran yang mencapai indeks sesuai standar program berkualitas yang ditetapkan KPI. Indeks tertinggi diperoleh TVRI dengan indeks (3,47), diikuti Trans7 (3,13) sementara indeks terendah diperoleh ANTV dengan nilai (2,67).

Yuliandre juga mengkritisi performa tiga program siaran antara lain infotainment, variety show dan sinetron yang nilainya tak kunjung beranjak dari survei ke survei yang dilaksanakan KPI. Menurutnya, harus ada langkah besar dan komitmen lembaga penyiaran untuk memperbaiki isi tiga program siaran ini.

“Sebagian besar informasi baru tentang para selebritis dinilai kurang inspiratif. Selebritis adalah trend setter, sebaiknya mengangkat sisi-sisi positif dari para selebritis yang bisa menginspirasi, misalnya selebritis yang menjalani gaya hidup sehat, bagaimana menjalin rumah tangga sehingga harmonis serta prestasi  artis,” kata Andre.

Selain menyampaikan hasil survei indeks periode kedua, KPI akan melakukan MoU (memorandum of understanding) untuk memperkuat kerjasama dengan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I)).

Kerjasama ini untuk mendorong peningkatan kualitas program siaran televisi sekaligus mendorong pengiklan menempatkan iklannya pada tayangan berkualitas berdasarkan hasil survei indeks kualitas program siaran TV yang dilakukan KPI.

Yuliandre Darwis mengatakan, kerjasama ini untuk mendorong dan mengubah cara pandang pengiklan beriklan di sebuah program acara. Selama ini, rating masih menjadi hal yang menentukan kelangsungan hidup sebuah program.

“Rating di Indonesia dilakukan oleh Nielsen Media Research (NMR) dan menjadi acuan utama stasiun televisi untuk memproduksi program acara. Angka rating yang tinggi dianggap sebagai satu-satunya indikator keberhasilan suatu program,” katanya.

Hasil rating itu, juga menjadi acuan bagi perusahaan yang ingin mengiklankan produknya. Pengiklan akan membeli spot iklan pada program-program yang dinilai mempunyai rating tinggi. “Akibat dominasi rating ini, program acara di lembaga penyiaran televisi menjadi sama alias seragam karena mereka ramai-ramai membuat acara yang serupa dengan harapan mendapat rating tinggi,” jelas Yuliandre.  

Padahal, salah satu kelemahan dari rating yang jadi patokan lembaga penyiaran saat ini hanya mengukur aspek kuantitas, diukur dari banyaknya jumlah penonton untuk acara tertentu. “Angka itu tidak menilai apakah program acara itu penting atau tidak, baik atau tidak bagi pemirsa. Karenanya rating hanya mencerminkan program acara yang disukai oleh masyarakat,” kata Andre.

Selain itu, kata Andre, hasil survey ini, dapat menjadi ukuran masyarakat untuk lebih selektif dalam mengonsumsi informasi atau pun konten siaran di televisi. “Hasil survey ini dapat menjadi panduan bagi publik, tentang tayangan yang mendidik serta informasi bermutu yang dapat menuntun mereka ke arah lebih baik,” ujarnya. ***

 

 

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah.

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI) meminta media penyiaran untuk memberikan porsi yang sama kepada semua kandidat capres atau caleg yang akan bertarung di pemilu 2019. 

KPI mengingatkan agar media penyiaran tidak tebang pilih dalam pemberitaan atau dalam menginformasikan hal-hal yang terkiat dengan pemilu mendatang. 

"Baik dari penyelenggara, para kandidat, dan semua yang berkaitan dengan proses pemilu itu sendiri," ujar Komisioner KPI Ubaidillah dalam acara diskusi di Jakarta, Jumat (19/10/2018). 

"Kan peran media tidak hanya di tingkat nasional, tapi juga kabupaten atau kota. Mereka diberi kesempatan yang sama muncul di publik," sambung dia. 

Ubaidillah mengatakan peran media sangat penting dalam menjaga proses demokrasi. Sebab, media adalah salah satu pilar demokrasi itu sendiri. 

Oleh karena itu, sebagai pilar demokrasi, maka media memiliki tanggung jawab untuk menyajikan berbagai informasi tak hanya di tingkat nasional, namun juga tingkat daerah. 

Berdasarkan pengalaman pilkada serantak 2015, 2017 dan 2018 lalu kata dia, hanya informasi di daerah-daerah besar saja yang dimunculkan di media penyiaran. 

"Kita mendorong untuk memunculkan pemberitaan-pemberitaan di media untuk lebih menyeluruh,' kata dia. 

Ia mengatakan, akibat pemberitaan yang hanya terfokus kepada satu pihak atau daerah saja, maka akan terjadi ketimpangan informasi yang diterima masyarakat. Red dari Kompas.com

 

 

Dumai - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Riau membentuk Keluarga Cinta Siaran Indonesia (KCSI) di Kota Dumai sebagai ujung tombak gerakan cinta siaran lokal dan nasional.

Komisioner KPID Riau Widde Munadir Rosa  di Dumai Kamis mengatakan, KCSI dibentuk sebagai penguatan kapasitas masyarakat di kawasan perbatasan.

"KCSI di Riau sudah dibentuk di tiga daerah, yaitu Rokan Hilir, Kepulauan Meranti dan Dumai, tujuannya untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air masyarakat di wilayah perbatasan dalam kegiatan mendengar dan menonton siaran indonesia," kata Widde.

Dijelaskan, KPID Riau menargetkan tujuh kabupaten/kota yang berada langsung di daerah terdepan, tertinggal dan terluar untuk segera membentuk kelompok keluarga cinta siaran Indonesia.

Ada beberapa persoalan penyiaran di wilayah perbatasan, misalnya, warga mendapatkan akses informasi dari negara lain, minimnya siaran televisi dan radio dari dalam negeri yang dikonsumsi masyarakat.

"Persoalan lainnya, pemerintah juga belum menempatkan pembinaan terhadap lembaga penyiaran di wilayah perbatasan sebagai program prioritas," sebutnya.

KCSI juga sebagai ujung tombak KPID dalam gerakan kampanye mendorong tumbuhnya rasa cinta terhadap siaran lokal dan Indonesia, karena di tujuh daerah di Riau masih didominasi siaran dari negara tetangga.

Pembentukan KCSI ini, diharap semua penyiaran terpantau, membantu masyarakat umum dalam memahami peraturan, memudahkan pengaduan atas pelanggaran dan muncul ide atau gagasan untuk pengembangan penyiaran publik.

Kondisi penyiaran di Dumai, lanjutnya, ada tiga televisi berbayar dan empat radio, diharap dalam kegiatan penyiaran lebih mengangkat tentang kearifan lokal daerah dan turut mencerdaskan anak bangsa.

"KPID sudah banyak menangani pengaduan penyiaran dari masyarakat, dan kedepan kkcsi dapat mengawasi serta mendorong cinta siaran indonesia secara umum," ujarnya.

KCSI di Kota Dumai terdiri atas unsur wartawan televisi dan radio, organisasi masyarakat, mahasiswa dan pelajar. Red dari Antara Riau

 

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah Sadewa.

 

Jakarta - Pengurangan Risiko Bencana (PRB) adalah rangkaian upaya yang dilakukan secara sistematis untuk menganalisa risiko-risiko dampak bencana terhadap kehidupan dan penghidupan manusia. Sejak Tahun 2009, UNISDR (United Nations International Strategy for Disaster Reduction) menetapkan tanggal 13 Oktober sebagai hari peringatan PRB Internasional sebagai pengingat bersama atas kemajuan, keberhasilan, dan capaian dalam meningkatkan ketangguhan bencana.

Di Indonesia, Bulan Peringatan PRB telah menjadi agenda nasional dan dilaksanakan secara berturut di berbagai kota besar yaitu di Kota Mataram, NTB (2013), Kota Bengkulu, Bengkulu (2014), Kota Surakarta, Jawa Tengah (2015), Kota Manado, Sulawesi Utara (2016), dan Sorong, Papua Barat (2017).

Pada tahun 2018, BNPB bekerjasama dengan BPBD Provinsi Sumatera Utara akan menyelenggarakan Peringatan Bulan PRB Nasional tahun 2018 di Kota Medan dan tiga Kabupaten yaitu Simalungun, Karo dan Samosir. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal 19 – 26 Oktober 2018 dengan mengangkat tema “Sustainable Resilience for Sustainabel Development: Coherency for Reselience Through People Public Private Partnership (PPPP)”.

Peringatan bulan PRB ini disambut baik Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan kembali mengingatkan semua lembaga penyiaran, baik televisi maupun radio, untuk menyampaikan setiap informasi peringatan dini gempa dan tsunami dari BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) pada masyarakat secara  cepat. 

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, mengatakan komitmen lembaga penyiaran dan konsistensi untuk menjalankan komitmen tersebut harus terus diingatkan. Peringatan dini bencana yang dibuat oleh BMKG haruslah sepenuhnya menjadi acuan bagi lembaga penyiarandalam menyiarkan bencana. 

“Media memang harus mengambil peran dalam mata rantai sistem peringatan dini bencana. Sosialisasi bencana tersebut, tidak semata-mata dilakukan pada saat terjadi bencana, melainkan juga pada pra bencana (mitigasi), tanggap darurat, serta rehabilitasi dan recovery,” ujarnya.

Menurutnya, kesadaran wawasan nusantara juga harus ditingkatkan dengan memahami bahwasanya Indonesia dikenal sebagai kawasan ring of fire atau cincin api. Sehingga, potensi bencana akibat aktivitas gunung berapi seperti gempa vulkanik ataupun erupsi, sangat besar. 

Ubaid, panggilan akrabnya, mengingatkan lembaga penyiaran untuk mengoptimalkan edukasi masyarakat terkait kebencanaan melaui Iklan Layanan Masyarakat (ILM). Dalam evaluasi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP), KPI juga memberikan penilaian terhadap peran serta televisi dalam sistem informasi bencana. 

Selama ini, keterlibatan aktif baru ditunjukkan oleh televisi yang  mengambil format siaran berita. Dia berharap, ke depannya seluruh televisi dengan format siaran apapun, selalu tanggap dalam siaran bencana. Hal ini tentu menjadi kontribusi penting dunia penyiaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan di negeri ini. ***

 

Kepala Divisi Hubungan Masyrakat (Humas) Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Setyo Wasisto.

 

Jakarta – Kepala Divisi Hubungan Masyrakat (Humas) Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Setyo Wasisto, menjadi pengisi materi dalam Sekolah P3SPS KPI Angkatan XXXII yang dimulai hari ini, Selasa (16/10/2018) di Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Jakarta Pusat. Jenderal Polisi bintang dua ini menyampaikan materi tentang penyiaran dalam aspek keamanan negara.

Usai diperkenalkan Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, kepada peserta Sekolah P3SPS, Setyo memaparkan peran penting media salah satunya yakni menjaga keutuhan negara. Maraknya informasi hoax yang beredar di tengah masyarakat melalui media sosial harus diverifikasi kebenarannya oleh media seperti TV maupun radio.

“Kita bisa lihat berita hoax bisa memecah negara di Timur Tengah. Apalagi saat ini kita sudah masuk tahun politik yang apa-apa bisa dipolitisir,” kata Setyo.

Menurutnya, ada tiga hal yang harus dilakukan untuk memastikan informasi tersebut layak dan terjamin kebenaran yakni cek, ricek dan cek kembali. “Ketika kita menyampaikan kebenaran, masyarakat akan dapat pembelajaran dan edukasi. Jika yang kita sampaikan sebaliknya, akan menjadi bara api. Masalah hoax ini sangat luar biasa dan kami mendukung setiap ada gerakan anti hoax,” tutur Setyo.

Setyo menyatakan keberadaan KPI sebagai regulator dan pengawas penyiaran di Indonesia sangat sentral. Namun, posisi KPI ini jangan dianggap sebagai lembaga yang membelenggu kreatifitas. Seharusnya, ini menjadi pematik bagi lembaga penyiaran membuat konten-konten yang edukatif dan bermanfaat agar anak-anak tidak menonton tayangan yang isinya hedonis dan berbau pacaran.

“KPI pun harus berani mengambil tindakan tegas jika ada lembaga penyiaran yang melanggar aturan siaran,” kata Setyo.

Masyarakat, kata Setyo, juga memiliki peran untuk ikut mengawasi konten siaran. Jika peran ini dapat dijalankan, dia meyakini konten siaran akan bersih dari pelanggaran. “Masyarakat berperan penting dalam meredam dampak negatif siaran, salah satunya dimulai dari keluarga  dengan memberikan pemahaman bagaimana menggunakan media. Peran aktif masyarakat ini sangat diperlukan agar muatan siaran senantiasa sehat dan bermanfaat,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Setyo menjawab pertanyaan peserta soal boleh tidaknya media ikut dalam sebuah penyergapan atau penangkapan yang dilakukan pihak kepolisian. Menurutnya, hal itu tidak boleh demi keselamatan awak media dan anggota Kepolisian. Terkait ini, Setyo berencana akan membahas dengan para Pemimpin Redaksi dan membuat SOP. *** 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.