Jakarta - Hasil penelitian kesehatan dari jajaran Kementerian Kesehatan harus dapat dibahasakan secara populis agar dapat diterima dan juga dimengerti oleh masyarakat. Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Mayong Suryo Laksono menyampaikan hal tersebut dalam acara Ekspo Disertasi Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan dalam rangka Hari Kesehatan Nasional ke-54, di Jakarta (9/11).

Menurut Mayong, masyarakat juga berhak mendapatkan manfaat dari penelitian yang telah dilakukan jajaran Kemenkes, untuk kepentingan kesejahteraan mereka. Dia mengingatkan pula, bahwa saat ini para produsen pengobatan alternatif lebih kreatif dalam memasarkan produk-produk kesehatan yang mereka klaim dapat mengobati semua penyakit. “Iklan produk pengobatan alternatif selalu menghadirkan manager pemasaran yang mampu membuat masyarakat antusias dan bahkan berkonsultasi langsung tentang masalah kesehatannya melalui TV dan radio,” ujar Mayong. Padahal tidak ada kapasitas bagi manager pemasaran produk menangani keluhan kesehatan.

Untuk itulah Mayong berharap, hasil riset dari Disertasi para dokter di Kemenkes ini dapat disosialisasikan dengan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh orang awam. “Harus ada yang menjembatani antara hasil riset ini dengan masyarakat,” ujarnya. Sehingga, riset yang sudah dilakukan dapat diimplementasi dan menghasilkan manfaat yang optimal untuk memperbaiki kesehatan masyarakat.

Hadir dalam acara tersebut Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Anfasa Moeloek, yang turut memberikan arahan dan membuka acara Expo. Expo Disertasi itu menampilkan 63 disertasi dari seluruh satuan kerja Kementerian Kesehatan antara September 2017 dan September 2018.

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Anggota DPR RI, Effendi Simbolon, Pemerhati Penyiaran dan Tokoh Perempuan, Dewi Motik, dan K.H Masdar Farid Mas’udi, serta Anggota KPID DKI Jakarta, ketika memberikan literasi ke masyarakat Jakarta, Jumat (9/11/2018).

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) melakukan literasi media bersama untuk masyarakat di Jakarta, Jumat (9/11/2018). Literasi media ini dalam upaya meningkatkan kualitas analisa masyarakat di Ibu Kota agar kritis dan selektif memilih tayangan. 

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, kegiatan literasi media merupakan upaya pihaknya membentuk masyarakat Indonesia menjadi cerdas dalam memanfaatkan media khususnya media penyiaran. “Kami ingin masyarakat menjadi lebih pintar, cakap, mampu dengan baik, menggunakan, memahami, menganalisa, media baik itu media televisi, radio, surat kabar, dan film,” katanya di depan ratusan peserta literasi media di Hotel The Media, Jakarta Pusat.   

Menurutnya, untuk membentuk hal itu masyarakat harus dibekali suatu kemampuan, pengetahuan, kesadaran dan keterampilan sebagai pembaca media cetak, penonton televisi atau pendengar radio.

“Ketika masyarakat memiliki kesadaran dan sikap kritis, mereka akan menyadari sebagai konsumen media bahwa punya hak dan kewajiban atas isi siaran radio dan televisi. Ini pun akan memunculkan kesadaran tentang dampak yang ditimbulkan media dan mengidentifikasi hal-hal yang harus dilakukan ketika menggunakan media,” kata Andre, panggilan akrabnya. 

Anggota Komisi I DPR RI, Effendi Simbolon, menyatakan kegiatan literasi media harus terus menerus dilakukan. Masyarakat harus diberi ruang untuk mempelajari bagaimana bersikap kritis terhadap media supaya mereka bisa memilih informasi mana yang baik dan tidak baik. 

“Mereka tidak boleh menelan mentah-mentah informasi dari media. Karena kita tahu aturan kita tidak seperti negara-negara dengan sistem pemerintahan otoriter yang sangat ketat mengatur apa yang boleh ditonton dan didengarkan rakyatnya. Sedangkan di kita bebas. Kita ingin meliterasi ini,” kata politisi dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini. 

Dalam kesempatan itu, Effendi meminta KPI menjadi pelindung masyarakat dan melakukan pengawasan siaran secara maksimal. “Posisi di KPI sudah cukup untuk menjalankan fungsi dan tugas,” paparnya.  

Tokoh Perempuan dan Pemerhati Penyiaran, Dewi Motik Pramono, yang hadir dalam kegiatan literasi itu mengatakan, sekarang ini sudah banyak perubahan yang terjadi di televisi. Hal ini berbeda dengan sebelumnya yang masih sangat vulgar. “Yang perlu saya tegaskan adalah KPI harus berani bertindak ketika ada tayangan yang melanggar,” pintanya. 

Pernyataan senada juga disampaikan K.H Masdar Farid Mas’udi. Menurutnya, KPI harus dapat meminimalisir informasi di masyarakat yang bisa menimbulkan konflik. “KPI itu punya peran yang penting terhadap keutuhan bangsa dan stabilitas politik agar negara ini bisa utuh,” tuturnya. 

Tidak hanya menjaga keutuhan bangsa, KPI harus dapat memajukan dan merangsang bertebarannya informasi yang dapat mendorong persatuan bangsa dan kemajuan bangsa ini di segala bidang. “Kita harus menghindari konflik dan informasi yang negatif. Bangsa ini sangat plural dan ini sangat rentan untuk dihasut,” tandas Masdar.

Selain di Jakarta, kegiatan literasi media juga diadakan di 11 kota lain seperti Medan, Padang, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Denpasar, dan Ambon. Literasi ini diikuti oleh unsur akademisi/pengajar, tokoh masyarakat, LSM, kelompok masyarakat peduli penyiaran di daerah, lembaga penyiaran lokal dan jaringan di daerah serta penggiat Literasi Media. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus mendorong peningkatan kualitas konten siaran melalui program rutin pembinaan isi siaran terhadap lembaga penyiaran. Tidak hanya pembinaan terhadap isi siaran televisi, KPI pun melakukannya untuk radio. 

Berdasarkan data sanksi yang dikeluarkan KPI selama ini, pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran radio terhadap aturan P3SPS jumlahnya tidak signifikan. Pelanggaran yang kerap terjadi di media dengar ini adanya perkataan cabul, kasar dan lirik lagu asosiatif. 

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini mengungkapkan, pihaknya paling sering menemukan adanya perkataan kasar dan cabul yang dilakukan oleh penyiar radio di sela-sela candaan. Pemantauan radio KPI juga pernah menemukan lagu berlirik kata kasar, cabul dan porno.  

“Ini catatan yang penting kami sampaikan dan diperhatikan untuk radio. Kata kata cabul, seronok. Lagu dengan muatan kasar, cabul dan pornografi. Kami juga ada catatan untuk program talkshow radio soal host dan narasumber sering kelewatan,” jelas Komisioner bidang Isi Siaran KPI Pusat di depan Pimpinan dan manajemen radio di bawah grup MRA (Cosmopolitan FM, Hard Rock FM, i Radio, Trax FM, dan Brava Radio), Rabu (7/11/2018) di Kantor MRA Grup.  

Menurut Dewi, pembinaan isi siaran terhadap radio ini penting karena jumlahnya yang mencapai ribuan. Menurut data KPI, jumlah radio per 2017 mencapai 4050 terdiri dari radio swasta 3317 dan radio publik 244 dan radio komunitas 489. Rata-rata setiap kota di Indonesia memiliki kurang lebih 10 radio, baik swasta, publik maupun komunitas. Jumlah radio paling banyak ada di Jawa .

Di tempat yang sama, Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono mengatakan, KPI bertanggungjawab terhadap perkembangan industri dan kualitas isi siaran lembaga penyiaran termasuk radio. Karenanya, intensitas pengawasan radio di KPI Pusat terus ditingkatkan menjadi 25 radio. 

Sementara itu, Deputi Direktur MRA, Muhammad Rafiq, mengakui adanya kata-kata yang dilarang aturan muncul dalam siaran radio. Biasanya, hal ini terjadi karena antar penyiar atau dengan narasumber melawati batasan ketika bercanda. Dia mengistilahkan, obrolan di café di bawa ke ruang siar. 

Rafiq mengatakan pihaknya berupaya membuat pagar api untuk menghindari adanya pelanggaran dalam siaran. “Biasanya program direktor tahu posisi narasumber yang berbahaya atau topik yang dibahas agak menyerempet. Dalam kondisi begitu, kita tidak akan live. Kita ada voice trak, merekam dulu, setelah kita dengar dan aman baru kita tayangkan. Ada jeda lima menit,” jelasnya.

Menurut Rafiq, pihaknya membuat kebijakan internak berupa sanksi administrasi untuk penyiar yang sering melakukan pelangggaran. Upaya ini agar tidak terjadi pelanggaran yang sama di kemudian hari.

Dalam kesempatan itu, Rafiq meminta KPI untuk membuat daftar lagu-lagu yang tidak boleh disiarkan karena mengandung unsur yang menyalahi aturan P3SPS. “Kami biasanya ada list dan sudah ada sensor dari penyedia lagu tapi apakah hal ini selaras dengan aturan KPI. Karena itu, kami minta update dari KPI lagu-lagu mana yang tidak boleh diputar. Kita perlu list seperti itu,” katanya. 

Rafiq mengungkap MRA memiliki dewan musik yang akan menyeleksi lagu-lagu baru sebelum ditayangkan. “Mereka akan diskusikan dan menentukan lagu ini boleh diputar atau tidak. Bahkan kita melakukan sensor secara moral kepada penyanyinya apakah bermasalah atau tidak,” paparnya. ***

 



In Memoriam  H. Mahmud Din Torano

Pahlawan Penyiaran Maluku Utara

Oleh : Alwi Sagaf Alhadar  -  Komisioner KPID Maluku Utara

     

Ahad sore itu tiba-tiba  hujan  mengguyur deras.  Saat yang sama saya tengah mengendarai mobil dari Bandar Udara Sultan Babullah menuju pusat kota Ternate. Setelah mengantar ponakan dan anaknya kembali ke Gorontalo. Sengaja saya memutar lagu November Rain agak keras, tembang lawas milik  kelompok  Guns N’ Roses. Bukan apa-apa.  Supaya selalu terjaga konsentrasi berkendara di tengah cuaca yang mulai memburuk. “And no one’s really sure who’s lettin’ go today. Walking  away”. Begitu bunyi sepenggal lirik lagu berirama slow rock ini.

     Belum juga sampai di rumah, tiba-tiba pula telepon genggam saya bergetar. Tanda ada panggilan masuk. Dari ujung telepon terdengar suara Pendeta Williams Ruddy Tindage, kolega saya di Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Maluku Utara. Agak lain dari biasanya.  Kali ini suaranya bernada serius dan terbata-bata. Saya pun segera memarkir mobil di pinggir jalan. Wakil Ketua KPID Malut ini mengabarkan berita duka. Bapak Drs. H. Mahmud Din Torano, MM telah berpulang ke Rahmatullah. Inna Lillahi Wa Inna Ilayhi Raajiu’n.

      Kaget bercampur sedih. Tanpa terasa kedua  mata saya berkaca-kaca.   Ketua KPID Malut ini menghembuskan nafas terakhir  dengan  tenang di tengah keluarga besarnya di Makassar,  hari Ahad petang jelang maghrib, 4 November 2018. Setelah  beberapa waktu dirawat di Ternate dan kemudian  dirujuk  berobat ke ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan .

     Ibarat kata pepatah, tua-tua kelapa, makin tua makin berminyak. Pria kelahiran Pulau Makean, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, pada 18 Agustus  1950 ini tetap enerjik  dalam berbagai aktivitasnya. Pada titik  ini,  saya bersama teman-teman  komisioner KPID punya pengalaman berharga dengan Almarhum.  Awal 2011, saat kami  fit and proper test di Gedung DPRD Maluku Utara. Di antara para calon komisioner, beliaulah yang paling senior dari sisi usia. Bisa pula dikatakan Pak Haji – begitu biasa kami menyapa beliau - sangat minim pengalaman terkait dunia broadcasting ini. Saat  itulah, awal mula saya bersua dengan sosok yang cergas dan bijak dalam setiap pengambilan keputusan.

      Almarhum adalah pensiunan ASN di Setda Provinsi Malut  tahun 2006. Biasanya setiap pensiunan akan mengalami suatu gejala post power syndrome. Namun gelagat itu tak nampak dalam diri sosok yang gemar olahraga badminton serta renang. Pantang menyerah  dan terus belajar adalah karakter dari pribadi  penyayang keluarga ini. Akhirnya, beliau, saya, dan lima rekan lainnya terpilih sebagai pengawal dunia penyiaran yang pertama di Maluku Utara, sejak UU Penyiaran diterbitkan tahun 2002 silam.

     Seiring waktu berjalan, Pak Haji – yang memiliki tiga putera dan dua puteri ini - menggawangi bidang kelembagaan KPID Malut  telah berhasil menata internal.  Kemudian bersama    komisioner lainnya   gencar  melakukan sosialisasi agar lembaga penyiaran mau berizin. Saat itu, kami selalu gaungkan tagline, malu bersiaran tanpa izin. Pada periode kedua, beliau dipilih menjadi ketua.  Watak kepemimpinannya semakin nampak jelas. Diimbangi dengan etos kerja yang tinggi serta tak mau mengulur waktu dalam problem solving. Hingga terkadang, kami yang lebih yunior, justru kewalahan mengimbangi sepak terjang  pria yang beristri seorang wanita asal Sulawesi Selatan ini.

     Prestasi ini ditopang dengan masa kerja beliau yang cukup panjang di Tanah Papua. Lebih dari  30 tahun berkutat di bidang pendidikan, mulai 1973. Kala itu, masih bernama Propinsi Irian Barat. Ditempatkan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura, sebagai pegawai biasa, lantas menjabat  Kepala Tata Usaha ( KTU), hingga berakhir sebagai Kepala Dinas .

     Tahun 2003 - peraih gelar S1 pada STIE YAPIS Jayapura dan S2 pada STIE Wijayakarta Jakarta – pulang kampung ke Maluku Utara. Jebolan SDN 2 Ngofakiaha Makean, SMPN Ngofakiaha Makean, serta SMEA Ternate ini , oleh Gubernur Thaib Armaiyn ditempatkan sebagai KTU Dinas Pariwisata  Provinsi Malut.  Akhir 2003, Pak Haji dipercayakan mengelola Biro Organisasi Setda Provinsi Malut hingga 2005. Karirnya semakin kinclong, saat diamanatkan untuk menahkodai  Balitbangda Provinsi Malut, hingga masuki masa pensiun tahun 2006.

      Banyak prestasi cemerlang ditoreh oleh sosok yang berkepribadian serius tapi santai ini. Antara lain, gencar promosi Pulau Morotai sebagai bakal tujuan wisata mancanegara,  menggagas motif pakaian Batik khas Malut yang digunakan oleh ASN pada hari tertentu, dan masih banyak lagi. Hingga melegalkan status berbagai Lembaga Penyiaran di Malut.

     Kini, Pak Ketua telah mendahului kita kembali ke haribaanNya. Ada satu obsesinya yang belum kesampaian. Angan-angan berdirinya stasiun produksi TVRI Malut belum terwujud. Padahal usaha meyakinkan petinggi stasiun yang memiliki motto “Saluran Pemersatu Bangsa” ini telah berujung pada kunjungan tim teknis ke Ternate dan Sofifi. Menurut beliau, provinsi yang memiliki moto, Marimoi Ngone Futuru (Bersatu Kita Kuat) ini akan lebih maju, jika memiliki media audio visual sendiri.

     Selamat Jalan Pak Haji….. Jasamu akan selalu kami kenang. Amal jariyahmu akan senantiasa mengalir. Nasihatmu jadi cambuk buat kami untuk terus bergerak. Perjuanganmu akan kami lanjutkan. Doa kami senantiasa tercurah untukmu.



(Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran Berziarah di Makam Ketua KPID Maluku Utara, Almarhum H. Mahmud Din Torano)

 

 

 

 

 

Batam - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengapresiasi komitmen lembaga penyiaran swasta (LPS) televisi yang telah mengisi kanal-kanal di multiplekser TVRI yang terdapat di 4 (empat) wilayah perbatasan antar negara. Penyediaan konten siaran lewat muks TVRI ini , membantu terpenuhinya kebutuhan masyarakat di wilayah tersebut akan informasi dalam negeri, sekaligus  mengimbangi  luberan siaran asing dari negara tetangga. 

Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P), Agung Suprio dalam Workshop Penyiaran Perbatasan: Evaluasi Penyiaran Digital Di Daerah Perbatasan dan Rencana Replikasi, di Batam (6/11/2018).`

Terobosan KPI dalam mengkolaborasi antara LPS dengan TVRI merupakan langkah penting guna menjaga udara di wilayah perbatasan antar negara ini dari banyaknya siaran asing yang dengan mudah diakses oleh masyarakat.  Untuk itu, KPI meminta pengelola televisi yang menyediakan konten-konten siaran di wilayah perbatasan, tetap menjaga kualitas siarannya. 

“Jangan terlalu banyak program yang re-run, menyiarkan iklan layanan masyarakat (ILM), dan tetap mematuhi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS),” ujar Agung.

Adanya “perang udara” di wilayah perbatasan ini memang harus diperhatikan baik. Penanganannya. Anggota Komisi I DPR RI, Roy Suryo berpendapat, KPI memang harus memperjuangkan hak-hak informasi masyarakat  di perbatasan lewat  konten siaran, demi penguatan integrasi bangsa. Terutama jika dikaitkan dengan pelaksanaan digitalisasi penyiaran yang sudah dilakukan oleh negara-negara tetangga.

Roy sangat paham jika masyarakat di wilayah perbatasan lebih menyukai siaran dari negeri tetangga.  “Secara teknis siaran dari Singapura jauh lebih jernih gambar dan suaranya, karena di sana sudah digital”, ujar Roy. Namun jangan lupa, ada aturan yang berbeda antara Indonesia dan negara tetangga tentang konten siaran. Karenanya Roy berharap, jangan sampai masyarakat di perbatasan memiliki ketergantungan dengan siaran luar negeri yang luber, sementara KPI tidak punya kewenangan regulasi dalam pengawasan`

Roy juga menyetujui langkah KPI mengajak pengelola televisi menguatkan siaran dalam negeri di wilayah-wilayah perbatasan. Meski masing-masing wilayah perbatasan punya kekhasannya sendiri, tapi dirinya melihat upaya KPI memperkaya siaran di perbatasan memang harus didukung. “Bahkan harus diperbanyak di wilayah perbatasan lainnya”, ujar Roy.

Dalam workshop tersebut hadir pula dari Direktur Teknik TVRI, Supriyono, yang menjelaskan rencana Lembaga Penyiaran Publik (LPP) tersebut ke depan dalam mengembangkan siaran digital. Dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Geryantika berharap replikasi kerjasama antara TVRI dan LPS Televisi di wilayah perbatasan dapat dilakukan di lebih banyak titik. Meskipun regulasi tentang digitalisasi masih dibahas di DPR, Gery menilai siaran digital di wilayah perbatasan dapat dioptimalkan untuk kepentingan bangsa.

Perwakilan LPS yang hadir dalam Workshop ini pada prinsipnya mendukung upaya penguatan NKRI di perbatasan lewat hadirnya siaran-siaran dalam negeri ini. LPS juga siap mengisi siaran dengan konten-konten dalam negeri di lokasi yang lebih banyak lagi. Catatan terpenting yang juga diharapkan LPS diselesaikan oleh pemerintah adalah payung hukum yang kuat atas pelaksanaan siaran digital di perbatasan. 

Workshop yang juga dihadiri oleh Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, ditutup dengan disepakatinya rekomendasi, sebagai berikut:

1.       Multiplekser/ mux TVRI yang tersedia di kawasan perbatasan antar negara dan daerah 3 T, telah siap digunakan untuk menyalurkan konten siaran dari lembaga penyiaran yang telah memiliki izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) tetap.

2.       Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Lembaga Penyiaran berkomitmen melanjutkan dan memperluas uji coba siaran TV digital dengan menggunakan Mux TVRI di kawasan perbatasan dan daerah 3T.

3.       Lembaga Penyiaran berkomitmen untuk memberikan siaran yang berkualitas dan sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS).

4.       Pelaksanaan Analog Switch Off (ASO) di daerah perbatasan dalam waktu yang secepat-cepatnya oleh lembaga penyiaran yang sudah memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) tetap.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.